Wednesday, April 24, 2024
24.7 C
Jayapura

Makam Dibangun Mewah,  Beri Rasa Tenang dan Melepas Rindu Bagi Peziarah

Melihat Lokasi Pemakaman Masyarakat Keturunan Tiong Hoa di Batas Kota Waena

Masyarakat Tiong Hoa atau Cina di Kabupaten/Kota Jayapura dan sekitarnya, sudah beberapa tahun terakhir ini sudah  memiliki tempat pemakaman khusus. Bahkan, saat ini sudah banyak masyarakat keturunan Tiong Hoa yang meninggal yang dikubur di pemakaman ini.

Laporan: Carolus Daot_Jayapura

Sekilas lokasi pemakaman masyarakat keturunan Tionghoa ini, belum banyak yang tahu. Selama ini masyarakat tahu pemakaman di batas kota Waena, tak jauh dari terminal batas Kota Waena. Namun bila kita lurus sedikit ke arah Sentani, maka di sisi kanan  setelah ada tikungan letter S, terdapat gapura lokasi pemakaman  masyarakat Tiong Hoa.

  Di depan lokasi tersebut, juga ada tempat usaha tambal ban. Untuk masuk ke lokasi pemakaman harus sedikit menanjak. Di Lokasi pemakaman ini juga sudah banyak makam. Berbeda dengan pemakaman umum lainnya, di lokasi pemakaman ini rata-rata ukurannya lebar dan banyak yang dibangun megah dengan batu marmer.

   Saat Cenderawasih Pos berkunjung ke Makam Tiong Hoa, Minggu kemarin, terlihat beberapa masyarakat Tiong Hoa sedang berziarah ke makam keluarga atau kerabatnya. Di lokasi pemakaman ini memang letaknya cukup strategis, dan bisa melihat pemandangan cukup luas dari ketinggian.

  Meski ada beberapa bagian bukit yang dikikis dan dibangun talud untuk keamanana lokasi makam, namun pemandangan hijau perbukitan masih terlihat sejut. Sementara bila melepas pandangan kea rah barat, terlihat dari ketinggian luasnya Danau Sentani. Apalagi, menjelang sore hari saat matahari menjelang terbenam, memang terlihat sungguh indah.

   Sore itu, ketika matahari mulai terbenam, terlihat seorang wanita yang sedang membersihkan tempat peristrahatan alm suaminya yang baru meninggal pada bulan juli tahun 2021 lalu.  Wanita itu bernama Iriani Aronggear.

Baca Juga :  Awalnya Dipesan Kaesang, lalu Jadi Langganan Istana Bogor

  Irani Aronggerar merupakan perempuan Papua berdarah campuran Tiong Hoa. Saat ditemui Cenderawasih Pos, sembari membersihkan kuburan, Iriani menceritakan bahwa sejak suaminya meninggal,  hampir setiap hari dia bersama anaknya berkunjung untuk membersihkan kuburan almarhum suaminya yang bernama Ferry Johan Udaus., SE,. Hal itu mereka lakukan untuk melepaskan rasa rindunya kepada sang suami.

   Menurut Iriani, almarhum suaminya  yagn semasa hidup bekerja sebagai pegawai Pemprov Papua ini,  adalah pria penyayang keluarga. Sehingga walaupun alm Ferry Johan Udaus telah pergi meninggalkan Iriani   satu tahun yang lalu,  seakan rasa rindu itu masih membekas pada dirinya.

  Hampir setiap hari perempuan keturunan Tiong Hoa itu berkunjung ke tempat peristrihatan terakhir suaminya. Dan hal yang sama mereka lakukan yaitu sebelum ibadah terlebih dahulu membersihkan kuburan.

  “Rasanya kalau datang bersih kuburan hati sangat lega, karena bapa ( alm Ferry Johan Udaus) selama dia hidup pria yang paling sayang keluarga”, pungkasnya kepada Cendrawasih Pos, minggu, (22/5).

  Diketahui lokasi kuburan cina ini merupakan milik Yayasan Masyarakat TiongHoa  dan kuburan cina tersebut hanya digunakan oleh masyarakat yang berketurunan tiong hoa.

Terlihat ukuran setiap kuburan lebarnya hampir 3 meter. Iriani mengatakan bahwa hal ini merupakan bagian dari tradisi masyarakat Tiong Hoa yang mana setiap pasangan suami istri yang telah meninggal diwajibkan kubur dalam satu liang lahat.

  “Ini sudah menjadi tradisi, misalnya suami dari pasangan meninggal lebih dulu,  dan mungkin sebelumnya dikubur di lokasi kuburan umum di Abepura, tetapi pada saat istrinya meninggal maka jasad dari almarhum suaminya itu dipindahkan ke kuburan cina dikuburkan dalam satu liang lahat, sehingga ukuran kuburan disini cukup besar.” tutur Iriani.

Baca Juga :  Otak dan Udang Goreng Favorit Inggit Garnasih

  Dikatakannya terkait dengan tradisi golongan tiong hoa membawa sesajen ke kuburan, hanya dilakukan oleh oleh golongan tertentu, namun bagi masyarakat golongan Tiong Hoa yang beragama Kristen hanya mengikuti tradisi agama Kristen.

   “Paling orang yang beragama Buddha saja yang bawa sesajen, itupun kalau keturunanya masuk agama kristen maka tradisi tradisi kristenlah yang mereka anut”, terangnya.

  Sementara itu, Ayu Tjia  bersama keluarga besarnya, sore itu juga terlihat berkunjung di kuburan almarhumah ibunya. Ayu mengatakan tujuan mereka datang ke kuburan pada minggu kemarin karena ingin berdoa di kuburan alm ibunya yang telah meninggal 4 bulan lalu. Dia mengaku dengan berkunjung ke kuburan dapat melepaskan segala kerinduan mereka dengan almarhumah ibunya.

  “Luar biasa, makanya sering datang kesini mau jenguk almarhumah mama, rasanya lega sekali walaupun tidak ketemu secara fisik, tapi kami yakin mama juga bahagia melihat anak anaknya berkunjung di “rumahnya””, tutur Ayu

  Ayu menceritakan karena almarhumah ibunya penganut  agama Kristen, maka mereka tidak membuat tradisi sesajen, namun dikataknnya setiap kali mereka berkunjung ke kuburan selalu membawa bunga.

  “Tradisi sesajen hanya golongan golongan tertentu, dan itu mereka lakukan setiap hari raya kebesaran mereka. Tapi karena kami semua ikut mama, yaitu agama Kristen,  maka tradisi itu tidak pernah kami lakukan”, tuturnya. (*/tri)

Melihat Lokasi Pemakaman Masyarakat Keturunan Tiong Hoa di Batas Kota Waena

Masyarakat Tiong Hoa atau Cina di Kabupaten/Kota Jayapura dan sekitarnya, sudah beberapa tahun terakhir ini sudah  memiliki tempat pemakaman khusus. Bahkan, saat ini sudah banyak masyarakat keturunan Tiong Hoa yang meninggal yang dikubur di pemakaman ini.

Laporan: Carolus Daot_Jayapura

Sekilas lokasi pemakaman masyarakat keturunan Tionghoa ini, belum banyak yang tahu. Selama ini masyarakat tahu pemakaman di batas kota Waena, tak jauh dari terminal batas Kota Waena. Namun bila kita lurus sedikit ke arah Sentani, maka di sisi kanan  setelah ada tikungan letter S, terdapat gapura lokasi pemakaman  masyarakat Tiong Hoa.

  Di depan lokasi tersebut, juga ada tempat usaha tambal ban. Untuk masuk ke lokasi pemakaman harus sedikit menanjak. Di Lokasi pemakaman ini juga sudah banyak makam. Berbeda dengan pemakaman umum lainnya, di lokasi pemakaman ini rata-rata ukurannya lebar dan banyak yang dibangun megah dengan batu marmer.

   Saat Cenderawasih Pos berkunjung ke Makam Tiong Hoa, Minggu kemarin, terlihat beberapa masyarakat Tiong Hoa sedang berziarah ke makam keluarga atau kerabatnya. Di lokasi pemakaman ini memang letaknya cukup strategis, dan bisa melihat pemandangan cukup luas dari ketinggian.

  Meski ada beberapa bagian bukit yang dikikis dan dibangun talud untuk keamanana lokasi makam, namun pemandangan hijau perbukitan masih terlihat sejut. Sementara bila melepas pandangan kea rah barat, terlihat dari ketinggian luasnya Danau Sentani. Apalagi, menjelang sore hari saat matahari menjelang terbenam, memang terlihat sungguh indah.

   Sore itu, ketika matahari mulai terbenam, terlihat seorang wanita yang sedang membersihkan tempat peristrahatan alm suaminya yang baru meninggal pada bulan juli tahun 2021 lalu.  Wanita itu bernama Iriani Aronggear.

Baca Juga :  Menikmati Boga Bahari di Rumah Kelahiran Basuki Rahmat

  Irani Aronggerar merupakan perempuan Papua berdarah campuran Tiong Hoa. Saat ditemui Cenderawasih Pos, sembari membersihkan kuburan, Iriani menceritakan bahwa sejak suaminya meninggal,  hampir setiap hari dia bersama anaknya berkunjung untuk membersihkan kuburan almarhum suaminya yang bernama Ferry Johan Udaus., SE,. Hal itu mereka lakukan untuk melepaskan rasa rindunya kepada sang suami.

   Menurut Iriani, almarhum suaminya  yagn semasa hidup bekerja sebagai pegawai Pemprov Papua ini,  adalah pria penyayang keluarga. Sehingga walaupun alm Ferry Johan Udaus telah pergi meninggalkan Iriani   satu tahun yang lalu,  seakan rasa rindu itu masih membekas pada dirinya.

  Hampir setiap hari perempuan keturunan Tiong Hoa itu berkunjung ke tempat peristrihatan terakhir suaminya. Dan hal yang sama mereka lakukan yaitu sebelum ibadah terlebih dahulu membersihkan kuburan.

  “Rasanya kalau datang bersih kuburan hati sangat lega, karena bapa ( alm Ferry Johan Udaus) selama dia hidup pria yang paling sayang keluarga”, pungkasnya kepada Cendrawasih Pos, minggu, (22/5).

  Diketahui lokasi kuburan cina ini merupakan milik Yayasan Masyarakat TiongHoa  dan kuburan cina tersebut hanya digunakan oleh masyarakat yang berketurunan tiong hoa.

Terlihat ukuran setiap kuburan lebarnya hampir 3 meter. Iriani mengatakan bahwa hal ini merupakan bagian dari tradisi masyarakat Tiong Hoa yang mana setiap pasangan suami istri yang telah meninggal diwajibkan kubur dalam satu liang lahat.

  “Ini sudah menjadi tradisi, misalnya suami dari pasangan meninggal lebih dulu,  dan mungkin sebelumnya dikubur di lokasi kuburan umum di Abepura, tetapi pada saat istrinya meninggal maka jasad dari almarhum suaminya itu dipindahkan ke kuburan cina dikuburkan dalam satu liang lahat, sehingga ukuran kuburan disini cukup besar.” tutur Iriani.

Baca Juga :  Saya Ingin Tunjukkan Tak Ada Yang Berubah dari Anak Saya

  Dikatakannya terkait dengan tradisi golongan tiong hoa membawa sesajen ke kuburan, hanya dilakukan oleh oleh golongan tertentu, namun bagi masyarakat golongan Tiong Hoa yang beragama Kristen hanya mengikuti tradisi agama Kristen.

   “Paling orang yang beragama Buddha saja yang bawa sesajen, itupun kalau keturunanya masuk agama kristen maka tradisi tradisi kristenlah yang mereka anut”, terangnya.

  Sementara itu, Ayu Tjia  bersama keluarga besarnya, sore itu juga terlihat berkunjung di kuburan almarhumah ibunya. Ayu mengatakan tujuan mereka datang ke kuburan pada minggu kemarin karena ingin berdoa di kuburan alm ibunya yang telah meninggal 4 bulan lalu. Dia mengaku dengan berkunjung ke kuburan dapat melepaskan segala kerinduan mereka dengan almarhumah ibunya.

  “Luar biasa, makanya sering datang kesini mau jenguk almarhumah mama, rasanya lega sekali walaupun tidak ketemu secara fisik, tapi kami yakin mama juga bahagia melihat anak anaknya berkunjung di “rumahnya””, tutur Ayu

  Ayu menceritakan karena almarhumah ibunya penganut  agama Kristen, maka mereka tidak membuat tradisi sesajen, namun dikataknnya setiap kali mereka berkunjung ke kuburan selalu membawa bunga.

  “Tradisi sesajen hanya golongan golongan tertentu, dan itu mereka lakukan setiap hari raya kebesaran mereka. Tapi karena kami semua ikut mama, yaitu agama Kristen,  maka tradisi itu tidak pernah kami lakukan”, tuturnya. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya