Thursday, April 25, 2024
31.7 C
Jayapura

Kejati Jadwalkan Ulang Pemanggilan Bupati Keerom

Diperiksa Sebagai Saksi Terkait Dugaan Penyalahgunaan Dana Hibah dan Bansos

JAYAPURA- Penyidik Kejaksaan Tinggi Papua akan memanggil Bupati Keerom terkait dugaan kasus penyalahgunaan dana hibah dan bantuan sosial Kabupaten Keerom tahun anggaran 2017 senilai Rp 23 Miliar.

Sebagaimana diketahui, untuk dana hibah Rp 57 miliar dan dana bansos Rp 23 miliar. Jumlah keseluruhan dana hibah dan bansos yang ada pertanggungjawabannya hanya sekitar Rp 20 miliar,  sementara Rp 60 miliar belum dipertanggungjawabkan.

Bupati Keerom Muhammad Markum awalnya dijadwalkan menjalami pemeriksaan sebagai saksi di Kejati Papua, Rabu (29/1) kemarin. Namun pemeriksaan tersebut ditunda dan akan dijadwalkan ulang. 

 “Hari ini (kemarin, red) jadwal pemanggilan terhadap yang bersangkutan. Tapi tadi stafnya datang ke kantor mohon penundaan. Sehingga ia akan dijadwalkan kembali menjalani pemeriksaan sebagai saksi pekan depan,” jelas Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua, Alexander Sinuraya saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Rabu (29/1).

Dalam dugaan kasus penyalahgunaan dana bantuan sosial Kabupaten Keerom tahun anggaran 2017, sebanyak 15 saksi telah dimintai keterangannya. Adapun saksi yang dimintai keterangan yakni dari  BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Kabupaten Keerom, bendahara dan penerima bantuan. 

Baca Juga :  Isu Penculikan Anak Kembali Picu Penyaniayan 4 Sopir di Yalimo

Adapun dugaan kasus penyalahgunaan dana hibah dan Bansos itu yakni belum dapat dipertanggungjawabkan hingga saat ini. Kasus tersebut merupakan temuan BPK tahun 2017 silam.

“Kasus ini diketahui dari adanya masyarakat yang melapor, dengan total penerima dana Bansos pada tahun 2017 hanpir 500 orang,” terangnya.

Ia menyampaikan bahwa dalam kasus ini penerima belum menyerahkan pertanggungjawaban dan ini yang sedang didalami.

“Seharusnya kalau menerima dana Bansos harus membuat pertanggungjawabannya. Namun sebagian dari mereka yang menerima dana Bansos sebatas terima saja tapi  tidak lagi muncul dan tidak membuat pertanggungjawaban,” ucapnya.

Dalam kasus ini lanjutnya, pihak pemberi juga bisa berpotensi  memanipulasi data.

Secara terpisah, Ketua Dewan Adat Kabupaten Keerom Servo Tuamis menyatakan dukungannya kepada pihak Kejati Papua untuk mengusut tuntas kasus tersebut.  

“Kami akan menyambut kedatangan pihak Kejaksaan di Keerom guna penyelidikan kasus.  Tujuannya untuk mengungkap pihak-pihak yang sebenarnya terlibat dalam kasus ini,” ucap Servo melalui telepon selulernya.

Baca Juga :  Penjabat Gubernur di 3 Wilayah DOB Diusulkan ke Presiden

Menurutnya, Dewan Adat Keerom, masyarakat dan pengurus lembaga keagamaan  terkadang mendapatkan dana hibah atau bantuan sosial yang tidak sesuai dengan permintaan yang telah disetujui beberapa tahun ini. 

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Papua tengah melakukan penyelidikan penggunaan dana hibah dan bantuan sosial (Bansos) di Kabupaten Keerom, yang tidak sesuai peruntukannya.

Kasus tersebut terjadi pada Tahun Anggaran 2017 dan hingga kini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Untuk dana hibah Rp 57 miliar dan dana bansos Rp 23 miliar. Jumlah keseluruhan dana hibah dan bansos yang ada pertanggungjawabannya hanya sekitar Rp 20 miliar, jadi masih Rp 60 miliar yang belum dipertanggungjawabkan.

Dari keterangan para saksi maupun SKPD dan pejabat BPKAD Kabupaten Keerom, belum ada feedback dari yang diberikan dana hibah dan Bansos. Baik kelompok, perorangan maupun lembaga, dan tidak ada NPHD. (fia/nat)

Diperiksa Sebagai Saksi Terkait Dugaan Penyalahgunaan Dana Hibah dan Bansos

JAYAPURA- Penyidik Kejaksaan Tinggi Papua akan memanggil Bupati Keerom terkait dugaan kasus penyalahgunaan dana hibah dan bantuan sosial Kabupaten Keerom tahun anggaran 2017 senilai Rp 23 Miliar.

Sebagaimana diketahui, untuk dana hibah Rp 57 miliar dan dana bansos Rp 23 miliar. Jumlah keseluruhan dana hibah dan bansos yang ada pertanggungjawabannya hanya sekitar Rp 20 miliar,  sementara Rp 60 miliar belum dipertanggungjawabkan.

Bupati Keerom Muhammad Markum awalnya dijadwalkan menjalami pemeriksaan sebagai saksi di Kejati Papua, Rabu (29/1) kemarin. Namun pemeriksaan tersebut ditunda dan akan dijadwalkan ulang. 

 “Hari ini (kemarin, red) jadwal pemanggilan terhadap yang bersangkutan. Tapi tadi stafnya datang ke kantor mohon penundaan. Sehingga ia akan dijadwalkan kembali menjalani pemeriksaan sebagai saksi pekan depan,” jelas Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua, Alexander Sinuraya saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Rabu (29/1).

Dalam dugaan kasus penyalahgunaan dana bantuan sosial Kabupaten Keerom tahun anggaran 2017, sebanyak 15 saksi telah dimintai keterangannya. Adapun saksi yang dimintai keterangan yakni dari  BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Kabupaten Keerom, bendahara dan penerima bantuan. 

Baca Juga :  Isu Penculikan Anak Kembali Picu Penyaniayan 4 Sopir di Yalimo

Adapun dugaan kasus penyalahgunaan dana hibah dan Bansos itu yakni belum dapat dipertanggungjawabkan hingga saat ini. Kasus tersebut merupakan temuan BPK tahun 2017 silam.

“Kasus ini diketahui dari adanya masyarakat yang melapor, dengan total penerima dana Bansos pada tahun 2017 hanpir 500 orang,” terangnya.

Ia menyampaikan bahwa dalam kasus ini penerima belum menyerahkan pertanggungjawaban dan ini yang sedang didalami.

“Seharusnya kalau menerima dana Bansos harus membuat pertanggungjawabannya. Namun sebagian dari mereka yang menerima dana Bansos sebatas terima saja tapi  tidak lagi muncul dan tidak membuat pertanggungjawaban,” ucapnya.

Dalam kasus ini lanjutnya, pihak pemberi juga bisa berpotensi  memanipulasi data.

Secara terpisah, Ketua Dewan Adat Kabupaten Keerom Servo Tuamis menyatakan dukungannya kepada pihak Kejati Papua untuk mengusut tuntas kasus tersebut.  

“Kami akan menyambut kedatangan pihak Kejaksaan di Keerom guna penyelidikan kasus.  Tujuannya untuk mengungkap pihak-pihak yang sebenarnya terlibat dalam kasus ini,” ucap Servo melalui telepon selulernya.

Baca Juga :  Pergeseran Bukan Penambahan

Menurutnya, Dewan Adat Keerom, masyarakat dan pengurus lembaga keagamaan  terkadang mendapatkan dana hibah atau bantuan sosial yang tidak sesuai dengan permintaan yang telah disetujui beberapa tahun ini. 

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Papua tengah melakukan penyelidikan penggunaan dana hibah dan bantuan sosial (Bansos) di Kabupaten Keerom, yang tidak sesuai peruntukannya.

Kasus tersebut terjadi pada Tahun Anggaran 2017 dan hingga kini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Untuk dana hibah Rp 57 miliar dan dana bansos Rp 23 miliar. Jumlah keseluruhan dana hibah dan bansos yang ada pertanggungjawabannya hanya sekitar Rp 20 miliar, jadi masih Rp 60 miliar yang belum dipertanggungjawabkan.

Dari keterangan para saksi maupun SKPD dan pejabat BPKAD Kabupaten Keerom, belum ada feedback dari yang diberikan dana hibah dan Bansos. Baik kelompok, perorangan maupun lembaga, dan tidak ada NPHD. (fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya