Kurikulum ini dirancang untuk mengakomodasi berbagai jenis disabilitas, dengan data tiga tahun terakhir menunjukkan dominasi kasus tuna grahita (54%), tuna rungu (16%), autis (13%), dan lainnya.
Kegiatan ini diikuti sekitar 19 peserta, termasuk kepala SLB dan wakil kepala sekolah dari seluruh Papua. Kurikulum ini tidak hanya berfokus pada keterampilan membuat noken (hard skill), tetapi juga pengembangan kemampuan sosial dan emosional (soft skill) anak.
Untuk narasumber yang dihadirkan di ingkat nasional Yustanti, S.Pd.,M.Pd., narasumber lokal Papua dari Dinas Pendidikan Papua, pengawas, kepala sekolah, dan fasilitator berpengalaman dalam pendekatan pembelajaran mendalam.
“Lewat pendidikan ini, Hard skill dan soft skill yang kami berikan merupakan modal kerja anak disabilitas, karena mereka belum tentu semuanya melanjutkan pendidikan tinggi seperti anak-anak umum di sekolah reguler.(dil/wen)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOSÂ https://www.myedisi.com/cenderawasihpos