Sunday, October 26, 2025
27.2 C
Jayapura

Banyak yang Mengernyitkan Kening Lihat Ratusan Guratan Kulit yang Penuh Luka

“Restu itu penting agar tak ada celaka,” jelasnya. Bagi Akbar, salah satu pemain yang sudah enam kali ikut atraksi ini di Jayapura, setiap pukulan memang menyakitkan. Tapi rasa bangganya jauh mengalahkan rasa sakit itu. “Sakit pasti, tapi ini kebanggaan saya sebagai anak Kampung Morela. Karena pertunjukan ini bagian dari identitas saya,” tuturnya.

Usai pertunjukan, luka-luka mereka tak diobati dengan salep atau antiseptik modern. Hanya getah pohon jarak yang dioleskan sesaat setelah atraksi, selebihnya tubuh dibiarkan sembuh dengan sendirinya. “Dalam seminggu, luka-luka ini akan hilang dengan sendirinya,” jelas Akbar.

Iapun menjelaskan atraksi Pukul Manyapu tak membatasi usia. Anak-anak tampil di pagi hari, sementara orang dewasa beraksi saat senja. “Tidak ada batasan usia, karena memang ini merupakan tradisi sebagai bentuk ucapan syukur atas kemenangan dibulan suci ramadan,” tuturnya. Ketua Ikatan Keluarga Maluku (Ikemal) Papua, Christian Sohilait, menyampaikan pertunjukan ini menjadi magnet bagi warga sekitar. Bukan hanya warga Maluku, tapi juga masyarakat lintas daerah dan budaya yang datang untuk menyaksikan keberanian dan keteguhan para pewaris budaya ini.

Baca Juga :  Pelantikan DPRK Merauke sebagai Pengakuan Masyarakat Adat Dalam Pemerintahan

“Tradisi ini bukan hanya hiburan. Ini merupakan bentuk edukasi bagi generasi muda, agar mereka tak lupa pada jati dirinya,” ucap Christian.  Di tengah arus modernisasi yang kian deras, Pukul Manyapu hadir sebagai penegas bahwa budaya bukanlah masa lalu yang harus ditinggalkan, melainkan akar yang terus menghidupi. Di tanah rantau, di bawah langit Jayapura, bara tradisi itu tetap menyala.

Ia adalah saksi bisu keberanian, solidaritas, dan penghormatan pada sejarah. Dan selama masih ada generasi yang bersedia memikul warisan itu, Pukul Manyapu tak akan padam. “Tradisi ini akan terus hidup, menyalakan semangat dan mengingatkan kita semua, bahwa budaya adalah rumah yang tak pernah jauh dari hati,” pungkasnya. (*)

Baca Juga :  Kalau Polisi Tak Patuh Perintah MK, Saya Akan Adukan Lagi

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

“Restu itu penting agar tak ada celaka,” jelasnya. Bagi Akbar, salah satu pemain yang sudah enam kali ikut atraksi ini di Jayapura, setiap pukulan memang menyakitkan. Tapi rasa bangganya jauh mengalahkan rasa sakit itu. “Sakit pasti, tapi ini kebanggaan saya sebagai anak Kampung Morela. Karena pertunjukan ini bagian dari identitas saya,” tuturnya.

Usai pertunjukan, luka-luka mereka tak diobati dengan salep atau antiseptik modern. Hanya getah pohon jarak yang dioleskan sesaat setelah atraksi, selebihnya tubuh dibiarkan sembuh dengan sendirinya. “Dalam seminggu, luka-luka ini akan hilang dengan sendirinya,” jelas Akbar.

Iapun menjelaskan atraksi Pukul Manyapu tak membatasi usia. Anak-anak tampil di pagi hari, sementara orang dewasa beraksi saat senja. “Tidak ada batasan usia, karena memang ini merupakan tradisi sebagai bentuk ucapan syukur atas kemenangan dibulan suci ramadan,” tuturnya. Ketua Ikatan Keluarga Maluku (Ikemal) Papua, Christian Sohilait, menyampaikan pertunjukan ini menjadi magnet bagi warga sekitar. Bukan hanya warga Maluku, tapi juga masyarakat lintas daerah dan budaya yang datang untuk menyaksikan keberanian dan keteguhan para pewaris budaya ini.

Baca Juga :  Perlu Dilakukan Agar Ada Pengakuan dari Pemerintah

“Tradisi ini bukan hanya hiburan. Ini merupakan bentuk edukasi bagi generasi muda, agar mereka tak lupa pada jati dirinya,” ucap Christian.  Di tengah arus modernisasi yang kian deras, Pukul Manyapu hadir sebagai penegas bahwa budaya bukanlah masa lalu yang harus ditinggalkan, melainkan akar yang terus menghidupi. Di tanah rantau, di bawah langit Jayapura, bara tradisi itu tetap menyala.

Ia adalah saksi bisu keberanian, solidaritas, dan penghormatan pada sejarah. Dan selama masih ada generasi yang bersedia memikul warisan itu, Pukul Manyapu tak akan padam. “Tradisi ini akan terus hidup, menyalakan semangat dan mengingatkan kita semua, bahwa budaya adalah rumah yang tak pernah jauh dari hati,” pungkasnya. (*)

Baca Juga :  Pemprov Fasilitasi Tua-tua Adat Temui Mendagri

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya