Saturday, March 1, 2025
21.9 C
Jayapura

Awalnya Ditugasi Foto PKKMB, Kini Berani Bermain Lensa Putih

Diketahui Levant menjalankan usahanya ini dengan telaten, tekun, dan giat. Ini menjadi komitmennya untuk terus berusaha. Sementara untuk penghasilan, yang ia dapat dalam sehari juga tak menentu. Terkadang mulai Rp 200 ribu hingga Rp 700 ribu. Namun jika ramai bisa Rp 1 juta/hari. Ini tergantung banyaknya pengunjung di Jembatan Merah.

Ia dan Demi mulai stanby di jembatan pukul 17.00 WIT kemudian pulang pukul 22.00 WIT. “Per hari itu kita bisa mendapatkan Rp 200-700 kalau rame, kalau rame sekali bisa mencapai Rp 1 juta. Tapi kalau sepi paling minimal Rp 200,” ungkapnya.

Sementara itu untuk harga foto satu kali jepret dibanderol Rp 10.000 dan setelah foto biasanya pelanggan langsung membayar sebelum hasil fotonya itu dikirim oleh Levant melalui WhatsApp dan sejenisnya. Kemudian untuk menambah popularitasnya ia biasa menukar akun media sosial.

“Satu kali foto Rp 10. 000. Kita kirimkan fotonya melalui WA, kemudian setelah foto biasanya kita saling tukar akun media sosial untuk saling mengikuti,” ujarnya. Masih di Jembatan Merah, hal yang sama juga dirasakan Demi Kogoya (25) salah seorang mahasiswa semester akhir, jurusan Ekonomi di Universitas Negeri Cenderawasih (Uncen) yang mengaku mempunyai keuntungan yang cukup jika tekun menjalankan usaha fotografi di Jembatan Yotefa.

Baca Juga :  Harus Bijak Sikapi Perkembangan IT

“Lumayan pendapatan kita dari usaha ini cukup menguntungkan untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sehari-hari dan membiayai kuliah,” ujarnya kepada Cenderawasih Pos. Demi mengaku kamera yang gunakan saat ini untuk foto bukan miliknya melainkan orang lain. Ia meminjam kamera tersebut untuk bekerja menawarkan jasa. Adapun penghasilan yang ia dapat akan dibagikan dengan pemilik kamera.

Kondisi seperti ini pun tidak membuatnya menyerah begitu saja. Tak kenal lelah setiap hari pukul 03.00 WIT hingga pukul 22.00 WIT Demi setia menunggu pelanggannya di jembatan merah sebagai tempat yang ia mengabdi momen terbaik bagi pencinta foto.

“Kamera ini bukan saya punya tetapi Kaka punya, saya hanya meminjamkan saja. Untuk penghasilan nati dibagi dua dengan yang pemilik camera,” jelasnya. “Kita mulai buka jam 15.00 WIT hingga pukul 10.00 WIT malam,” tandasnya.

Baca Juga :  Tertarik Mendaftar setelah Membaca Homo Deus

Lebih lanjut dibalik keuntungannya dari sisi ekonomi kondisi jembatan merah saat ini cukup memperhatikan dimana setiap sayap jembatan terdapat tumpukan sampah plastik, dan kertas serta parkiran liar pun masih marak terjadi. Kondisi ini pun membuat ikonik kota Jayapura dan Papua itu terlihat kumuh, dan semerawut.

Dan aktifitas  jasa pemotretan ini secara langsung juga  menutup akses jalan di troroar. Pengguna jalan harus turun jika ingin terus berjalan sehingga bisa dikatakan usaha jasa foto ternyata ikut mengganggu pengguna jalan. (*)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Diketahui Levant menjalankan usahanya ini dengan telaten, tekun, dan giat. Ini menjadi komitmennya untuk terus berusaha. Sementara untuk penghasilan, yang ia dapat dalam sehari juga tak menentu. Terkadang mulai Rp 200 ribu hingga Rp 700 ribu. Namun jika ramai bisa Rp 1 juta/hari. Ini tergantung banyaknya pengunjung di Jembatan Merah.

Ia dan Demi mulai stanby di jembatan pukul 17.00 WIT kemudian pulang pukul 22.00 WIT. “Per hari itu kita bisa mendapatkan Rp 200-700 kalau rame, kalau rame sekali bisa mencapai Rp 1 juta. Tapi kalau sepi paling minimal Rp 200,” ungkapnya.

Sementara itu untuk harga foto satu kali jepret dibanderol Rp 10.000 dan setelah foto biasanya pelanggan langsung membayar sebelum hasil fotonya itu dikirim oleh Levant melalui WhatsApp dan sejenisnya. Kemudian untuk menambah popularitasnya ia biasa menukar akun media sosial.

“Satu kali foto Rp 10. 000. Kita kirimkan fotonya melalui WA, kemudian setelah foto biasanya kita saling tukar akun media sosial untuk saling mengikuti,” ujarnya. Masih di Jembatan Merah, hal yang sama juga dirasakan Demi Kogoya (25) salah seorang mahasiswa semester akhir, jurusan Ekonomi di Universitas Negeri Cenderawasih (Uncen) yang mengaku mempunyai keuntungan yang cukup jika tekun menjalankan usaha fotografi di Jembatan Yotefa.

Baca Juga :  Tertarik Mendaftar setelah Membaca Homo Deus

“Lumayan pendapatan kita dari usaha ini cukup menguntungkan untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sehari-hari dan membiayai kuliah,” ujarnya kepada Cenderawasih Pos. Demi mengaku kamera yang gunakan saat ini untuk foto bukan miliknya melainkan orang lain. Ia meminjam kamera tersebut untuk bekerja menawarkan jasa. Adapun penghasilan yang ia dapat akan dibagikan dengan pemilik kamera.

Kondisi seperti ini pun tidak membuatnya menyerah begitu saja. Tak kenal lelah setiap hari pukul 03.00 WIT hingga pukul 22.00 WIT Demi setia menunggu pelanggannya di jembatan merah sebagai tempat yang ia mengabdi momen terbaik bagi pencinta foto.

“Kamera ini bukan saya punya tetapi Kaka punya, saya hanya meminjamkan saja. Untuk penghasilan nati dibagi dua dengan yang pemilik camera,” jelasnya. “Kita mulai buka jam 15.00 WIT hingga pukul 10.00 WIT malam,” tandasnya.

Baca Juga :  Persaudaraan Hanya Bisa Terbagi Ketika Cinta Kasih Terpelihara

Lebih lanjut dibalik keuntungannya dari sisi ekonomi kondisi jembatan merah saat ini cukup memperhatikan dimana setiap sayap jembatan terdapat tumpukan sampah plastik, dan kertas serta parkiran liar pun masih marak terjadi. Kondisi ini pun membuat ikonik kota Jayapura dan Papua itu terlihat kumuh, dan semerawut.

Dan aktifitas  jasa pemotretan ini secara langsung juga  menutup akses jalan di troroar. Pengguna jalan harus turun jika ingin terus berjalan sehingga bisa dikatakan usaha jasa foto ternyata ikut mengganggu pengguna jalan. (*)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya