Friday, September 20, 2024
23.7 C
Jayapura

Perlu Integrasi Modul yang Bermuatan strategi Penanggulanagan Radikalisme

  Menurutnya, sikap intoleran juga akan muncul karena dipengaruhi dengan adanya kebijakan Asimetris.  Di Indonesia ada beberapa wilayah yang menganut kebijakan asimtetris,

meliputi Provinsi Aceh dan Papua menganut kebijakan otonomi khusus, kemudian Jakarta, adanya kekhususan sebagai daerah ibukota, dan Jogja sebagai daerah istimewa.

  “Kebijakan asimetris ini akan berpotensi memunculkan apa yang disebut etno politik. Etno politik juga akan mengelompokan kita dalam polarisasi yang sangat prinsip, sehingga menimbulkan radikalisme,” ujar Ibhraim.

  Di Papua pun kata dia, pengaruh kebijakan Asimetris ini cukup rentan terjadinya radikalisme. Seperti misalnya dengan adanya pemekaran Daerah Otonomo Baru (DOB), masyarakat adat Tabi-Saireri, dengan wilayah adat lain di tanah Papua saling memegang prinsip wilayah administrasi.

“Kondisi ini jika tidak di akomodir dengan baik maka akan menimbulkan sikap intolrenasi.Indonesia cukup rawan dengan kondisi ini,” tuturnya.

Baca Juga :  Sejumput Es Campur di Rotterdam dan seperti Berada di Bandung Lagi

   Lebih lanjut Pembantu Dekan III Fisip Uncen itu menjelaskan ada beberapa faktor sehingga menyebabkan Intoleransi itu terjadi. Pertama kurangnya pendidikan dan pengetahuan. Ketidak tahuan informasi tentang agama budaya yang berbeda dapat memicu ketidak pahaman dan prasangka.

  Misalnya seseorang yang tidak mengetahui tentang agama lain, mungkin merasa cemas terhadap praktek agama tertentu. “Ada sebuah pemahaman yang muncul, lalu kita tidak mengetahui tentang keyakinan itu kemudian kita lakukan penyebaran atau intoleran,” kata Ibrahim.

   Selain pengetahuan, juga sosial dan budaya. Lingkungan sosial dan budaya dimana seseorang dibesarkan dapat mempengarui seseorang terhadap pandangan budaya orang. Hal lain penyebab intoleran karena dipengaruhi sosial dan budaya. Lingkungan sosial dan budaya di mana seseorang dibesarkan dapat memengaruhi pandangan mereka terhadap perbedaan.

Baca Juga :  Hana: Dana Hibah untuk KPU jadi Prioritas Pemkab Jayapura

  Jika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang mengajarkan nilai-nilai eksklusivisme atau diskriminasi, mereka mungkin lebih cenderung mengadopsi sikap intoleran. “Jadi sikap intolren bisa tumbuh dimana orang itu berada,” jelas Ibrahim

   Tidak hanya itu, penyebab intoleran karena pengalaman negatif. Pengalaman buruk dengan individu atau kelompok tertentu dapat menyebabkan generalisasi negatif terhadap seluruh kelompok tersebut.

  Kondisi ini terjadi pada seseorang yang pernah mengalami penipuan atau pengkhianatan dari individu dari kelompok tertentu mungkin mengembangkan sikap negatif terhadap seluruh kelompok itu.

   “Misalnya kita pernah dipersekisi oleh klompok atau agama tertentu, lalu kita dendam dengan mereka, darisitulah muncul adanya radikalisasi,” jelasnya.

  Menurutnya, sikap intoleran juga akan muncul karena dipengaruhi dengan adanya kebijakan Asimetris.  Di Indonesia ada beberapa wilayah yang menganut kebijakan asimtetris,

meliputi Provinsi Aceh dan Papua menganut kebijakan otonomi khusus, kemudian Jakarta, adanya kekhususan sebagai daerah ibukota, dan Jogja sebagai daerah istimewa.

  “Kebijakan asimetris ini akan berpotensi memunculkan apa yang disebut etno politik. Etno politik juga akan mengelompokan kita dalam polarisasi yang sangat prinsip, sehingga menimbulkan radikalisme,” ujar Ibhraim.

  Di Papua pun kata dia, pengaruh kebijakan Asimetris ini cukup rentan terjadinya radikalisme. Seperti misalnya dengan adanya pemekaran Daerah Otonomo Baru (DOB), masyarakat adat Tabi-Saireri, dengan wilayah adat lain di tanah Papua saling memegang prinsip wilayah administrasi.

“Kondisi ini jika tidak di akomodir dengan baik maka akan menimbulkan sikap intolrenasi.Indonesia cukup rawan dengan kondisi ini,” tuturnya.

Baca Juga :  Kepemimpinan di Bidang Pendidikan Harus Lebih Kepada Pendayagunaan Potensi 

   Lebih lanjut Pembantu Dekan III Fisip Uncen itu menjelaskan ada beberapa faktor sehingga menyebabkan Intoleransi itu terjadi. Pertama kurangnya pendidikan dan pengetahuan. Ketidak tahuan informasi tentang agama budaya yang berbeda dapat memicu ketidak pahaman dan prasangka.

  Misalnya seseorang yang tidak mengetahui tentang agama lain, mungkin merasa cemas terhadap praktek agama tertentu. “Ada sebuah pemahaman yang muncul, lalu kita tidak mengetahui tentang keyakinan itu kemudian kita lakukan penyebaran atau intoleran,” kata Ibrahim.

   Selain pengetahuan, juga sosial dan budaya. Lingkungan sosial dan budaya dimana seseorang dibesarkan dapat mempengarui seseorang terhadap pandangan budaya orang. Hal lain penyebab intoleran karena dipengaruhi sosial dan budaya. Lingkungan sosial dan budaya di mana seseorang dibesarkan dapat memengaruhi pandangan mereka terhadap perbedaan.

Baca Juga :  Hana: Dana Hibah untuk KPU jadi Prioritas Pemkab Jayapura

  Jika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang mengajarkan nilai-nilai eksklusivisme atau diskriminasi, mereka mungkin lebih cenderung mengadopsi sikap intoleran. “Jadi sikap intolren bisa tumbuh dimana orang itu berada,” jelas Ibrahim

   Tidak hanya itu, penyebab intoleran karena pengalaman negatif. Pengalaman buruk dengan individu atau kelompok tertentu dapat menyebabkan generalisasi negatif terhadap seluruh kelompok tersebut.

  Kondisi ini terjadi pada seseorang yang pernah mengalami penipuan atau pengkhianatan dari individu dari kelompok tertentu mungkin mengembangkan sikap negatif terhadap seluruh kelompok itu.

   “Misalnya kita pernah dipersekisi oleh klompok atau agama tertentu, lalu kita dendam dengan mereka, darisitulah muncul adanya radikalisasi,” jelasnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya