Selain ibadah sholat wajib lima waktu, pihak Lapas Abepura juga bekerja sama dengan Kementerian Agama Kota Jayapura untuk mengajarkan para napi tentang ilmu agama termasuk mengerjakan salat sunah seperti dituntunkan Nabi Muhammad SAW. Seusai salat, para WBP itu bertadarus Alquran dan membaca kitab-kitab islami lainnya.
“Kami lebih banyak menghabiskan waktu untuk kajian-kajian, salat berjamaah, tadarus Alquran dan membaca kitab-kitab selepas salat,” kata salah satu WBP, Zaiful (37) saat diwawancarai Cenderawasih Pos, Selasa (19/3).
Meski status narapidana kasus korupsi, namun Zaiful ini dipercaya sebagai seorang imam Masjid dan penceramah di dalam Lapas. Ia juga peserta lomba dakwah di tingkat nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) wilayah Papua.
Tak hanya Zaiful, Lapas kelas IIA Abepura juga telah berhasil mendidik seorang terpidana kasus pembunuhan, mendalami ilmu agama yakni Muh. Wildansyah (25). Ia mendapatkan gelar juara satu dalam lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) se-Distrik Abepura.
“Ada hikmah, untuk keluar nati kita punya bekal tersendiri untuk kita bisa bagikan kepada masyarakat secara umumnya,” lanjut Muh. Wildansyah.
Meski saat ini belum bisa bertemu keluarganya secara langsung, tapi kerinduan itu bisa diobati dengan buka puasa bersama teman-teman napi lainnya di Lapas. Dia mengaku tidak bisa membayangkan, puncak keharuan yang dirasakannya pada saat malam takbiran menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Ia berharap, Ramadhan di balik jeruji besi bisa melatih kesabaran dan mengubah diri menjadi lebih baik. Pasalnya, tak hanya menahan hawa nafsu, lapar, dan haus, namun menjadi pribadi yang lebih baik setelah Ramadhan tentunya menjadi tujuannya.