Kisah Qori, Pedagang Atribut HUT RI yang Berjualan di Kota Jayapura
Setiap tahun menjelang peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia, dimanfaatkan sejumlah warga untuk berjualan bendera dan sejumlah atribut merah putih untuk menyemarakkan HUT RI. Salah satunya Qori. Seperti apa perjuangannya mengais rejeki dengan berjualan merah putih ini?
Laporan: Robert Mboik Jayapura
Setiap kali menjelang kemerdekaan Indonesia Qori selalu bolak-balik Jawa Barat-Papua, untuk membawa dan menjual atribut-atribut kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak terasa kini sudah 30 tahun dia menjalani usaha ini, namun dia juga mengaku tahun ini paling buruk dari pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Hal ini karena pendapatannya jauh dari ekspektasi.
Pria paro baya, kelahiran Jawa Barat itu menjual berbagai atribut kemerdekaan, seperti bendera merah putih berbagai ukuran, umbul-umbul dan rumbai-rumbai dan beberapa jenis perhiasan lainnya bernuansa atau motif merah putih.
Meski sudah puluhan tahun berjualan, tak lantas membuatnya benar-benar menjadi seorang yang kaya raya, tetapi setidaknya dari situlah dia bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Dulu dia pernah tinggal menetap di Entrop Kota Jayapura.
Namun karena kerusuhan tahun 1999 dia dan keluarganya berupaya menyelamatkan diri kembali pulang ke tanah kelahirannya di Garut Jawa Barat. Sejak saat itu Qori tak lagi menetap di Papua, dia hanya mengambil waktu setahun sekali sekitar menjelang 17-an, pekerjaannya cuman satu menjual atribut kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena biasanya menjelang Agustus kebutuhan atribut-atribut tersebut cukup tinggi.
“Dulu saya di sini tetapi tahun 99 itu ada tembak-tembak disini, saya trauma sehingga saya memutuskan kembali ke kampung, garap sawah dan kalau mau 17-an baru kembali ke sini jualan,” katanya memulai kisahnya.
Namun tahun ini tak lagi seperti tahun-tahun sebelumnya, biasanya jualannya selalu laris manis, namun tahun ini menurutnya sangat apes. Bahkan penjualannya tidak mencapai target. Jika dipresentasikan yang larisnya mungkin hanya sekitar 25-30%. “75% nya hilang Mas,” ujarnya sembari tersenyum kecil.
Qori sebenarnya satu dari beberapa temannya yang menjalankan bisnis serupa. Mereka dipekerjakan oleh bosnya, gaji mereka dihitung dari persentase target penjualan atribut-atribut tersebut. Setiap hari sejak pagi selama bulan kemerdekaan ini, dia dengan setia membuka lapak jualannya di depan jalan masuk gapura kantor Walikota Jayapura.
Menjual bendera-bendera ini tidak harus membuka lapak, mereka hanya membentangkan bendera atau umbul-umbul dan sebagian digantung, tapi ada juga sebagian besarnya masih tersimpan di dalam karung.
Dia berpendapat, besar kemungkinan daya beli ini berkurang jauh, karena ada pengaruh dari faktor belum adanya kepala daerah definitive, baik di tingkat pemerintah kota maupun Provinsi Papua. Menurutnya hal ini juga bisa menjadi faktor penyebab mengapa atribut-atribut tersebut tidak selaris biasanya.
“Kurang diminati karena tidak tahu lagi musim apa sekarang. Mungkin karena tidak ada gubernurnya atau tidak ada walikotanya, mungkin belum ada penggerak, nggak tahu juga,” keluhnya.
Dia menceritakan saat ini untuk produk yang paling diminati hanya bendera dan juga umbul-umbul sementara Rumbai dan berbagai macam perhiasan bermotif merah putih masih minim pembeli. Termasuk bendera-bendera untuk kendaraan motor ataupun mobil juga masih sangat sepi peminat. (*/tri)