Friday, April 26, 2024
33.7 C
Jayapura

Prosesi Patah Panah Tandai Perdamaian Perang Saudara    

Pendeta Nayus Wenda tokoh Agama didampingi Nius Weya mewakili Pemkab Tolikara sedang patah panah pertanda berdamai parang saudara warga Kampung Gwendo dengan Kampung Jiyogobak, Jumat (9/4) pekan kemarin. ( FOTO: Diskominfo for Cepos)

TOLIKARA-Perang saudara antar warga Kampung Gwendo Distrik Gundagi dengan warga Kampung Jiyogobak Distrik Mamit Kabupaten Tolikara Papua yang dipicu akibat perzinaan pada tahun 2019 silam akhirnya berdamai. Warga dari kedua kampung itu sepekat berdamai setelah para pendeta Gereja GIDI Klasis Kembu dan Klasis Wunin bersama pemerintah daerah diwakili para kepala kampung dan kepala distrik menengahi atau mediasi warga untuk berdamai.

  Kesepakatan perdamaian perang saudara itu diawali dengan patah panah yang dilakukan oleh pendeta Nayus Wenda mewakili tokoh agama didampingi Nius Weya mewakili pemerintah daerah. Patah panah tersebut  disaksikan warga dari dua Kampung yang bertikai itu, turut hadir  juga tokoh masyarakat,vtokoh perempuan serta tokoh pemuda yang di gelar Kampung Jiyogobak Tolikara Papua, Jumat (9/4) pekan lalu.

Baca Juga :  Triton Tabrak Pohon, Seorang Penumpang Tewas

  Akibat perang saudara itu 3  orang korban tewas, puluhan orang luka berat dan luka ringan dan harta benda lainnya seperti belasan rumah warga dibakar dan puluhan ternak warga hilang dijarah orang  dimana korban harta benda itu ditaksir mencapai puluhan milyar rupiah.

   Kesepakatan untuk berdamai itu dicapai dengan bayar kepala dari 3 orang korban terdiri dari 1 ibu dan 1 bapak yang melakukan hubungan perselingkuan yang tewas dibunuh, dan 1 orang lagi tewas akibat perang saudara itu.

    Pendeta Nayus Wenda inisiator perdamaian perang saudara itu mengajak warga dari kedua kampung itu untuk berdamai di dalam kasih Tuhan  Yesus Kristus sang Pendamai dan Juru Selamat Umat Manusia. 

Baca Juga :  Kodim 1702/JWY Serbu Lapangan Pendidikan Wamena

   “Budaya perang suku ini sudah ditinggalkan orang tua kita dulu setelah terima ajaran Nasrani, apalagi ajaran nasrani larang untuk perang karena perang saudara ini pekerjaan setan,” ujar Pendeta Nayus Wenda.

   Sementara itu Nius Weya mewakili pemerintah daerah menegaskan jangan bermain-main dengan perang. Karena perang mengakibatkan banyak korban jiwa manusia. 

  “Mulai hari, Jumat 9 April 2021 kita sudah patahkan  panah sebagai simbol perdamaian. Dengan mematahkan panah ini, tidak akan lagi ada peperangan yang terjadi,” tegasnya.

   Dalam acara patah panah ini juga digelar masak bakar batu atau barapen masak daging babi oleh warga Kampung Gwendo dengan warga Jiyogobak untuk makan bersama,bertanda telah berdamai. (Diskominfo)

Pendeta Nayus Wenda tokoh Agama didampingi Nius Weya mewakili Pemkab Tolikara sedang patah panah pertanda berdamai parang saudara warga Kampung Gwendo dengan Kampung Jiyogobak, Jumat (9/4) pekan kemarin. ( FOTO: Diskominfo for Cepos)

TOLIKARA-Perang saudara antar warga Kampung Gwendo Distrik Gundagi dengan warga Kampung Jiyogobak Distrik Mamit Kabupaten Tolikara Papua yang dipicu akibat perzinaan pada tahun 2019 silam akhirnya berdamai. Warga dari kedua kampung itu sepekat berdamai setelah para pendeta Gereja GIDI Klasis Kembu dan Klasis Wunin bersama pemerintah daerah diwakili para kepala kampung dan kepala distrik menengahi atau mediasi warga untuk berdamai.

  Kesepakatan perdamaian perang saudara itu diawali dengan patah panah yang dilakukan oleh pendeta Nayus Wenda mewakili tokoh agama didampingi Nius Weya mewakili pemerintah daerah. Patah panah tersebut  disaksikan warga dari dua Kampung yang bertikai itu, turut hadir  juga tokoh masyarakat,vtokoh perempuan serta tokoh pemuda yang di gelar Kampung Jiyogobak Tolikara Papua, Jumat (9/4) pekan lalu.

Baca Juga :  Anggota DPRD Waropen Dilantik

  Akibat perang saudara itu 3  orang korban tewas, puluhan orang luka berat dan luka ringan dan harta benda lainnya seperti belasan rumah warga dibakar dan puluhan ternak warga hilang dijarah orang  dimana korban harta benda itu ditaksir mencapai puluhan milyar rupiah.

   Kesepakatan untuk berdamai itu dicapai dengan bayar kepala dari 3 orang korban terdiri dari 1 ibu dan 1 bapak yang melakukan hubungan perselingkuan yang tewas dibunuh, dan 1 orang lagi tewas akibat perang saudara itu.

    Pendeta Nayus Wenda inisiator perdamaian perang saudara itu mengajak warga dari kedua kampung itu untuk berdamai di dalam kasih Tuhan  Yesus Kristus sang Pendamai dan Juru Selamat Umat Manusia. 

Baca Juga :  ASN dan Masyarakat Lanny Jaya Lakukan Rapid Test di Wamena

   “Budaya perang suku ini sudah ditinggalkan orang tua kita dulu setelah terima ajaran Nasrani, apalagi ajaran nasrani larang untuk perang karena perang saudara ini pekerjaan setan,” ujar Pendeta Nayus Wenda.

   Sementara itu Nius Weya mewakili pemerintah daerah menegaskan jangan bermain-main dengan perang. Karena perang mengakibatkan banyak korban jiwa manusia. 

  “Mulai hari, Jumat 9 April 2021 kita sudah patahkan  panah sebagai simbol perdamaian. Dengan mematahkan panah ini, tidak akan lagi ada peperangan yang terjadi,” tegasnya.

   Dalam acara patah panah ini juga digelar masak bakar batu atau barapen masak daging babi oleh warga Kampung Gwendo dengan warga Jiyogobak untuk makan bersama,bertanda telah berdamai. (Diskominfo)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya