
MERAUKE- Sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan solidaritas masyarakat Merauke peduli keadilan dan penegakan supremasi hukum melakukan aksi demo damai ke Kantor KPU Kabupaten Merauke dan DPRD Kabupaten Merauke, Selasa (13/4). Mereka datang dengan membawa sejumlah spanduk dan pamlet dan menggunakan 3 mobil pickup tersebut, aksi mereka tersebut dikawal oleh aparat Polres Merauke.
Aksi yang mereka lakukan tersebut terkait dengan penggunaan titel oleh salah satu calon bupati pada Pilkada lalu. Aksi demo dimulai dengan mendatangi Kantor KPU Kabupaten Merauke kemudian ke DPRD Kabupaten Merauke. Sebelum menyerahkan rekomendasi, koordinator lapangan (korlap) Idefonsius Cambu dan Paskalis Imadawa melakukan orasi.
Setelah orasi tersebut, kemudian Korlap Idefonsius Cambu membacakan pernyataan sikap kemudian menyerahkan rekomendasi dan diterima langsung oleh Ketua KPU Kabupaten Merauke Theresia Mahuze, SH. Ketua KPU Kabupaten Merauke Theresa Mahuze mengungkapkan bahwa pihaknya menerima rekomendasi yang disampaikan tersebut.
Sebab lanjut Theresia Mahuze, proses tersebut sebenarnya pihaknya sudah lakukan kemarin mulai dari proses pendaftaran calon sampai pihaknya verifikasi dokumennya baik syarat pencalonan maupun syarat calon. “Karena verifikasi yang kami lakukan kemarin adalah, kami langsung verifikasi ke universitas yang bersangkutan dalam hal ini bakal calon kemarin bapak Romanus Mbaraka. Karena memang sesuai dengan tahapan Pilkada, setelah tanggal 4-6 masa pendaftaran calon , kami membuka ruang tanggal 4-8 untuk masukan dan tanggapan masyarakat,” katanya.
Dari masukan beberapa masyarakat, kata Theresia Mahuze, bahwa ada masukan dari salah satu masyarakat yang telah memasukan masukan pada 7 September 2020 yang meminta kepada KPU untuk meninjau dan mempertimbangkan gelar doktorandus (Drs) yang disandang Romanus Mbaraka tidak bertentangan dengan undang-undang.
“Nah atas tanggapan tersebut, kami KPU Merauke segera merespon dan menindaklanjuti dengan cara kami klarifikasi ke universitas yang bersangkutan dalam hal ini Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Manado yang sekarang disebut Stisip Merdeka Manado.”ungkapya.
“Saya mengirim 2 staf saya untuk mengklarifikasi di sekolah tinggi yang bersangkutan. Kami juga mengajukan surat ke KPU Kabupaten Merauke perihal mohon klarifikasi ke Stisip Manado yang pada pokoknya menerangkan bahwa yang bersangkutan saudara Romanus Mbaraka adalah benar-benar lulusan dari Stisip Merdeka Manado pada tahun 1993. Beliau mengikuti ujian negara dan memperoleh ijazah,’’ katanya.
Terkait dengan gelar akademiknya, lanjut Theresia Mahuze, pihaknya mendapat keterangan bahwa sesuai surat Kemendikbud RI Nomor 036, tentang gelar dan sebutan lulusan perguruan tinggi, dimana surat Kemendikbud tersebut dikeluarkan 9 Februari 1993. Sedangkan ijazah yang dikeluarkan Stisip Merdeka Manado atas nama Romanus Mbaraka pada tanggal 12 Maret 1993.
“Sehingga penggunaan gelar doktorandus pada saat itu masih dibenarkan, karena berada pada masa transisi. Demikian bunyi surat keterangan yang kami terima dari Stisip Merdeka Manado. Jadi ada 2 keterangan disitu yang menerangkan yang pada prinsipnya beliau adalah lulusan dari Stisip Merdeka Manado dan terkait dengan penggunaan gelar tersebut tidak jadi masalah. Masih dipergunakan karena masih transisi,” tandasnya.
Theresia Mahuze menjelaskan bahwa pihaknya tidak punya wewenang untuk melakukan penyelidikan jika ijazah itu palsu, tapi menjadi tugas Kepolisian. “Nah, untuk kasus ini sudah dilaporkan ke Polres Merauke dan Polres Merauke sendiri sudah penyelidikan atas kasus tersebut. Dan setelah dilakukan penyelidikan ternyata dari pihak Polres Merauke menghentikan penyelidikannya atau SP3. Karena kami sudah mendapatkan SP3 dari Polres tersebut karena dalam penyelidikan yang dilakukan kepolisian tidak cukup bukti. Artinya, Polres Merauke melakukan penyelidikan. Kalau kami KPU melakukan klarifikasi,’’ tambahnya. (ulo/tri)