Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Sopir Angkot Naikkan Tarif Sendiri, Awalnya Banyak Pengaduan Masyarakat

Ketika Pemerintah Dinilai Lambat Lakukan Penyesuaian Tarif Angkot di Kota Jayapura

Sejak aksi mogok para sopir angkutan kota di Jayapura, terutama angkutan yang masuk ke terminal batas kota Waena, tak segera mendapat jawaban penyesuaian tarif dari Pemkot, ternyata para sopir angkutan sudah mengambil keputusan menerapkan tarif baru, karena tak mau merugi.  Apalagi Kabupaten Jayapura, untuk rute Sentani-Waena sudah ada penyesuaian tarif.

Laporan: Melda Vicasari Daud_JAYAPURA

Selasa (5/7) siang kemarin, cuaca cukup panas. Puluhan mobil angkutan umum jurusan Abe Waena berwarna putih terlihat  terparkir di halaman luas terminal Waena untuk menunggu giliran mengangkut penumpang. Beberapa  angkot lainnya, berlalu lalang keluar masuk terminal dengan membawa sejumlah penumpang di dalamnya.

  Menjelang sore hari, beberapa sopir  masih semangat  berteriak “Abe Abe” memanggil para penumpang untuk naik angkot. Sebagian sopir angkot yang antre menunggu giliran, terlihat sedang beristirahat sambil bercakap-cakap di depan antrean mobil. Dari kumpulan para sopir angkot ini juga ada Ketua Ikatan Keluarga Besar Sopir (IKBS) Abe Waena, Laode Hiasi.

  Saat dimintai keterangan terkait kenaikan tarif angkutan umum, Laode Hiasi dengan menggebu-gebu segera mengeluarkan tanggapannya. Beberapa sopir pun juga segera berkumpul untuk mendengar tanggapan ketua IKBS Abe-Waena ini.

  Menurut Laodi Hiasi, karena saat ini sudah tidak ada  bahan bakar premium, sehingga para sopir beralih menggunakan bahan bakar pertalite, dimana harganya lebih mahal dari premium. Peningkatan biaya operasional dengan adnya peralihan BBM dari Premium ke pertalite ini, tentu merugikan para sopir bila tidak segera ada penyesuian tarif resmi pemerintah.

    Seperti diketahui, harga pertalite dengan premium jauh beda. Pertalite seharga Rp 7.850/liter dan Premium hanya seharga Rp 6.450 ribu, selisihnya Rp 1.400/liter. “Kenapa kami mogok beberapa minggu lalu,  karena kami sudah cukup lama narik dengan tarif Rp 5.000 dengan harga Premium Rp 6.450. Berarti kami sudah subsidi di masyarakat, padahal seharusnya bukan kami yang lakukan itu, kami juga tidak mau rugi,” ucapnya dengan tegas.

Baca Juga :  Batasi Anak Main Gadget  dan Dampingi Untuk Penguatan Psikologi 

  Laode Hiasi mempertanyakan mengapa pemerintah terlalu lama mengambil tindakan  atau mengambil keputusan untuk permasalahan ini. “Pemerintah ini seperti lambat. Padahal kami masyarakat sudah sengsara dengan harga BBM seperti itu. Kami minta pemerintah supaya dipercepat prosesnya,” ujarnya dengan penuh penekanan.

  Karena tak kunjung ada tanggapan dari pemerintah, para sopir angkot Abe-Waena pun mengambil keputusan sepihak, dengan menaikkan tarif angkutan sendiri. Sebab, aksi demo maupun penyampaian aspirasi ke Pemkot dalam hal ini Dinas Perhubungan juga tak segera membuahkan hasil.

  Aksi mogok pun dinilai bukan hal yang bijak, selain menyusahkan masyarakat penumpang angkot, pendapatan sopir angkot pun terdampak bila melakukan aksi mogok. Karena itu, sejak tak ada tanda Pemkot mengambil keputusan penyesuaian tariff, para sopir angkot ini menaikkan tarif Abe Waena  dari Rp 5000 menjadi Rp 6.000 ribu untuk  penumpang umum, dan Rp 3000 menjadi Rp 4000 untuk penumpang pelajar.

  “Saya minta maaf, kami di Waena sudah naikan tarif karena masalah ini sudah cukup lama ya dari bulan Agustus  2021, sudah hampir 1 tahun,” ujar lelaki yang memakai peci hitam ini.

  Laode Hiasi juga menjelaskan dirinya sudah berkeliling ke Wali kota, kantor DPR dan Dinas Perhubungan Provinsi untuk mempertanyakan hal ini. Pada rapat yang ke-5 di wali kota, sudah ada kesepakatan tarif angkutan Rp 6.000  untuk umum dan Rp 4.000 untuk pelajar untuk Abe Waena. Ia menegaskan pihaknya tidak menaikan tarif secara sepihak. Tarif angkot yang dikeluarkan pun itu adalah tarif yang sudah tertera dalam surat edaran Sekda.

Baca Juga :  MUI Diharap Lebih Intens Sosialisasikan di Masjid-Masjid

  Saat ditanya tentang tanggapan masyarakat terhadap kenaikan tarif ini. Laode Hiasi mengatakan menurutnya Rp 1.000   tidak akan menjadi masalah untuk orang di Papua.  “Kami tidak minta banyak, kami tahu juga masyarakat susah. Kami juga tidak mau membebani masyarakat. Masyarakat tidak terbebani dan kami juga tidak dirugikan. Saya rasa kalau naik Rp 1000  masyarakat tidak akan menuntut.,” ujarnya dengan penuh harap.

  Laode Hiasi mengungkapkan awal pemberlakukan kenaikan tarif angkutan umum terjadi masalah, tetapi seiring berjalannya waktu sudah berjalan seperti biasa. Menurutnya pada minggu awal kenaikan tarif ini, pihaknya sempat  bolak balik Polsek dikarenakan aduhan masyarakat. Masyarakat hanya mengeluh mempertanyakan tarif yang naik, tapi tidak mengerti akar masalahnya. Tetapi setelah dijelaskan barulah masyarakat mengerti dan sampai sekarang tidak lagi ada masalah yang terjadi.

   “Yang penting pemerintah sigap tolong selesaikan secepatnya. Ini sebenarnya saya tidak tahu  masalahnya di pemerintah provinsi atau kota. Tapi tolong segera diturunkan SK gubernurnya,” tekannya.

  Ditambahkan, bahwa untuk angkutan umum yang beroperasi jalur terminal Waena ke pasar Youtefa atau bisa juga dari Perumnas 3 ke Youtefa terdata ada 634 armada secara keseluruhan. (*/tri)

Ketika Pemerintah Dinilai Lambat Lakukan Penyesuaian Tarif Angkot di Kota Jayapura

Sejak aksi mogok para sopir angkutan kota di Jayapura, terutama angkutan yang masuk ke terminal batas kota Waena, tak segera mendapat jawaban penyesuaian tarif dari Pemkot, ternyata para sopir angkutan sudah mengambil keputusan menerapkan tarif baru, karena tak mau merugi.  Apalagi Kabupaten Jayapura, untuk rute Sentani-Waena sudah ada penyesuaian tarif.

Laporan: Melda Vicasari Daud_JAYAPURA

Selasa (5/7) siang kemarin, cuaca cukup panas. Puluhan mobil angkutan umum jurusan Abe Waena berwarna putih terlihat  terparkir di halaman luas terminal Waena untuk menunggu giliran mengangkut penumpang. Beberapa  angkot lainnya, berlalu lalang keluar masuk terminal dengan membawa sejumlah penumpang di dalamnya.

  Menjelang sore hari, beberapa sopir  masih semangat  berteriak “Abe Abe” memanggil para penumpang untuk naik angkot. Sebagian sopir angkot yang antre menunggu giliran, terlihat sedang beristirahat sambil bercakap-cakap di depan antrean mobil. Dari kumpulan para sopir angkot ini juga ada Ketua Ikatan Keluarga Besar Sopir (IKBS) Abe Waena, Laode Hiasi.

  Saat dimintai keterangan terkait kenaikan tarif angkutan umum, Laode Hiasi dengan menggebu-gebu segera mengeluarkan tanggapannya. Beberapa sopir pun juga segera berkumpul untuk mendengar tanggapan ketua IKBS Abe-Waena ini.

  Menurut Laodi Hiasi, karena saat ini sudah tidak ada  bahan bakar premium, sehingga para sopir beralih menggunakan bahan bakar pertalite, dimana harganya lebih mahal dari premium. Peningkatan biaya operasional dengan adnya peralihan BBM dari Premium ke pertalite ini, tentu merugikan para sopir bila tidak segera ada penyesuian tarif resmi pemerintah.

    Seperti diketahui, harga pertalite dengan premium jauh beda. Pertalite seharga Rp 7.850/liter dan Premium hanya seharga Rp 6.450 ribu, selisihnya Rp 1.400/liter. “Kenapa kami mogok beberapa minggu lalu,  karena kami sudah cukup lama narik dengan tarif Rp 5.000 dengan harga Premium Rp 6.450. Berarti kami sudah subsidi di masyarakat, padahal seharusnya bukan kami yang lakukan itu, kami juga tidak mau rugi,” ucapnya dengan tegas.

Baca Juga :  Lahirkan Kapolda Papua dan Pemimpin Hebat Papua Lainnya

  Laode Hiasi mempertanyakan mengapa pemerintah terlalu lama mengambil tindakan  atau mengambil keputusan untuk permasalahan ini. “Pemerintah ini seperti lambat. Padahal kami masyarakat sudah sengsara dengan harga BBM seperti itu. Kami minta pemerintah supaya dipercepat prosesnya,” ujarnya dengan penuh penekanan.

  Karena tak kunjung ada tanggapan dari pemerintah, para sopir angkot Abe-Waena pun mengambil keputusan sepihak, dengan menaikkan tarif angkutan sendiri. Sebab, aksi demo maupun penyampaian aspirasi ke Pemkot dalam hal ini Dinas Perhubungan juga tak segera membuahkan hasil.

  Aksi mogok pun dinilai bukan hal yang bijak, selain menyusahkan masyarakat penumpang angkot, pendapatan sopir angkot pun terdampak bila melakukan aksi mogok. Karena itu, sejak tak ada tanda Pemkot mengambil keputusan penyesuaian tariff, para sopir angkot ini menaikkan tarif Abe Waena  dari Rp 5000 menjadi Rp 6.000 ribu untuk  penumpang umum, dan Rp 3000 menjadi Rp 4000 untuk penumpang pelajar.

  “Saya minta maaf, kami di Waena sudah naikan tarif karena masalah ini sudah cukup lama ya dari bulan Agustus  2021, sudah hampir 1 tahun,” ujar lelaki yang memakai peci hitam ini.

  Laode Hiasi juga menjelaskan dirinya sudah berkeliling ke Wali kota, kantor DPR dan Dinas Perhubungan Provinsi untuk mempertanyakan hal ini. Pada rapat yang ke-5 di wali kota, sudah ada kesepakatan tarif angkutan Rp 6.000  untuk umum dan Rp 4.000 untuk pelajar untuk Abe Waena. Ia menegaskan pihaknya tidak menaikan tarif secara sepihak. Tarif angkot yang dikeluarkan pun itu adalah tarif yang sudah tertera dalam surat edaran Sekda.

Baca Juga :  Ciptakan Pelapis Keramik Semprot Termal, Digandeng Badan Antariksa Eropa

  Saat ditanya tentang tanggapan masyarakat terhadap kenaikan tarif ini. Laode Hiasi mengatakan menurutnya Rp 1.000   tidak akan menjadi masalah untuk orang di Papua.  “Kami tidak minta banyak, kami tahu juga masyarakat susah. Kami juga tidak mau membebani masyarakat. Masyarakat tidak terbebani dan kami juga tidak dirugikan. Saya rasa kalau naik Rp 1000  masyarakat tidak akan menuntut.,” ujarnya dengan penuh harap.

  Laode Hiasi mengungkapkan awal pemberlakukan kenaikan tarif angkutan umum terjadi masalah, tetapi seiring berjalannya waktu sudah berjalan seperti biasa. Menurutnya pada minggu awal kenaikan tarif ini, pihaknya sempat  bolak balik Polsek dikarenakan aduhan masyarakat. Masyarakat hanya mengeluh mempertanyakan tarif yang naik, tapi tidak mengerti akar masalahnya. Tetapi setelah dijelaskan barulah masyarakat mengerti dan sampai sekarang tidak lagi ada masalah yang terjadi.

   “Yang penting pemerintah sigap tolong selesaikan secepatnya. Ini sebenarnya saya tidak tahu  masalahnya di pemerintah provinsi atau kota. Tapi tolong segera diturunkan SK gubernurnya,” tekannya.

  Ditambahkan, bahwa untuk angkutan umum yang beroperasi jalur terminal Waena ke pasar Youtefa atau bisa juga dari Perumnas 3 ke Youtefa terdata ada 634 armada secara keseluruhan. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya