Wednesday, November 12, 2025
27.4 C
Jayapura

Penghargaan Bukan Jaminan, Tapi Pengingat Untuk Perkuat Sistem Perlindungan

Ia juga menyoroti pentingnya sekolah menjadi lingkungan ramah anak. Mulai dari desain fasilitas, seperti penempatan toilet yang terpisah antara siswa laki-laki dan perempuan, hingga pembentukan budaya sekolah yang menghargai anak dan melindungi dari perundungan (bullying).

“Sekolah harus benar-benar aman bagi anak. Bukan hanya tempat belajar, tapi juga tempat mereka tumbuh dan merasa terlindungi,” tegasnya.

Betty menekankan bahwa sebaik apa pun program pemerintah, tidak akan berarti banyak tanpa keterlibatan aktif masyarakat. Orang tua memiliki peran sentral dalam melindungi anak, mulai dari memberi perhatian, memahami perubahan perilaku, hingga menanamkan nilai-nilai moral dan kepercayaan diri.

“Kalau pengawasan di rumah lemah, maka program pemerintah tidak akan efektif. Perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama,” ujarnya.

Baca Juga :  Sebelum Akhir Tahun, Bapenda Realisasikan PAD Rp 267 M

DP3AKB sendiri terus berupaya memperkuat koordinasi lintas sektor dengan sekolah, kepolisian, lembaga sosial, serta tokoh agama dan adat untuk membangun sistem perlindungan anak yang lebih menyeluruh. Sosialisasi dan edukasi ke masyarakat juga digencarkan agar kesadaran kolektif terhadap isu kekerasan anak semakin tumbuh.

Penghargaan “Kota Layak Anak” seharusnya menjadi tonggak awal perubahan, bukan sekadar simbol. Kota Jayapura memiliki potensi besar untuk menjadi kota yang benar-benar aman bagi generasi muda jika seluruh pihak bersatu.

Betty berharap, ke depan setiap keluarga, sekolah, dan komunitas dapat menjadi “zona aman” bagi anak-anak. Sebab, keberhasilan sebuah kota dalam melindungi anak-anaknya bukan diukur dari sertifikat penghargaan, melainkan dari seberapa banyak anak yang tumbuh bahagia, sehat, dan bebas dari ketakutan atau kekerasan baik fisik maupun mental.

Baca Juga :  Tak Sangka Bertemu Dua Mantan Bupati di Lapas Saat Ibadah Paskah

Ia juga menyoroti pentingnya sekolah menjadi lingkungan ramah anak. Mulai dari desain fasilitas, seperti penempatan toilet yang terpisah antara siswa laki-laki dan perempuan, hingga pembentukan budaya sekolah yang menghargai anak dan melindungi dari perundungan (bullying).

“Sekolah harus benar-benar aman bagi anak. Bukan hanya tempat belajar, tapi juga tempat mereka tumbuh dan merasa terlindungi,” tegasnya.

Betty menekankan bahwa sebaik apa pun program pemerintah, tidak akan berarti banyak tanpa keterlibatan aktif masyarakat. Orang tua memiliki peran sentral dalam melindungi anak, mulai dari memberi perhatian, memahami perubahan perilaku, hingga menanamkan nilai-nilai moral dan kepercayaan diri.

“Kalau pengawasan di rumah lemah, maka program pemerintah tidak akan efektif. Perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama,” ujarnya.

Baca Juga :  Perkembangan Sinode GKI di Tanah Papua Tidak Terlepas Dukungan BRI

DP3AKB sendiri terus berupaya memperkuat koordinasi lintas sektor dengan sekolah, kepolisian, lembaga sosial, serta tokoh agama dan adat untuk membangun sistem perlindungan anak yang lebih menyeluruh. Sosialisasi dan edukasi ke masyarakat juga digencarkan agar kesadaran kolektif terhadap isu kekerasan anak semakin tumbuh.

Penghargaan “Kota Layak Anak” seharusnya menjadi tonggak awal perubahan, bukan sekadar simbol. Kota Jayapura memiliki potensi besar untuk menjadi kota yang benar-benar aman bagi generasi muda jika seluruh pihak bersatu.

Betty berharap, ke depan setiap keluarga, sekolah, dan komunitas dapat menjadi “zona aman” bagi anak-anak. Sebab, keberhasilan sebuah kota dalam melindungi anak-anaknya bukan diukur dari sertifikat penghargaan, melainkan dari seberapa banyak anak yang tumbuh bahagia, sehat, dan bebas dari ketakutan atau kekerasan baik fisik maupun mental.

Baca Juga :  Tumbuhkan Budaya Hidup Sehat

Berita Terbaru

Artikel Lainnya