Friday, November 22, 2024
33.7 C
Jayapura

IAGI Papua Sebut Semburan Gas Tidak Berbahaya

JAYAPURA – Fenomena semburan gas yang mengeluarkan api di Kampung Bugis, Holtekamp, Distrik Muara Tami mengundang perhatian berbagai pihak tak terkecuali para ahli. Setelah informasinya menyebar 4 hari lalu, pada Jumat (27/10) sejumlah ahli geologi dari Uncen maupun Ikatan Ahli Geologi (IAGI) Provinsi Papua mendatangi lokasi ini.

Para ahli ini ikut mengecek penyebab semburan gas dengan mengecek lapisan tanah permukaan menggunakan alat Georadar. Hanya untuk  kepastian penyebab dan apakah kondisi  semburan akan terus berlanjut masih harus dilakukan penelitian lebih dulu.

Para ahli menyatakan akan segera mengumumkan ini. “Dalam waktu sesingkat – singkatnya kalau sudah selesai akan langsung kami sampaikan ke public,” kata Dr Enos Karapa, Ketua Program Studi Teknik Pertambangan Uncen saat ditemui di lokasi semburan.

Enos datang bersama beberapa pengurus IAGI lainnya yakni Marcelino Yonas dan Indra.  Enos menjelaskan bahwa dengan alat georadar ini pihaknya ingin mengamati kondisi bawah permukaan disekitar titik api. Harapannya bisa mendapat lapisan void atau kondisi ruang kosong di dalam tanah sebab gas selalu berhubungan dengan lapisan ini.

Baca Juga :  Tingkatkan Kesiapsiagaan Pegawai Melalui Pelatihan dan Simulasi Kebakaran

“Semoga kami bisa mendapatkan gambaran penampang kondisi daerah seperti apa lalu kita akan analisa apakah factor Biogenic atau Hydrothermal. Segera kami disimpulkan,” jelas Enos.

Dikatakan, pihaknya tidak bisa menyimpulkan hanya dengan melihat secara fisik dari semburan api melainkan harus diteliti dan dikaji.

Ia menjelaskan factor Biogenik terjadi karena ada organisme yang terperangkap dalam lapisan tanah dan tertutupi dengan lapisan lain kemudian menghasilkan gas karena terperangkap tadi.  Lalu selama sekian lama di lapisan bawah tiba – tiba ada aktifitas pengeboran akhirnya gas tersebut keluar lewat titik pengeboran tadi.

“Batu bara juga sama prosesnya seperti itu. Umum biasa digunakan dengan istilah gas rawa atau gas sawah. Di Jawa ada beberapa lokasi yang dimanfaatkan,” imbuhnya. Nah georadar ini nantinya akan membaca seperti rekaman jantung dan ada grafik.

Baca Juga :  RSP Butuh Lahan 30 Ribu Ha, Gunakan Dana APBN

Dari grafik itu  barulah akan diinterpretasi  lapisannya seperti apa. Misal ada void di bawah nanti tergambar dari grafik tersebut namun ada standart untuk menghitung semuanya. Lanjut Enos, prinsip  adalah selalu mencari  celah untuk keluar dan aktifitas manusia satu hal yang bisa memicu.

Faktor lainnya adalah patahan.  “Gas selalu berusaha mencari jalan  keluar dan kebetulan kemarin ada pengeboran makanya dia keluar lewat situ,” tambahnya.  Disinggung soal gas tersebut apakah bisa dikelola dalam konsep ekonomi menurut Enos jika gas ini jika memiliki cadangan dan nilai ekonomis maka sebaiknya dimanfaatkan namun bila tidak sarannya sebaiknya ditutup.

JAYAPURA – Fenomena semburan gas yang mengeluarkan api di Kampung Bugis, Holtekamp, Distrik Muara Tami mengundang perhatian berbagai pihak tak terkecuali para ahli. Setelah informasinya menyebar 4 hari lalu, pada Jumat (27/10) sejumlah ahli geologi dari Uncen maupun Ikatan Ahli Geologi (IAGI) Provinsi Papua mendatangi lokasi ini.

Para ahli ini ikut mengecek penyebab semburan gas dengan mengecek lapisan tanah permukaan menggunakan alat Georadar. Hanya untuk  kepastian penyebab dan apakah kondisi  semburan akan terus berlanjut masih harus dilakukan penelitian lebih dulu.

Para ahli menyatakan akan segera mengumumkan ini. “Dalam waktu sesingkat – singkatnya kalau sudah selesai akan langsung kami sampaikan ke public,” kata Dr Enos Karapa, Ketua Program Studi Teknik Pertambangan Uncen saat ditemui di lokasi semburan.

Enos datang bersama beberapa pengurus IAGI lainnya yakni Marcelino Yonas dan Indra.  Enos menjelaskan bahwa dengan alat georadar ini pihaknya ingin mengamati kondisi bawah permukaan disekitar titik api. Harapannya bisa mendapat lapisan void atau kondisi ruang kosong di dalam tanah sebab gas selalu berhubungan dengan lapisan ini.

Baca Juga :  Ingin Jadi Manager Operasional dan Instruktur Pilot Untuk Anak Papua

“Semoga kami bisa mendapatkan gambaran penampang kondisi daerah seperti apa lalu kita akan analisa apakah factor Biogenic atau Hydrothermal. Segera kami disimpulkan,” jelas Enos.

Dikatakan, pihaknya tidak bisa menyimpulkan hanya dengan melihat secara fisik dari semburan api melainkan harus diteliti dan dikaji.

Ia menjelaskan factor Biogenik terjadi karena ada organisme yang terperangkap dalam lapisan tanah dan tertutupi dengan lapisan lain kemudian menghasilkan gas karena terperangkap tadi.  Lalu selama sekian lama di lapisan bawah tiba – tiba ada aktifitas pengeboran akhirnya gas tersebut keluar lewat titik pengeboran tadi.

“Batu bara juga sama prosesnya seperti itu. Umum biasa digunakan dengan istilah gas rawa atau gas sawah. Di Jawa ada beberapa lokasi yang dimanfaatkan,” imbuhnya. Nah georadar ini nantinya akan membaca seperti rekaman jantung dan ada grafik.

Baca Juga :  Setiap Hari 4700-an Pelanggar Terekam

Dari grafik itu  barulah akan diinterpretasi  lapisannya seperti apa. Misal ada void di bawah nanti tergambar dari grafik tersebut namun ada standart untuk menghitung semuanya. Lanjut Enos, prinsip  adalah selalu mencari  celah untuk keluar dan aktifitas manusia satu hal yang bisa memicu.

Faktor lainnya adalah patahan.  “Gas selalu berusaha mencari jalan  keluar dan kebetulan kemarin ada pengeboran makanya dia keluar lewat situ,” tambahnya.  Disinggung soal gas tersebut apakah bisa dikelola dalam konsep ekonomi menurut Enos jika gas ini jika memiliki cadangan dan nilai ekonomis maka sebaiknya dimanfaatkan namun bila tidak sarannya sebaiknya ditutup.

Berita Terbaru

Belasan Orang Hilang Hingga November 2024

Jangan Ada PSU Maupun Gugatan di MK

DPTb Kota Jayapura 21 Orang

Artikel Lainnya