Bangunan sekitarnya juga tak kalah miris, tempat yang dahulu ramai baik hari biasa maupun liburan ini menjadi terkesan angker. Banyak tumbuhan liar yang tumbuh liar, membuat suasana menjadi gelap dan dingin walaupun di siang hari sekalipun.
Atap plafon triplek terlihat rusak, dinding bangunan yang dahulunya putih terang kini pudar tercampur hitam. Sementara itu dinding kaca bangunan hampir sebagai rusak dan kemudian dilapisi dengan triplek. Kemudian, di pintu masuk bangunan terdapat coretan dan gambar mengandung isu SARA dan pornografi. Di lain sisi terdapat lukisan bendera bintang kejora dan sejenisnya.
Pemandangan bangunan yang kosong dan serem ketika dilihat dari kejauhan, ternyata dihuni oleh sekira sebanyak tujuh (7) kepala keluarga (KK) yang tidak memiliki rumah pribadi.
Salah seorang pria tua yang akrab disapa Pak Idul (+53), warga yang mendiami bangunan rusak itu mengaku dirinya telah menetap di tempat tersebut setelah kolam renang tidak lagi digunakan.
Ia mengaku, dirinya bersama sang istri menetap di bangunan eks lokasi kolam renang itu sebelum menikah hingga dikaruniai lima orang anak. Tidak menjadi masalah bagi dirinya dan keluarga tinggal di bangunan yang terkesan serem dan gelap itu.
“Kita sudah lama tinggal disini (eks kolam renang Kotaraja). Dari awal nikah hingga dikaruniai lima orang anak. Yang sulung sudah kuliah,” kata Ipul kepada Cenderawasih Pos, Senin (2/12).
Pria kelahiran Jayapura itu mengaku, kolam renang ini terbengkalai sudah sejak lama. Ia dan beberapa kepala keluarga lainnya tinggal di tempat itu sudah berpuluh-puluh tahun lamanya. “Kalau untuk aliran listrik masih stabil, kita juga selalu isi pulsa (token listrik),” singkatnya.
Tak jauh dari bangunan eks kolam renang itu, Sukarni (54) warga lain mengatakan bangunan tersebut berdiri hampir bersamaan dengan berdirinya taman budaya provinsi Papua yang berlokasi di ekspo dan gedung Pramuka di Buper Waena. Dahulu kolam renang tersebut menjadi primadona masyarakat Kota Jayapura.
“Kolam ini sudah ditelantarkan sekira belasan tahun yang lalu,” kata Sukarni, Selasa (2/12).
Ia menyayangkan jika pemerintah tidak seirus untuk mengelola tempat itu, sehingga menjadi seperti saat ini. Padahal, kalau dikelola baik bisa menghasilkan PAD. Di satu sisi yang menjadi kendala besar pemerintah adalah apakah masyarakat yang mendiami bangunan itu berpuluh-puluh tahun mau pindah? Tentu susah, tetapi apa salahnya untuk mencoba.