MANOKWARI-Kepala suku pemilik ulayat tambang emas di Kampung Wasirawi, Kabupaten Manokwari, Papua Barat berharap kelompok penambang tradisional tidak menjadi tumbal penegakan hukum operasi PETI Polda Papua Barat.
Hal ini dikatakan Pilemon Mosyoi perwakilan kapala-kepala suku kampung Wasirawi dan Warmomi Distrik Masni, Rabu (27/4) di Manokwari, merespon langkah hukum Polda Papua Barat sejak penangkapan hingga penetapan tersangka penambang emas tanpa izin (PETI) di wilayah adat setempat.
“Tambang emas ini ibarat piring makan kami para pemilik ulayat. Penegak hukum silakan mengambil tindakan, tapi berikan juga solusi bagi kami yang mengais kekayaan alam secara tradisional,” ujarnya seperti dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (28/4).
Pilemon Mosyoi mengaku bahwa harapan para kepala suku yang disampaikan tidak bermaksud menentang ataupun melawan aparat penegak hukum. Namun sebagai aspirasi yang patut diperhatikan dan didengar pula oleh pemerintah setempat.
Ia bahkan mengungkap kembali kesepakatan yang pernah dilakukan antara masyarakat adat, pemerintah dan lembaga representasi kultur di daerah itu bahwa sumber daya alam emas Wasirawi dikelola secara tradisional dibawah kontrol koperasi masyarakat adat.
“Ada kesepakatan bahwa koperasi masyarakat adat menjadi salah satu wadah yang mengoordinir kegiatan penambangan emas secara tradisional, sambil menunggu proses Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dikeluarkan oleh kementerian dan lembaga terkait,” kata Pilemon Mosyoi.
Sebelumnya ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) Maxsi Nelson Ahoren mengatakan bahwa satupun pengelolaan kekayaan emas di wilayah Papua Barat belum memilik izin resmi dari pemerintah.
Ia mengakui bahwa pengelolaan emas di wilayah itu hanya sebatas kesepakatan antara pemilik ulayat dengan pihak pemodal, namun pengelolaannya pun secara tradisional bukan dalam skala besar menggunakan alat berat ekskavator.
“Banyak risiko yang dapat terjadi jika kegiatan penambangan emas di wilayah ini tidak tertata dengan baik. Selain mengancam lingkungan hidup, kegiatan pengerukan material sungai dalam skala besar pun berpotensi bencana,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Maxsi Nelson Ahoren, lembaga kultur MRPB akan berkoordinasi dengan Fraksi Otonomi Khusus DPRP Papua Barat untuk merancang sebuah regulasi inisiatif yang dapat memproteksi kegiatan penambangan emas secara tradisional dimaksud.
“Masyarakat adat punya kewenangan dari sisi hak ulayat, tapi untuk pengelolaannya harus berdasarkan aturan yang jelas pula, sehingga pemanfaatannya benar-benar mensejahterakan masyarakat adat sekitar, bukan kalangan tertentu.” ujar Maxsi Nelson Ahoren.
Sebelumnya Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Papua Barat menetapkan 31 orang tersangka dalam kasus penambangan emas tanpa izin (PETI) di Kampung Wasirawi, Kabupaten Manokwari, Papua Barat.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Papua Barat Kombes Pol Romilus Tamtelahitu melalui Kabid Humas Kombes Pol Adam Erwindi menyatakan dari total 46 orang yang ditangkap dari lokasi, 31 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
“Tim Gabungan Ditreskrimsus bersama Sat Brimob Polda Papua Barat melakukan penangkapan 46 orang pada Sabtu, 16 April 2022, di lokasi PETI. Dalam proses penyelidikan hingga penyidikan 31 orang di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Adam dalam siaran pers, Rabu (27/4).
Ia mengatakan dari tangan 31 tersangka, tim gabungan berhasil menyita barang bukti 136,97 gram emas diduga hasil PETI bersama 3 unit ekskavator, mesin genset, alkon, dan peralatan mendulang lainnya.
Dia menjelaskan bahwa 31 tersangka mengaku bekerja dalam kelompok penambang yang terorganisir maupun melakukan pendulangan secara mandiri (tradisional).
“Sebanyak 15 tersangka bekerja dalam satu kelompok pemodal berinisial ONK, 10 tersangka dalam dalam kelompok pemodal berinisial MS, dan 6 tersangka lainnya sebagai kelompok penambang mandiri atau tradisional,” katanya.
Ia mengatakan sejak penetapan tersangka, 31 orang itu sudah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Papua Barat untuk proses hukum selanjutnya.
“Puluhan penambang emas ilegal ini dijerat Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda 10 miliar rupiah,” ujarnya. (Antara/nat)