Tuesday, September 17, 2024
26.7 C
Jayapura

Penonton Diajak Bermain, Berteriak dan Meluapkan Kemarahan pada ‘Cupak’

  Di luar itu semua, tak bisa dipungkiri jika kendala teknis yang ditemui para pemain cukup banyak. Salah satunya mengenai sound sistem. Wahyu yang merupakan Kaprodi Sendratasik UNU NTB itu menjelaskan sejauh ini memang ada kendala pada sound.

   Saat pertunjukan di Desa Ganti yang digelar atas undangan warga desa setempat, Lalu Muhammad Zaenuddin, pertunjukan tidak maksimal karena adanya kendala mikrofon tempel yang digunakan para aktor. Wahyu menerangkan, memang mikrofon yang digunakan malam itu bukan mikrofon yang standar untuk drama musikal.

  Hal serupa bahkan ditemui saat mementaskan drama musikal Cupak Gerantang di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya NTB. “Sama juga. Di sana kami juga mengalami kendala mikrofon. Memang itu yang masih menjadi kendala sampai saat ini,” jelasnya.

Baca Juga :  Aksi Mogok Belum Direspon, Pertalite Sering Langka Makin Memberatkan

  Berbicara kebutuhan itu, selama ini Lampa(q)k Art Community bergerak dengan swadaya. Pertunjukan yang digelar lebih banyak bertumpu pada memontum dan kesempatan, juga kemampuan. “Ketika kita punya waktu dan amunisi (uang,red), maka kita adakan pentas. Tapi ketika tidak ada, ya terpaksa harus menunggu undangan,” terang Wahyu.

  Menurutnya, kesenian tradisi mesti dapat terus dilestarikan. Karena itu ia akan terus berupaya menjemput bola, kemanapun untuk dapat terus mengantarkan karya tersebut ke khalayak.

  Selain itu, tantangan minimnya perhatian pemerintah, Lampa(q)k Art Community juga mengalami kendala personel. Kata Wahyu, karena personil mereka didominasi mahasiwa dengan berbagai kesibukannya, mereka mengalami kesulitan dalam menentukan waktu untuk berlatih bersama.

Baca Juga :  Sebagai Pengingat bahwa Indonesia Diikat dan Tidak Dipisahkan Laut

   Menurutnya, tantangan berkesenian memang kian nyata. “Di mana dunia seni yang kita jalani belum bisa menghidupi kita, tapi kita berusaha untuk menghidupi kesenian itu,” terangnya.

  Secara energi, Wahyu memastikan komunitasnya masih memiliki semangat yang kuat untuk terus melestarikan kesenian tradisi melalui wajah pertunjukan yang kekinian. Namun di samping itu, ia juga berharap pemerintah dapat memberi daya dorong bagi insan kreatif di NTB pada umumnya, dan Kota Mataram pada khususnya. (*/r3)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

  Di luar itu semua, tak bisa dipungkiri jika kendala teknis yang ditemui para pemain cukup banyak. Salah satunya mengenai sound sistem. Wahyu yang merupakan Kaprodi Sendratasik UNU NTB itu menjelaskan sejauh ini memang ada kendala pada sound.

   Saat pertunjukan di Desa Ganti yang digelar atas undangan warga desa setempat, Lalu Muhammad Zaenuddin, pertunjukan tidak maksimal karena adanya kendala mikrofon tempel yang digunakan para aktor. Wahyu menerangkan, memang mikrofon yang digunakan malam itu bukan mikrofon yang standar untuk drama musikal.

  Hal serupa bahkan ditemui saat mementaskan drama musikal Cupak Gerantang di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya NTB. “Sama juga. Di sana kami juga mengalami kendala mikrofon. Memang itu yang masih menjadi kendala sampai saat ini,” jelasnya.

Baca Juga :  Korban Sementara Tinggal di Tenda Darurat, Kerugian Masih Didata

  Berbicara kebutuhan itu, selama ini Lampa(q)k Art Community bergerak dengan swadaya. Pertunjukan yang digelar lebih banyak bertumpu pada memontum dan kesempatan, juga kemampuan. “Ketika kita punya waktu dan amunisi (uang,red), maka kita adakan pentas. Tapi ketika tidak ada, ya terpaksa harus menunggu undangan,” terang Wahyu.

  Menurutnya, kesenian tradisi mesti dapat terus dilestarikan. Karena itu ia akan terus berupaya menjemput bola, kemanapun untuk dapat terus mengantarkan karya tersebut ke khalayak.

  Selain itu, tantangan minimnya perhatian pemerintah, Lampa(q)k Art Community juga mengalami kendala personel. Kata Wahyu, karena personil mereka didominasi mahasiwa dengan berbagai kesibukannya, mereka mengalami kesulitan dalam menentukan waktu untuk berlatih bersama.

Baca Juga :  Kerjasama Dengan Yohanes Surya, Ditargetkan Bisa Diserap 35 Ribu Anak

   Menurutnya, tantangan berkesenian memang kian nyata. “Di mana dunia seni yang kita jalani belum bisa menghidupi kita, tapi kita berusaha untuk menghidupi kesenian itu,” terangnya.

  Secara energi, Wahyu memastikan komunitasnya masih memiliki semangat yang kuat untuk terus melestarikan kesenian tradisi melalui wajah pertunjukan yang kekinian. Namun di samping itu, ia juga berharap pemerintah dapat memberi daya dorong bagi insan kreatif di NTB pada umumnya, dan Kota Mataram pada khususnya. (*/r3)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya