Saat Upaya Hukum Sudah Tidak Bisa Lagi, Buku Jadi Bentuk Perlawanan

  Sementara itu, mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu  setelah menjalani hukuman selama 8 tahun di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, akhirnya  bebas murni. Barnabas mengaku vonis terhadap dirinya itu bentuk penindasan terhadap hak orang Papua.

  Pasalnya sejak awal dirinya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus korupsi, dia bertanya tanya kepada KPK, BPK maupun penegak hukum lain atas kasusnya itu, tapi sayangnya hingga tahap putusan, MA sama sekali tidak menjelaskan secara rinci dasar dari putusannya itu.

  Diapun sebagai warga negara yang taat akan hukum, terpaksa menjalani hukuman sesuai vonis, hingga dinyatakan bebas murni. Meski demikan dirinya sampai saat ini masih bertanya-tanya dasar dari putusan itu. Hal itupun telah dilakukan berbagai upaya, namun sayangnya tidak ada jawaban yang pasti dari para penegak hukum.

  “Saya sebagai alumnus Fakultas Hukum Uncen, merasa binggung kenapa saya dipenjara, apa salah saya, sampai hari inipun pertanyan itu terlintas di kepala saya,” tuturnya.

  Atas kasusnya itu beberapa pihak berinisiatif menuliskan sebuah buku berjudul Mengurai Benang Kusut Keadilan Atas Perkara Barnabas Suebu. Buku ini menurutnya salah satu cara melawan ketidak adilan.

  “Karena saya merasa tidak pernah memakan uang, bahkan triliunan nilai proyek di Papua pada masa kepimpinan saya, tapi tidak sepersenpun saya makan uang itu, namun apalah daya saya justru dituduh korupsi,” tuturnya Selasa (14/5).

  Karena itu, dengan terbitnya buku tersebut dirinya merasa bahwa itulah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan di negeri ini. Sebab keadilan dan kebenaran  mempunyai nilai  dasar yang universal. Tidak dapat dibunuh dengan senjata apapun.

  “Meski hak hidup saya dan keluarga, serta seluruh rakyat Papua dikubur sekalipun namun kebenaran akan terungkap semuanya,” tegas Barnabas Suebu.

  Dikatakan buku yang menulis tentang kisahnya menjalani hukuman atas putusan MA, membuka ruang bagi generasi Papua melawan ketidakadilan atas ketidakbenaran proses penegakan hukum di Indonesia.

  “Saya secara pribadi merasa bangga, karena melalui buku yang ditulis beberapa ahli membuka semua kebenaran tentang bobroknya keadilan di negeri kita ini,” tegasnya.

  Diapun berpesan kepada generasi penerus Papua agar berani bertanggungjawab atas semua perbuatan. “Bagi anak-anakku, sebagai penerus di Papua, jangan pernah mengambil jika bukan hak kita, biarkan itu menjadi milik orang lain, dan kita tetap hidup di atas kebenaran,” pesannya (*/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

  Sementara itu, mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu  setelah menjalani hukuman selama 8 tahun di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, akhirnya  bebas murni. Barnabas mengaku vonis terhadap dirinya itu bentuk penindasan terhadap hak orang Papua.

  Pasalnya sejak awal dirinya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus korupsi, dia bertanya tanya kepada KPK, BPK maupun penegak hukum lain atas kasusnya itu, tapi sayangnya hingga tahap putusan, MA sama sekali tidak menjelaskan secara rinci dasar dari putusannya itu.

  Diapun sebagai warga negara yang taat akan hukum, terpaksa menjalani hukuman sesuai vonis, hingga dinyatakan bebas murni. Meski demikan dirinya sampai saat ini masih bertanya-tanya dasar dari putusan itu. Hal itupun telah dilakukan berbagai upaya, namun sayangnya tidak ada jawaban yang pasti dari para penegak hukum.

  “Saya sebagai alumnus Fakultas Hukum Uncen, merasa binggung kenapa saya dipenjara, apa salah saya, sampai hari inipun pertanyan itu terlintas di kepala saya,” tuturnya.

  Atas kasusnya itu beberapa pihak berinisiatif menuliskan sebuah buku berjudul Mengurai Benang Kusut Keadilan Atas Perkara Barnabas Suebu. Buku ini menurutnya salah satu cara melawan ketidak adilan.

  “Karena saya merasa tidak pernah memakan uang, bahkan triliunan nilai proyek di Papua pada masa kepimpinan saya, tapi tidak sepersenpun saya makan uang itu, namun apalah daya saya justru dituduh korupsi,” tuturnya Selasa (14/5).

  Karena itu, dengan terbitnya buku tersebut dirinya merasa bahwa itulah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan di negeri ini. Sebab keadilan dan kebenaran  mempunyai nilai  dasar yang universal. Tidak dapat dibunuh dengan senjata apapun.

  “Meski hak hidup saya dan keluarga, serta seluruh rakyat Papua dikubur sekalipun namun kebenaran akan terungkap semuanya,” tegas Barnabas Suebu.

  Dikatakan buku yang menulis tentang kisahnya menjalani hukuman atas putusan MA, membuka ruang bagi generasi Papua melawan ketidakadilan atas ketidakbenaran proses penegakan hukum di Indonesia.

  “Saya secara pribadi merasa bangga, karena melalui buku yang ditulis beberapa ahli membuka semua kebenaran tentang bobroknya keadilan di negeri kita ini,” tegasnya.

  Diapun berpesan kepada generasi penerus Papua agar berani bertanggungjawab atas semua perbuatan. “Bagi anak-anakku, sebagai penerus di Papua, jangan pernah mengambil jika bukan hak kita, biarkan itu menjadi milik orang lain, dan kita tetap hidup di atas kebenaran,” pesannya (*/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos