MERAUKE- Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Merauke Raymond Kostantin, SE mengaku pihaknya tidak bisa melakukan pencarian lagi terhadap KMN Cahaya Putri 2 yang dinyatakan hilang kontak sejak 26 Juni dan baru dilaporkan pada 15 Juli 2019 lalu. Sebab, dengan waktu yang begitu lama, wilayah pencariannya sudah sangat luas di samping itu posisi hilangnya kapal tersebut tidak diketahui sampai sekarang ini.
‘’Kedua, jika manusia tenggelam itu dalam waktu 2-3 hari akan muncul ke permukaan atau mengapung. Dia akan mengapung sekitar satu minggu atau akan dibawa arus pantai.kalau tidak maka akan tenggelam kembali dan tidak akan muncul lagi,’’ kata Raymond Konstantin ditemui media ini di kantornya, Jumat (26/7).
Seharusnya, kata Raymond Konstantin, begitu hilang kontak dengan kapal tersebut langsung laporkan kepada baik ke SAR maupun Polair atau ke Lantamal sehingga pencarian bisa segera dilakukan. ‘’Tapi baru dilaporkan pada 15 Juli ke Polair sementara hilang kontak sejak 26 Juni atau sekitar 3 minggu hilang kontak baru kapal tersebut dilaporkan,’’ katanya.
Soal penemuan 4 (bukan 3) jenazah di sekitar Pantai Okaba dan Tubang, Kabupaten Merauke beberapa hari lalu, Raymond Konstantin menjelaskan bahwa kemungkinan jenazah yang ditemukan tersebut adalah nahkoda dan ABK dari kapal ikan yang dinyatakan hilang tersebut. Hanya saja, perlu dilakukan pemeriksaan DNA dengan keluarga korban untuk memastikan apakah 4 jenazah yang ditemukan tersebut adalah nahkoda dan ABK dari KMN Cahaya Putri 2.
’’Tapi ini baru kemungkinan. Karena untuk memastikan itu harus melalui pemeriksaan DNA dengan pihak keluarga dari korban tersebut. Tapi itu tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar,’’ jelasnya.
Terkait dengan kejadian ini, Raymond Kostantin meminta kepada para pemilik kapal untuk memasang emergency position indicating radio beacon (EPIRBs) di atas setiap kapal. Sehingga ketika ada kejadian atau kecelakaan di laut maka radio akan mengirim sinyal ke satelit selanjutnya akan dipancarkan ke bumi dan diterima Basarnas Pusat kemudian diteruskan kepada pihaknya.
‘’Beberapa waktu lalu, saya sudah ketemu dengan Kepala KSOP Perikanan dan meminta kalau bisa semua kapal ikan yang mencari ikan di laut untuk memasang EPIRBs tersebut sehingga ketika ada keadian seperti ini maka kita bisa cepat mengetahuinya sehingga bantuan dapat segera kita berikan baik kita dari Basarnas maupun kita informasikan ke kapal-kapal yang ada di sekitar kejadian tersebut untuk dapat membantunya,’’ terangnya. (ulo/tri)
Raymond Konstantin, SE ( FOTO : Sulo/Cepos )
MERAUKE- Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Merauke Raymond Kostantin, SE mengaku pihaknya tidak bisa melakukan pencarian lagi terhadap KMN Cahaya Putri 2 yang dinyatakan hilang kontak sejak 26 Juni dan baru dilaporkan pada 15 Juli 2019 lalu. Sebab, dengan waktu yang begitu lama, wilayah pencariannya sudah sangat luas di samping itu posisi hilangnya kapal tersebut tidak diketahui sampai sekarang ini.
‘’Kedua, jika manusia tenggelam itu dalam waktu 2-3 hari akan muncul ke permukaan atau mengapung. Dia akan mengapung sekitar satu minggu atau akan dibawa arus pantai.kalau tidak maka akan tenggelam kembali dan tidak akan muncul lagi,’’ kata Raymond Konstantin ditemui media ini di kantornya, Jumat (26/7).
Seharusnya, kata Raymond Konstantin, begitu hilang kontak dengan kapal tersebut langsung laporkan kepada baik ke SAR maupun Polair atau ke Lantamal sehingga pencarian bisa segera dilakukan. ‘’Tapi baru dilaporkan pada 15 Juli ke Polair sementara hilang kontak sejak 26 Juni atau sekitar 3 minggu hilang kontak baru kapal tersebut dilaporkan,’’ katanya.
Soal penemuan 4 (bukan 3) jenazah di sekitar Pantai Okaba dan Tubang, Kabupaten Merauke beberapa hari lalu, Raymond Konstantin menjelaskan bahwa kemungkinan jenazah yang ditemukan tersebut adalah nahkoda dan ABK dari kapal ikan yang dinyatakan hilang tersebut. Hanya saja, perlu dilakukan pemeriksaan DNA dengan keluarga korban untuk memastikan apakah 4 jenazah yang ditemukan tersebut adalah nahkoda dan ABK dari KMN Cahaya Putri 2.
’’Tapi ini baru kemungkinan. Karena untuk memastikan itu harus melalui pemeriksaan DNA dengan pihak keluarga dari korban tersebut. Tapi itu tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar,’’ jelasnya.
Terkait dengan kejadian ini, Raymond Kostantin meminta kepada para pemilik kapal untuk memasang emergency position indicating radio beacon (EPIRBs) di atas setiap kapal. Sehingga ketika ada kejadian atau kecelakaan di laut maka radio akan mengirim sinyal ke satelit selanjutnya akan dipancarkan ke bumi dan diterima Basarnas Pusat kemudian diteruskan kepada pihaknya.
‘’Beberapa waktu lalu, saya sudah ketemu dengan Kepala KSOP Perikanan dan meminta kalau bisa semua kapal ikan yang mencari ikan di laut untuk memasang EPIRBs tersebut sehingga ketika ada keadian seperti ini maka kita bisa cepat mengetahuinya sehingga bantuan dapat segera kita berikan baik kita dari Basarnas maupun kita informasikan ke kapal-kapal yang ada di sekitar kejadian tersebut untuk dapat membantunya,’’ terangnya. (ulo/tri)