Dampak Aksi Mogok Para Sopir Angkot yang Menuntut Penyesuaian Tarif
Aksi mogok dilakukan oleh sopir angkutan umum di Kota Jayapura, khususnya trayek J1 dan J2 Senin (12/9). Mereka menuntut Pemkot Jayapura segera melakukan penyesuaian tarif angkot, menyusul naiknya BBM bersubsidi, pada 3 September lalu. Seperti apa kondisi di lapangan?
Laporan:Carolus Daot & Noel IU Wenda_Jayapura
Pagi-pagi, waktunya masyarakat melakukan aktifitas untuk berangkat kerja maupun berangkat ke sekolah. Namun, karena tidak ada angkutan umum yang biasa mereka tumpangi, aktifitas pun menjadi terhambat.
Ana salah satu mahasiswi Uncen Atas Waena mengaku sudah sejak jam 07.00 WIT, pagi kemarin, menunggu taksi jurusan Abepura Waena, namun hingga satu jam lebih, atau pukul 08.27 WIT, tak ada satupun angkot jurusan Waena yang melintasi jalur Abepura.
“Saya dari pagi tunggu disini (di depan Gapura USTJ), menunggu taksi jurusan Abepura-Waena, tapi tidak ada yang lewat,” ujar Ana yang mengaku belakangan baru tahu bawah sopir angkot mogok untuk menuntut kenaikan tarif angkot.
“Saya harap pemerintah kota harus respon aksi mogok kerja dari sopir ini, karena jika tidak, maka aktifitas masyarakat akan terganggu,” sambung Ana.
Tak hanya di pagi hari, pada saat bubaran sekolah pada siang hari, para siswa juga kebinggungan untuk pulang. Sejumlah pelajar SMP YPPK Santu Paulus Abepura terpaksa harus memilih jalan kaki ke rumah mereka karena tidak adanya kendaraan angkutan umum yang melakukan aksi mogok.
Salah satu siswa SMP YPPK Paulus, Brian mengaku saat saat pulang sekolah dirinya sering naik taksi/angkot untuk pulang, tetapi karena adanya mogok para sopir taksi maka dirinya mengaku bingung apa harus jalan kaki atau seperti apa karena rumahnya di Waena.
“Benar kami biasa naik taksi kalau pulang. Saya punya rumah di Waena, tapi karena taksi tidak ada begini kami juga bingung mungkin jalan kaki atau bagaimana, karena rumah juga di Waena jadi,” katanya.
Disinggung soal apakah ada keluarganya yang menjemput ia mengatakan biasanya dijemput, tetapi orang tuanya bekerja di Keerom dan di Kantor Provinsi Papua maka dirinya biasa naik taksi.
“Sudah tidak ada taksi lagi terus yang nanti jemput juga orang tua kerja di Keerom sana terus ada juga di kantor Gubernur di provinsi jadi tidak tahu ini kita nanti jalan kaki atau bagaimana,” katanya dengan wajah kesal.
Sementara itu siswa lain, Edo mengaku kaget kalau tidak ada taksi yang harus dinaikinya saat pulang sekolah seperti biasanya. “Oh tidak ada taksi k, adu kita pulang bagaimana ne,” katanya namun ini memilih untuk naik Gojek. “Oh bisa sa naik gojek saja,”katanya.
Secara terpisah, Lukman Supbin, salah satu sopir angkot jurusan Kotaraja-Abepura terlihat sedang memarkikan mobilnya di depan Polsek Abepura. Saat ditemui wartawan Lukman mengaku dia sengaja tidak melayani trayek hari ini (senin), karena ingin melakukan aksi mogok kerja.
“Aksi mogok ini bentuk protes para sopir kepada pemerintah agar, harga tarif dasar angkutan umum bisa disesuaikan dengah harga BBM,” ucap Lukman
“Kami minta untuk tarif Kotaraja-Abepura, bagi penumpang biasa Rp 7.000 sedangkan anak sekolah Rp 6.000,” ujar Lukman yang berharap agar aksi mogok yang dilakukan oleh para sopir ini mendapatkan respon dari pemerintah Kota Jayapura.
Sementara itu, para sopir taksi lainnya menyebut pemerintah lambat dan malas tau naikan harga tarif angkot, sehingga sopir taksi Jalur JI, J2 Waena – Abepura dan Kotaraja lakukan mogok di Ale – Ale, Senin, (12/8).
“Kami beri waktu 1 minggu tapi karena tidak ada jawaban pemerintah makanya kami mogok hari ini,” kata Kordinator Lapangan Muhamat Fausi saat bersama para sopir taksi lakukan mogok.
Dikatakan pemerintah lambat dan malas tau selama seminggu para sopir harus narik dengan harga awal sementara BBM sudah naik Rp. 10.000.00 Ini tidak adil. “Masa pemerintah bilang kami sementara hitung satu minggu, masa hitung naikan tarif saja lama itu, itu hitung model apa,” katanya.
Sementara itu, mengatasi penumpukan penumpang di jalanan, Pemkot menyediakan tiga bus untuk angkut dari Terminal Tipe B, sementara untuk masuk ke setiap komplex tidak bisa maka ini sangat berdampak ke masyarakat.
“Trayek JI, J2 dan Kotaraya yang yang mogok hari ini, tapi berdampak juga ke Sentani – Jayapura, jadi jika kami mogok maka akan macet, karena mobil kami masuk ke liku – liku jalanya dan yang bisa masuk hanya mobil kecil dan bus tidak mungkin masuk ke kompleks maka kalau kami berhenti (Mogok) itu akan berdampak betul,” katanya.
Selain itu soal, hargga tarik menurutnya harusnya kenaikan awal yang dulu pemda tidak naikan dengan hargga ganjil karena itu hanya buat sopir dan penumpang saling mengadu karena mereka sering bayar Rp. 5000.00 saja.
“Pemerintah harusnya kasih harga bulat jangan ganjil mereka tetapkan harga awal dulu Rp. 4.500 tapi di lapangan mereka bayar Rp 5.000 ini bikin masalah, jangan adu supir sama masyarakat, harus kasih harga bulat saja, dan kami minta harga tarif untuk naik dengan adanya kenaikan BBM ini, menjadi Rp 7000 jangan ganjil,” katanya. (*/tri)