
MERAUKE-Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Papua Christian Sohilait ST. M.Si mengancam akan menutup yayasan yang selama ini tidak lagi komit mengurus sekolah di Papua.
“Yayasan yang sudah tidak punya komitmen untuk mengurus sekolah, kami akan tutup. Silakan media untuk menginformasikan ini secara besar-besaran,’’ tandas mantan Sekda Lanny Jaya ini, saat melakukan kunjungan kerja ke Merauke baru-baru ini.
Karena itu, ungkap Christian, saat ini pihaknya sedang melakukan evaluasi terhadap keberadaan yayasan-yayasan yang ada di Papua. ‘’Jangan main-main dengan sekolah. Apalagi yayasan mencari untung di sekolah. Itu akan kita tutup,’’ ancamnya.
Dia menyebut, ada yayasan yang hanya membayar gaji guru Rp 300 ribu atau hanya Rp 200 ribu. Akibatnya guru tidak konsentrasi mengajar. Karena gaji yang tidak layak tersebut membuat guru mencari penghasilan tambahan demi menyambung hidup. Pelihara babi, pelihara ayam, pelihara, kelinci, rusa dan sebagainya. Termasuk bikin kios.
‘’Hari-hari pakai sarung jaga kios. Tanya, kamu guru dijawab iya. Bikin apa disini, ini pak..ini pak. Sekolahnya disini, kiosnya di sebelah. Kalau siswa mau tandatangan absen pergi ke kios. Saya pikir ini terjadi dan di Merauke juga hal seperti ini terjadi,’’ katanya.
Christian Solihait juga membeberkan bahwa sampai saat ini buta huruf di Papua masih ada. ‘’Kita bangga, karena da sekitar 1.800-2.000 anak kita kirim hampir ke 29 negara di dunia. Tapi, tidak sebanding dengan siswa yang jumlah SD dan dan SMK sebanyak 68.000 orang yang dibimbing sekitar 25.000 guru baik yang disiapkan oleh pemerintah Republik Indonesia maupun yang disiapkan oleh swasta,’’ katanya.
Dikatakan, di semua kabupaten/kota di Papua jika berdasarkan statistik, angka buta huruf masih ada. Bahkan Christian mengaku akhir tahun ini akan mengumumkan data buta huruf tersebut kepada semua bupati agar diketahui dan menjadi masalah bagi mereka,’’ jelasnya.
Dikatakan, buta huruf di Papua tersebut ada yang usia non sekolah, usia sekolah dan usia produktif yang sama sekali tidak tahu baca tulis. ‘’Tapi kami ambil usia dimana kami harus tanggung jawab. Tapi semua kabupaten/kota, buta huruf ini ada,’’ tandasnya.
Selain itu, sambung dia menyangkut sarana prasarana pendidikan. Hampir semua kabupaten/kota di Papua punya permasalahan sarana prasarana pendidikan.’’Hari ini ada kepala sekolah datang kepada saya, bapak kami butuh 3 ruangan kelas. Tahun depan, kepala sekolah yang sama datang bawa proposal sampaikan kami kurang perpustakaan. Kepala sekolah yang sama tahun berikutnya datang mengeluh kurang WC. Kepala sekolah yang sama lagi tahun berikutnya datang kurang IT. Jadi selama 5 tahun, kepala sekolah yang sama hanya berjuang untuk memenuhi sarana prasarana sekolah. Kok bisa. Ini Otsus akan berakhir tapi hari ini secara nyata masih terjadi dan itu dimana-mana terjadi,’’ tandasnya. (ulo/tri)