Selain itu, bencana alam juga menjadi ujian berat. Pada 1990, longsor besar melanda, menghancurkan bangunan sekolah hingga rata dengan tanah. Para guru bersama Kepala Sekolah saat itu berjuang keras agar sekolah tetap berdiri. Dengan bantuan Dinas Pendidikan, sekolah akhirnya direhabilitasi.
Namun, ujian belum berakhir. Pada 2005, pohon besar tumbang dan merusak bangunan sekolah, diikuti oleh kebakaran hebat yang menghancurkan sekolah dan rumah-rumah warga sekitar.
Meski pernah dijuluki “kandang hewan,” SD Inpres Gurabesi kini justru menjadi primadona masyarakat. Bahkan pada tahun 2003, sekolah ini dinobatkan sebagai salah satu sekolah terbaik di Kota Jayapura, mengalahkan sekolah-sekolah negeri dan swasta lainnya. Bahkan, dari sekolah inilah lahir generasi-generasi hebat Papua, termasuk dosen, pengusaha, politisi, dan guru.
Salah satu alumni pertama sekolah ini, Alfius Haninam, kini menjadi dosen di Sekolah Teologi Atas dan Kejuruan Injili (STAKIN) Sentani. Kisah sukses seperti ini menjadi bukti nyata bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk meraih prestasi.
Saat menjabat sebagai kepala sekolah dari 2010 hingga 2016, Dorkas Waimuri membawa perubahan besar. Ia memperbaiki tata ruang kelas agar lebih nyaman dan meningkatkan kesejahteraan guru.
“Saya ingin anak-anak merasa senang dan fokus belajar di sini,” ujar perintis dan mantan SDN Inpres Gurabesi itu saat ditemui Cendrawasih pos di kediamannya, Kamis (16/1).
Setelah pensiun, tongkat estafet kepimpinan kepala sekolah diserahkan kepada Magdalena Samba. Ia meneruskan perjuangan para pendahulunya. Fokus utamanya adalah meningkatkan kapasitas tenaga pendidik dan peserta didik agar SD Inpres Gurabesi tetap unggul di tengah persaingan.
Meski berada di sudut kota, kualitas lulusan sekolah ini mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lainnya di Jayapura. Namun, tantangan baru muncul. Dengan 202 siswa yang terbagi dalam enam kelas, setiap kelas sering diisi hingga 34 siswa, melebihi kapasitas. “Harusnya setiap ruangan itu hanya 28 orang tapi karena banyak yang minat terpaksa harus lebih,” ujarnya kepada Cendrawasih Pos, Jumat (17/1).
Selain fasilitas kekurangan ruang kelas dan tenaga pengajar juga menjadi kendala utama di sekolah tersebut. Dimana saat ini sekolah hanya memiliki 12 guru, termasuk enam guru honorer, sementara kebutuhan akan guru mata pelajaran seperti PJOK dan Agama Islam masih mendesak.
“Jika pemerintah Kota Jayapura dapat menambah guru dan menyediakan dana untuk pembangunan lantai dua, maka masalah ini bisa teratasi,” tuturnya.
Meski penuh keterbatasan, SD Inpres Gurabesi tetap menjadi tempat pendidikan yang diminati. Setiap tahun, pendaftar melebihi kapasitas sekolah, namun karena keterbatasan ruang, sebagian harus ditolak. Hal ini menjadi bukti bahwa masyarakat percaya pada kualitas pendidikan yang ditawarkan sekolah tersebut.
Sebab SD Inpres Gurabesi bukan sekadar sebuah sekolah. Ia adalah simbol perjuangan, dedikasi, dan harapan. Dari sudut kota yang tenang, ia terus melahirkan generasi emas Papua, menjadi inspirasi bahwa pendidikan adalah jembatan menuju masa depan yang lebih baik
“Kami akan terus berusaha agar sekolah ini dapat memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak Papua, apa pun tantangannya,” tutup Magdalena dengan penuh semangat (*)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos