Sunday, November 24, 2024
28.7 C
Jayapura

Impiannya Sebenarnya Lanjut S-2 dan Tahun Depan Menikah

Di Kampus UT, Brigadir Yosua Diwisuda dengan IPK Sangat Memuaskan

Raihan IPK 3,28, kata Rektor Universitas Terbuka (UT) Ojat Darojat, menunjukkan bahwa Yosua sangat disiplin mengatur waktu. Sekeluarga memang punya komitmen sekolah setinggi-tingginya.     

M. HILMI SETIAWAN, Tangerang Selatan

KEPADA kedua orang tua, Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan bangga menceritakan bahwa indeks prestasi kumulatif (IPK)-nya lumayan. Polisi berpangkat brigadir itu juga sudah berencana melanjutkan pendidikannya.

’’Saya harus lanjut S-2,” katanya seperti ditirukan sang ayah, Samuel Hutabarat.

Juni lalu seharusnya mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Unit Pelayanan Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) Universitas Terbuka (UT) Jambi tersebut diwisuda. Tapi, anak kedua di antara empat bersaudara itu kemudian mengabari keluarganya di Muaro Jambi, Jambi, bahwa wisudanya diundur Agustus.

Sampai kemudian petaka itu datang. Pada 8 Juli dia tewas di rumah dinas Kadivpropam (ketika itu) Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta. Dan, Sambo bersama empat orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana tersebut.

Jadilah wisuda di kampus pusat UT di Tangerang Selatan, Banten, kemarin (23/8) menjadi momen yang penuh haru dan tangis. Samuel hadir mewakili sang anak yang lulus dengan IPK 3,28.

’’Kami bukan dari keluarga berada. Anak kami cita-citanya sudah di depan mata, tapi Yang Mahakuasa berkehendak lain,” kata Samuel dengan mata yang masih basah ketika menemui media seusai seremoni wisuda.

Guru Besar FKIP UT Prof Gorky Sembiring melantunkan Anakku Naburju saat Samuel berada di panggung setelah menerima ijazah sang anak. Anakku naburju… Anak hasianku. Anakku nalagu…(putraku yang baik…putraku yang kusayangi…(putraku yang baik hati). Demikian di antara petikan lirik lagu dalam bahasa Batak itu.

Baca Juga :  Namanya Wisata ke Candi, Nggak Mungkin Puas Melihat dari Jauh

Tangis Samuel pun semakin deras. Satu wadah tisu disodorkan kepadanya untuk membasuh air mata.

UT sebenarnya mengundang Samuel dan sang istri, Rosti Simanjuntak, untuk hadir dengan transportasi dan akomodasi sepenuhnya ditanggung. Tapi, Rosti berhalangan hadir. Aktivis Irma Hutabarat yang masih berkerabat dengan Samuel turut mendampingi ke kampus.

Samuel dan rombongan berangkat dari Jambi pada Senin (22/8) sekitar pukul 17.00 WIB dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta sekitar satu setengah jam kemudian. Sempat ada sejumlah wartawan yang berupaya mencegat. Tapi, untuk keamanan, rombongan langsung dibawa ke penginapan di dalam kompleks kampus UT.

Salah seorang pegawai yang ikut menjemput Samuel menceritakan, dari bandara hingga ke kampus UT, rombongan mendapat pengawalan. ’’Saya terus melihat kaca spion, takut ada yang membuntuti,’’ katanya.

Menurut Rektor UT Ojat Darojat, perlakuan khusus tersebut diberikan sebagai bentuk apresiasi dan dukungan moral kepada keluarga Yosua. Biasanya ketika ada calon wisudawan yang meninggal, sertifikat ijazah diantar perwakilan kampus ke rumah keluarga.’’Nilai Brigadir Yosua sangat luar biasa. IPK 3,28 masuk interval sangat memuaskan,’’ ujar Ojat.

Dia menuturkan, di kampus yang dirinya pimpin itu, mendapatkan IPK 2,0 poin saja sangat susah. Padahal, Yosua sehari-hari juga bekerja sebagai aparat kepolisian dengan setumpuk tugas. ’’Itu memperlihatkan almarhum memiliki manajemen waktu yang luar biasa disiplin,” lanjut Ojat.   

Baca Juga :  Alhamdulillah, Kami Urut sampai Terkantuk-kantuk

Yosua yang mulai berkuliah pada 2015 sebenarnya bisa menyelesaikan studi pada 2019. ’’Saat bertugas di Brimob Polda Jambi, Brigadir Yosua berkali-kali BKO (bawah kendali operasi) ke luar daerah. Hingga akhirnya, studinya diselesaikan selama tujuh tahun,” kata Samuel.

Mengenai masa kuliah yang mencapai tujuh tahun, Ojat menyebut itu jamak terjadi di UT. ’’Berbeda dengan kampus konvensional, ketika sudah tujuh atau delapan tahun kena DO (drop out). Di kami tidak ada DO,’’ tuturnya.

Irma menambahkan, di keluarga besar Yosua, pendidikan memang sangat penting. Reza, adik Yosua yang juga seorang polisi, saat ini juga tercatat sebagai mahasiswa semester V di UT. Rosti, sang ibunda, dan Yuni, sang kakak, alumni di kampus yang sama pula. Rosti sehari-hari juga berprofesi sebagai pendidik.’’Marsikola satimbo timbona. Sekolah setinggi tingginya,’’ kata Irma.

Karena itu juga, Samuel dan Rosti mendukung penuh ketika Yosua bercerita akan melanjutkan pendidikan ke S-2. ’’Kepada kami, dia juga bilang bahwa tahun depan bakal menikah,” kenang Samuel.

Tapi, semua tinggal kenangan kini. Samuel telah pulang ke Jambi kemarin sore, membawa ijazah Yosua, sembari berharap keadilan ditegakkan untuk orang-orang yang telah merenggut nyawa dan impian sang anak. (*/c7/ttg/JPG)

Di Kampus UT, Brigadir Yosua Diwisuda dengan IPK Sangat Memuaskan

Raihan IPK 3,28, kata Rektor Universitas Terbuka (UT) Ojat Darojat, menunjukkan bahwa Yosua sangat disiplin mengatur waktu. Sekeluarga memang punya komitmen sekolah setinggi-tingginya.     

M. HILMI SETIAWAN, Tangerang Selatan

KEPADA kedua orang tua, Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan bangga menceritakan bahwa indeks prestasi kumulatif (IPK)-nya lumayan. Polisi berpangkat brigadir itu juga sudah berencana melanjutkan pendidikannya.

’’Saya harus lanjut S-2,” katanya seperti ditirukan sang ayah, Samuel Hutabarat.

Juni lalu seharusnya mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Unit Pelayanan Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) Universitas Terbuka (UT) Jambi tersebut diwisuda. Tapi, anak kedua di antara empat bersaudara itu kemudian mengabari keluarganya di Muaro Jambi, Jambi, bahwa wisudanya diundur Agustus.

Sampai kemudian petaka itu datang. Pada 8 Juli dia tewas di rumah dinas Kadivpropam (ketika itu) Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta. Dan, Sambo bersama empat orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana tersebut.

Jadilah wisuda di kampus pusat UT di Tangerang Selatan, Banten, kemarin (23/8) menjadi momen yang penuh haru dan tangis. Samuel hadir mewakili sang anak yang lulus dengan IPK 3,28.

’’Kami bukan dari keluarga berada. Anak kami cita-citanya sudah di depan mata, tapi Yang Mahakuasa berkehendak lain,” kata Samuel dengan mata yang masih basah ketika menemui media seusai seremoni wisuda.

Guru Besar FKIP UT Prof Gorky Sembiring melantunkan Anakku Naburju saat Samuel berada di panggung setelah menerima ijazah sang anak. Anakku naburju… Anak hasianku. Anakku nalagu…(putraku yang baik…putraku yang kusayangi…(putraku yang baik hati). Demikian di antara petikan lirik lagu dalam bahasa Batak itu.

Baca Juga :  Fokus Kualitas Guru dan Sarana Pendidkan, Untuk Generasi Cerdas dan Berkarakter

Tangis Samuel pun semakin deras. Satu wadah tisu disodorkan kepadanya untuk membasuh air mata.

UT sebenarnya mengundang Samuel dan sang istri, Rosti Simanjuntak, untuk hadir dengan transportasi dan akomodasi sepenuhnya ditanggung. Tapi, Rosti berhalangan hadir. Aktivis Irma Hutabarat yang masih berkerabat dengan Samuel turut mendampingi ke kampus.

Samuel dan rombongan berangkat dari Jambi pada Senin (22/8) sekitar pukul 17.00 WIB dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta sekitar satu setengah jam kemudian. Sempat ada sejumlah wartawan yang berupaya mencegat. Tapi, untuk keamanan, rombongan langsung dibawa ke penginapan di dalam kompleks kampus UT.

Salah seorang pegawai yang ikut menjemput Samuel menceritakan, dari bandara hingga ke kampus UT, rombongan mendapat pengawalan. ’’Saya terus melihat kaca spion, takut ada yang membuntuti,’’ katanya.

Menurut Rektor UT Ojat Darojat, perlakuan khusus tersebut diberikan sebagai bentuk apresiasi dan dukungan moral kepada keluarga Yosua. Biasanya ketika ada calon wisudawan yang meninggal, sertifikat ijazah diantar perwakilan kampus ke rumah keluarga.’’Nilai Brigadir Yosua sangat luar biasa. IPK 3,28 masuk interval sangat memuaskan,’’ ujar Ojat.

Dia menuturkan, di kampus yang dirinya pimpin itu, mendapatkan IPK 2,0 poin saja sangat susah. Padahal, Yosua sehari-hari juga bekerja sebagai aparat kepolisian dengan setumpuk tugas. ’’Itu memperlihatkan almarhum memiliki manajemen waktu yang luar biasa disiplin,” lanjut Ojat.   

Baca Juga :  Satu Bulan Lebih Usai Diresmikan, Masih 1 OPD Belum Tempati 

Yosua yang mulai berkuliah pada 2015 sebenarnya bisa menyelesaikan studi pada 2019. ’’Saat bertugas di Brimob Polda Jambi, Brigadir Yosua berkali-kali BKO (bawah kendali operasi) ke luar daerah. Hingga akhirnya, studinya diselesaikan selama tujuh tahun,” kata Samuel.

Mengenai masa kuliah yang mencapai tujuh tahun, Ojat menyebut itu jamak terjadi di UT. ’’Berbeda dengan kampus konvensional, ketika sudah tujuh atau delapan tahun kena DO (drop out). Di kami tidak ada DO,’’ tuturnya.

Irma menambahkan, di keluarga besar Yosua, pendidikan memang sangat penting. Reza, adik Yosua yang juga seorang polisi, saat ini juga tercatat sebagai mahasiswa semester V di UT. Rosti, sang ibunda, dan Yuni, sang kakak, alumni di kampus yang sama pula. Rosti sehari-hari juga berprofesi sebagai pendidik.’’Marsikola satimbo timbona. Sekolah setinggi tingginya,’’ kata Irma.

Karena itu juga, Samuel dan Rosti mendukung penuh ketika Yosua bercerita akan melanjutkan pendidikan ke S-2. ’’Kepada kami, dia juga bilang bahwa tahun depan bakal menikah,” kenang Samuel.

Tapi, semua tinggal kenangan kini. Samuel telah pulang ke Jambi kemarin sore, membawa ijazah Yosua, sembari berharap keadilan ditegakkan untuk orang-orang yang telah merenggut nyawa dan impian sang anak. (*/c7/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya