Karena itu, pengasuh Panti berharap mendapatkan bantuan kasih dari Pemerintah mengingat kondisi panti tersebut cukup memperihatinkan. Bagian dalam panti tampak sempit dan tidak memiliki cukup kamar sehingga dengan jumlah puluhan penghuni tersebut tidak memungkinkan untuk bisa tidur dalam satu atau dua kamar.
“Tempat tidur ada, tapi tidak cukup, sebagian tidur disini (ruangan tamu dan juga teras) setiap hari,” jelasnya.
Kata Lince Nerotouw tak sedikit anak asuhannya telah sukses menjadi orang besar, ada yang menjadi Polisi, IPDN, PNS, pegawai BUMN hingga Pejabat.
Sementara itu, di tempat berbeda di Yayasan Tunanetra Humania, Polimak, Kota Jayapura, suasana tampak sepi ketika dilihat dari luar. Sejumlah penyandang disabilitas tunanetra yang menghuni Yayasan tersebut terlihat sedang duduk santai, bercerita dan bahkan ada yang sedang mengerjakan keset dari kain perca dan ada juga yang sibuk dengan bersihkan sayur-sayuran untuk persiapan makan.
Panti yang didirikan pada tahun 1997 itu memiliki empat lantai yang dibangun khusus untuk penyandang disabilitas tunanetra dengan fasilitas seadanya saja.
Yayasan Humania di Tanah Papua merupakan rumah bagi orang asli Papua (OAP) yang mengalami cacat mata dari lahir atau tunanetra dan penghuninya tercatat kurang lebih berjumlah 60 orang. termasuk anak-anak, rata-rata penghuninya sudah berusia lanjut.
Nelman (47) salah seorang penghuni Yayasan Tunanetra Humania itu mengaku dirinya sejak 2000 lalu sudah tinggal di yayasan tersebut. Nelman mengatakan adapun aktivitas jelang Natal bersama teman-temannya yakni melaksanakan latihan lagu-lagu natal untuk dipersiapkan jika ada undangan untuk tampil baik di gereja maupun ibadah lainnya.
“Kita punya aktivitas itu terutama yang rutin itu melayani Tuhan dengan puji-pujian,” jelas Nelman, Rabu (11/12) siang.
Sementara itu untuk mengantisipasi tamu yang datang melakukan kunjungan, Nelman mengatakan bahwa, pihaknya telah menyediakan tempat atau ruangan dengan kondisi seadanya saja.
“Yang baru saja datang berkunjung ini dari BPKAD Provinsi Papua, Dinas Sosial, anak-anak Sekolah, dari berbagai komunitas dan paguyuban yang ada di Kota Jayapura,” ujarnya.
Walaupun banyak yang membantu, namun ia tidak ingin berpangku tangan dan hanya berharap belas kasihan orang lain. Di tengah keterbatasan yang dimilikinya, Nelman tetap produktif bekerja dengan membuat keset dari kain perca.
“Meskipun tidak banyak yang beli kerajinan ini, saya tetap memproduksi,” kata Nelman.
Ia mengaku, seiring waktu keset buatannya kalah saing dengan keset-keset yang dijual di toko-toko modern. Meski begitu, ia mengaku tetap membuat kerajinan tersebut karena tidak ada lagi yang bisa dia lakukan di tengah keterbatasan yang dimiliki.
Nelman mengaku sehari bisa membuat 3-5 lembar keset. Ia menjual keset buatannya itu dengan cara jalan-jalan ke pasar, ke toko-toko dan beberapa pelanggan juga sering datang langsung ke rumahnya.(*/tri)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos