Akan tetapi karena kurangnya kesadaran, dan juga kendala lain yang dihadapi pemilik, maka yang terjadi kendaraan ini tetap menggunakan plat luar, meskipun mereka tahu bahwa itu bentuk pelanggaran.
“Padahal urus mutasi masuk kendaraan sekarang sangat mudah, dan juga tidak pungut biaya, tapi memang masyarakat kita ini cukup malas tahu dengan aturan,” bebernya.
Langkah yang dilakukan Samsat Kota Jayapura selama ini memasifkan sosialisasi baik melalui media sosial, media mainstrem, dan juga penyebaran brosur. “Karena untuk menindak seperti tilang fisik, bukan kewenangan kami, sehingga langkah yang kami lakukan dengan memasifkan sosilisasi,” ungkapnya.
Pihaknyapun tidak memiliki data tentang jumlah kendaraan berpalat luar di Kota Jayapura, ini terjadi karena pemilik kendaraan tidak pernah membuat laporan ke Samsat. “Adapun yang datang melapor tapi hanya segelintir orang,” katanya.
Keberadaan kendaraan luar ini, berdampak pada penerimaan pajak. Dimana jumlah kendaraan yang semakin tinggi tidak selaras dengan penerimaan pajak daerah.
Meski demikian, namun realisasi penerimaan pajak khususnya bea balik nama, per Rabu (11/6) kemarin, tercatat sebesar Rp. 32.831.715.000 atau 72 persen dari target Rp 45.424.190.000.
“Kami optimis dengan adanya program bebas denda yang akan berakhir 20 November 2024, target ini akan tercapai,” ujarnya.
Sementara itu untuk penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), per Rabu (6/11) kemarin mencapai Rp 76.159.759.000 atau 90,67 persen dari target Rp. 83.989.146.000. “Sampai akhir tahun kita targetkan capai, bahkan lebih,” tandasnya.
Dian menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi untuk pengurusan mutasi masuk. Untuk perseorangan diantaranya KTP asli dan fotokopi, baik penjual maupun pembeli, STNK asli dan fotokopi, BKPB Asli, dan Kartu Induk BPKB, surat keterangan fiskal antar daerah, serta yang tidak kala penting kwistansi bukti transaksi jual beli serta beberapa berkas lsinnya yang dibawa saat urus di Kantor Samsat Kota Jayapura.
“Kalau untuk badan hukum seperti PT, CV, maupun Koprasi, selain BPKB, STNK, KTP dan surat keterangan fiskal antar daerah, juga foto kopy SKEP/Situ/Siup, dan lainnya,” jelasnya
Sementara itu, sebelumnya Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bapenda) Papua, Hans Hamadi juga menyebut kendaran plat nomor luar Papua ini merugikan Daerah Provinsi Papua. Sebab, kendaraan-kendaraan tersebut tetap membayar pajak di daerah asal sesuai dengan asal kode plat nomor kendaraan masing-masing. Sedangkan Provinsi Papua, hanya menanggung beban jalan yang dilalui kendaraan tersebut.
“Kita mengalami kerugian dengan adanya kendaraan bernomor polisi luar. Pertama, mereka menggunakan jalan kita. Kedua, menggunakan (kuota) BBM kita dan ketiga, dia tidak bayar pajak kepada kita,” kata Hans kepada wartawan, Kamis (31/10).