Melihat Perjuangan Para “Pahlawan” Kesehatan di Distrik Ravenirara
Distrik Ravenirara menjadi salah satu distrik terjauh dan tersulit yang ada di Kabupaten Jayapura. Tidak heran apabila Distrik Ravenirara ini oleh sebagian orang masih dianggap sebagai salah satu wilayah terpencil. Meski begitu, layanan dasar seperti fasilitas kesehatan sudah cukup lama ada disana. Lantas bagaimana perjuangan para tenaga kesehatan yang melayani masyarakat didaerah itu?
Laporan: Robert Mboik-Sentani
DISTRIK Ravenirara mungkin masih asing ditelinga sebagian orang khususnya di Kabupaten Jayapura karena letaknya sangat jauh dari pusat kota Kabupaten Jayapura.
Secara administrasi pemerintahan, distrik ini merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Jayapura. Namun jika dilihat, posisi letaknya dia lebih dekat dengan wilayah kota Jayapura, apabila dikunjungi melalui jalur laut.
Secara umum wilayah itu dikelilingi oleh bentangan dataran tinggi, gunung menjulang, bukit dan hutan belantara yang merupakan satu kesatuan dari gugusan pegunungan Cycloop dengan hamparan laut lepas di depannya.
Berikut ini, sekilas catatan kecil dari kisah-kiaah mereka yang mengabdi sebagai tenaga kesehatan di wilayah itu.
Mengabdi di tempat terpencil dengan fasilitas seadanya memang sangat dibutuhkan komitmen tinggi. Itu sebabnya, penulis menyebut mereka sebagai “pahlawan” kesehatan. Karena dari kehadiran merekalah jaminan kesehatan masyarakat di pelosok negeri ini bisa tersentuh dan dipastikan masyarakat benar-benar sehat.
Terlepas dari bayaran tinggi atau tidak, namun bertugas didaerah terpencil memang penuh tantangan dan sangat beresiko. Mulai dari minim listrik, transportasi terbatas, akses komunikasi juga hampir minim. Namun keterbatasan fasilitas yang disebutkan itu bukanlah tantangan utama, akses jalan sesungguhnya yang menjadi keinginan dan kerinduan mereka jika kelak datangnya perubahan .
Saat nereka melakukan pelayanan ke kampung-kampung yang letaknya berjauhan, aksesnya hanya bisa dijangkau menggunakan jalur laut, dengan menumpang perahu Jhonson.
Adapun jalur darat, itu juga hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Misalnya menuju ke Kampung Yongsu Spari. Untuk sampai ke tempat itu, bisa dilalui dengan jalur laut dengan lama perjalanan sekitar 30-an menit. Itupun kalau cuaca sedang teduh. jika tidak pilihanya otomatis jalan darat. Buruknya kondisi jalan darat yang baru mulai dirintis, ditambah terbatasnya sarana transportasi membuat mereka benar-benar menjadi Nakes yang tidak cukup jika hanya modal nekat, tapi juga harus benar-benar tangguh. Berjalan kaki berpuluh-puluh kilo meter, melewati jalan curam tajam berkelok, di tengah hutan rimba sudah tentu sangat melelahkan. Tapi semua itu akan terbayarkan ketika mereka bisa memberikan pelayanan yang baik dan maksimal.
“Ya itulah tantangannya, tapi kalau kami tidak mendatangi mereka, siapa lagi yang melayani mereka. Kami harus bertanggung jawab, meskipun resikonya berat,”ujar Everlina Soumilena, seorang tenaga medis senior di wilayah itu, Kamis (10/2).
Setidaknya ada 4 kampung yang menjadi tanggungjawab Puskesmas itu . Yakni Kampung Yongsu Desoyo ada di pusat distrik, Kampung Yongsu Spari, Kampung Ormuwari dan Nekaibe. Akses utamanya hanya bisa diakses melalui jalur laut.
Tapi apapun kondisinya di sana, tidak membuat mereka menyerah. Prinsip kerjasama dan saling suport nampaknya sudah amat kokoh terbangun diantara sesama mereka. Sehingga meskipun pekerjaan dan beban tanggung jawab cukup besar, tapi semangat kebersamaan itulah yang membuat mereka termotivasi dan tetap semangat. Keterbatasan tidak melunturkan semangat juang mereka untuk memberikan pelayanan yang baik dan prima.*