Tambang Emas di Kombai dan Korowai Ancam Lingkungan
MERAUKE-Pendulangan emas yang dilakukan di wilayah adat Kombai, Korowai dan Aaan dinilai mengancam kerusakan lingkungan, terutama masalah limbah dari tambang yang dibuang ke sungai tersebut.
Perkumpulan Silva Papua Lestari (PSPL) yang konsen terhadap isu-isu lingkungan terutama menyangkut kelestarian alam, mengaku ikut memantau dan memperhatikan masalah tambang emas secara ilegal yang terjadi tersebut.
Kristian Ari (FOTO: Sulo/Cepos)
“Tapi pertama, kami bertanya kepada masyarakat. Kita tahu bersama, mereka dengan masyarakat dan teman-teman yang melakukan penambangan ilegal itu punya alasan bahwa di sana roda perekonomian tidak jalan. Alasan lainnya untuk memenuhi ekonomi. Namun di satu sisi bahwa ancaman terhadap kerusakan lingkungan itu tinggi,’’ kata Direktur PSPL Kristian Ari kepada media ini, di sela-sela Musyawarah Besar I PSPL, Pangkat Kelapa Lima Merauke, Jumat (24/7).
Ancaman kerusakan lingkungan tinggi, karena menurut Kristian Ari, bahwa saat melakukan penambangan seluruh limbahnya dibuang ke sungai. “Teman-teman bisa lihat Sungai Digoel maupun Diram, dari hulu sampai ke hilir itu banyak kampung masyarakat lokal yang memang kehidupannya dari sungai itu. Mencari ikan, udang dan sebagainya. Kalau tambang itu tidak menggunakan bahan berbahaya seperti mercuri, saya kira itu sangat membantu untuk tidak tercemarnya air dan ikan-ikan yang ada, sehingga masyarakat masih bisa menangkap ikan, udang dan sebagainya. Tapi kalau itu menggunakan bahan kimia berbahaya, itu ancamannya besar. Mercuri sangat berbahaya bagi kesehatan manusia” katanya.
Yang bisa pemerintah lakukan, lanjut Kristian Ari adalah mencari jalan terbaik dengan mempertimbangkan bagaimana lingkungan tetap terjaga dan kesejahteraan masyarakat terpenuhi. “Semua pihak yang ada dalam proses ini bisa sama-sama berpikir yang terbaiknya bagaimana. Kalau memang ada tambang yang dibuat apakah hanya tambang rakyat seperti pendulangan tanpa menggunakan bahan berbahaya. Tapi kalau sudah dilengkapi dengan limbah berbahaya maka pemerintah dan masyarakat harus pikir sama-sama apakah itu baik atau tidak. Kalau kita dari praktisi lingkungan sifatnya kita memberikan informasi bahwa ini berbahaya. Soal mereka laksanakan atau tidak, itu berada di tangan masyarakat dan pemerintah,’’ pungkasnya. (ulo/tri)
MERAUKE-Pendulangan emas yang dilakukan di wilayah adat Kombai, Korowai dan Aaan dinilai mengancam kerusakan lingkungan, terutama masalah limbah dari tambang yang dibuang ke sungai tersebut.
Perkumpulan Silva Papua Lestari (PSPL) yang konsen terhadap isu-isu lingkungan terutama menyangkut kelestarian alam, mengaku ikut memantau dan memperhatikan masalah tambang emas secara ilegal yang terjadi tersebut.
Kristian Ari (FOTO: Sulo/Cepos)
“Tapi pertama, kami bertanya kepada masyarakat. Kita tahu bersama, mereka dengan masyarakat dan teman-teman yang melakukan penambangan ilegal itu punya alasan bahwa di sana roda perekonomian tidak jalan. Alasan lainnya untuk memenuhi ekonomi. Namun di satu sisi bahwa ancaman terhadap kerusakan lingkungan itu tinggi,’’ kata Direktur PSPL Kristian Ari kepada media ini, di sela-sela Musyawarah Besar I PSPL, Pangkat Kelapa Lima Merauke, Jumat (24/7).
Ancaman kerusakan lingkungan tinggi, karena menurut Kristian Ari, bahwa saat melakukan penambangan seluruh limbahnya dibuang ke sungai. “Teman-teman bisa lihat Sungai Digoel maupun Diram, dari hulu sampai ke hilir itu banyak kampung masyarakat lokal yang memang kehidupannya dari sungai itu. Mencari ikan, udang dan sebagainya. Kalau tambang itu tidak menggunakan bahan berbahaya seperti mercuri, saya kira itu sangat membantu untuk tidak tercemarnya air dan ikan-ikan yang ada, sehingga masyarakat masih bisa menangkap ikan, udang dan sebagainya. Tapi kalau itu menggunakan bahan kimia berbahaya, itu ancamannya besar. Mercuri sangat berbahaya bagi kesehatan manusia” katanya.
Yang bisa pemerintah lakukan, lanjut Kristian Ari adalah mencari jalan terbaik dengan mempertimbangkan bagaimana lingkungan tetap terjaga dan kesejahteraan masyarakat terpenuhi. “Semua pihak yang ada dalam proses ini bisa sama-sama berpikir yang terbaiknya bagaimana. Kalau memang ada tambang yang dibuat apakah hanya tambang rakyat seperti pendulangan tanpa menggunakan bahan berbahaya. Tapi kalau sudah dilengkapi dengan limbah berbahaya maka pemerintah dan masyarakat harus pikir sama-sama apakah itu baik atau tidak. Kalau kita dari praktisi lingkungan sifatnya kita memberikan informasi bahwa ini berbahaya. Soal mereka laksanakan atau tidak, itu berada di tangan masyarakat dan pemerintah,’’ pungkasnya. (ulo/tri)