Sedangkan Duta Besar Pakistan untuk PBB, Munir Akran, mengatakan bahwa resolusi yang dirancang oleh kelompok Timur Tengah itu sengaja tidak mengutuk atau menyebut Israel maupun pihak lain.
“Jika Kanada benar-benar adil, akan setuju untuk menyebut nama semua orang, kedua belah pihak yang bersalah melakukan kejahatan, atau tidak menyebut nama keduanya seperti yang kami pilih,” sebut Akran.
Sesi khusus darurat majelis, yang dimulai pada Rabu (25/10), berlanjut pada Jumat (27/10) pagi dengan Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield yang menggemakan utusan Israel dengan menyebut resolusi itu keterlaluan karena tidak pernah menyebut Hamas dan mengatakan bahwa resolusi itu merugikan visi solusi dua negara.
Resolusi itu mengecam “segala aksi kekerasan terhadap warga sipil Palestina dan Israel, termasuk semua aksi teror dan serangan tanpa pandang bulu, serta semua tindakan provokasi, penghasutan dan penghancuran.”
Resolusi itu juga meminta agar “seluruh pihak segera dan sepenuhnya mematuhi kewajiban mereka di bahwa hukum internasional.”
Menekankan perlunya melindungi warga sipil “sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional dan hukum HAM internasional”, draf tersebut menyerukan “pembebasan segera dan tanpa syarat terhadap semua warga sipil yang disandera secara ilegal.”
Resolusi PBB itu juga menggarisbawahi pentingnya “mencegah destabilisasi dan eskalasi kekerasan lebih lanjut di kawasan.”
Pengesahan RUU tersebut menyusul penolakan majelis terhadap amendemen Kanada, yang didukung AS, yang mengecam “serangan teroris” Hamas pada 7 Oktober.
Pengesahan itu juga terjadi setelah empat rancangan resolusi yang berbeda di Dewan Keamanan PBB diveto dalam 10 hari.(*)
Sumber: Anatara. | Jawapos