Friday, November 22, 2024
33.7 C
Jayapura

Eksplorasi tentang Gamelan di Pameran Dunia Paris 1889

Angela mencari berbagai macam sumber seperti tulisan-tulisan jadul, artikel koran, dan beberapa arsip di Mangkunegaran. Dia lalu membandingkannya dengan proses musik yang ada di Sunda saat ini.Sedikit petunjuk mengarah ke petunjuk berikutnya. Seolah seperti mencari harta karun. Salah satu artikel koran memberinya arah untuk ke sebuah museum di Jerman. Ternyata benar, gamelan itu masih tersimpan di sana. ”Saya ke sana membuktikan bahwa gamelannya di situ, sangat persis dengan apa yang digambarkan di expo di Paris,” ungkapnya.

Kebenaran itu diperkuat dengan adanya berbagai bukti. Misalnya katalog yang menjelaskan bagaimana gamelan itu masuk ke museum tersebut pada 1989. Lengkap dengan keterangan Gustav Mundt sebagai donaturnya. Mengejutkannya, bukan Sari Oneng yang ada di sana, melainkan bonang kecil. ”Gamelan Sari Oneng tidak ada hubungan dengan pameran 1889,” ujarnya.

Baca Juga :  Jadi Pengalaman Paling Berharga, Tetap Belajar Meski Tak ke Sekolah

Boneng kecil itu sama seperti yang dilukis di salah satu panduan pameran: Huard, Livre d’or de l’Exposition 1889. Serta, terdapat beberapa lukisan lainnya yang menunjukkan hasil yang sama. ”Sebenarnya lukisan ini terkenal, makanya saya heran kenapa orang-orang masih bilang Sari Oneng Parakan Salak,” tuturnya seraya menunjukkan sebuah lukisan seorang pria sedang memainkan boneng tersebut.

Angela menambahkan, bukti lain berupa koran-koran Belanda edisi Maret–April 1889. Di sana tertulis bahwa Mundt akan meminjam gamelannya selama enam bulan sebelum memberikan ke museum di Jerman. ”Pameran itu selesai akhir November. Jadi, satu bulan kemudian, gamelan masuk museumnya,” katanya.Selain bentuk fisik Sari Oneng berbeda dengan yang dilukis pada 1889, gamelan Sari Oneng itu pelog. Sedangkan gamelan yang dipamerkan pada 1889, sesuai dengan transkripsi musik tahun itu, adalah slendro. Angela menyimpulkan, gamelan tersebut dibawa dari Parakan Salak untuk mempromosikan teh di pameran dunia 1889 oleh Mundt. ”Tapi, alatnya bukan Sari Oneng,” tuturnya. (*/c17/dio)

Baca Juga :  SMP dan SMA Negeri Karubaga Gelar Lomba Seni Budaya

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Angela mencari berbagai macam sumber seperti tulisan-tulisan jadul, artikel koran, dan beberapa arsip di Mangkunegaran. Dia lalu membandingkannya dengan proses musik yang ada di Sunda saat ini.Sedikit petunjuk mengarah ke petunjuk berikutnya. Seolah seperti mencari harta karun. Salah satu artikel koran memberinya arah untuk ke sebuah museum di Jerman. Ternyata benar, gamelan itu masih tersimpan di sana. ”Saya ke sana membuktikan bahwa gamelannya di situ, sangat persis dengan apa yang digambarkan di expo di Paris,” ungkapnya.

Kebenaran itu diperkuat dengan adanya berbagai bukti. Misalnya katalog yang menjelaskan bagaimana gamelan itu masuk ke museum tersebut pada 1989. Lengkap dengan keterangan Gustav Mundt sebagai donaturnya. Mengejutkannya, bukan Sari Oneng yang ada di sana, melainkan bonang kecil. ”Gamelan Sari Oneng tidak ada hubungan dengan pameran 1889,” ujarnya.

Baca Juga :  Karnaval Budaya Masih Rangkaian dari FBLB

Boneng kecil itu sama seperti yang dilukis di salah satu panduan pameran: Huard, Livre d’or de l’Exposition 1889. Serta, terdapat beberapa lukisan lainnya yang menunjukkan hasil yang sama. ”Sebenarnya lukisan ini terkenal, makanya saya heran kenapa orang-orang masih bilang Sari Oneng Parakan Salak,” tuturnya seraya menunjukkan sebuah lukisan seorang pria sedang memainkan boneng tersebut.

Angela menambahkan, bukti lain berupa koran-koran Belanda edisi Maret–April 1889. Di sana tertulis bahwa Mundt akan meminjam gamelannya selama enam bulan sebelum memberikan ke museum di Jerman. ”Pameran itu selesai akhir November. Jadi, satu bulan kemudian, gamelan masuk museumnya,” katanya.Selain bentuk fisik Sari Oneng berbeda dengan yang dilukis pada 1889, gamelan Sari Oneng itu pelog. Sedangkan gamelan yang dipamerkan pada 1889, sesuai dengan transkripsi musik tahun itu, adalah slendro. Angela menyimpulkan, gamelan tersebut dibawa dari Parakan Salak untuk mempromosikan teh di pameran dunia 1889 oleh Mundt. ”Tapi, alatnya bukan Sari Oneng,” tuturnya. (*/c17/dio)

Baca Juga :  Pemerintah Provinsi Segera Bentuk Perda Tentang Kendaraan Online

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya