Friday, March 29, 2024
27.7 C
Jayapura

Menkominfo Minta Maaf

Menkominfo RI, Rudiantara

JAKARTA- Terkait dengan pembatasan akses internet di Papua dan Papua Barat, tak dapat dipungkiri banyak masyarakat yang dirugikan, termasuk usaha online, mulai dari online shop hingga ojek online.

Menyikapi hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI, Rudiantara, menyampaikan permohonan maafnya saat ditemui awak media usai menghadiri Rapat Terbatas (Ratas) di Istana Negara, Senin (26/8) petang kemarin.

“Saya juga minta maaf kepada teman-teman yang terdampak ini. Tapi ini untuk kepentingan bangsa,” sebut Rudiantara kepada para jurnalis di Istana Negara, Senin (26/8) kemarin.
Menkominfo Rudiantara mengaku bahwa pembatasan terhadap data akses internet di Papua dan Papua Barat bukan hanya diputuskan oleh Kominfo saja. Sebaliknya, pemerintah pada umumnya mempertimbangkan perihal ini dari berbagai sisi dan diputuskan masih dilakukan pembatasan terhadap data di dua provinsi tersebut.

Baca Juga :  Hari ini, Kapolri dan Panglima TNI Berkantor di Papua

“Kalau pembatasan, saya harapkan secepatnya dipulihkan kembali. Ini pembatasan ya, bukan pemblokiran total, karena masih bisa telepon dan sms. Tapi, tiap kebijakan memang ada yang dukungdan ada yang tidak dukung. Kembali ke pernyataan Presiden bahwa ini untuk kepentingan bersama,” terangnya.

Ditanya urgensi terkait pembatasan terhadap data di Papua dan Papua Barat, Menkominfo Rudiantara menjawab bahwa terdapat lebih dari 230 ribu URL yang menyebarkan hoaks di dunia maya, di mana yang paling masif ialah melalui media sosial twitter.

“Artinya, hoaks ini termasuk berita bohong, menghasut, bahkan mengadu domba. Demikian, Kemkominfo melakukan ini dengan dasar UU ITE yang mengacu pada UUD, yang mana menghormati hak asasi manusia di pasal 28J, dan itu memang diperbolehkan dilakukannya pembatasan dengan mengacu pada undang-undang yang berlaku. Nah, di UU ITE itu, justru pemerintah, dalam hal ini Kemen Kominfo, memiliki kewajiban untuk membatasi penyebaran konten yang sifatnya negatif. Saya memiliki kewajiban karena diberi kewenangan. Justru sebaliknya kalau saya tidak lakukan, malah saya yang akan melanggar undang-undang,” pungkasnya. (gr/nat)

Baca Juga :  Dua Orang Tua Korban Minta Anaknya Dipulangkan
Menkominfo RI, Rudiantara

JAKARTA- Terkait dengan pembatasan akses internet di Papua dan Papua Barat, tak dapat dipungkiri banyak masyarakat yang dirugikan, termasuk usaha online, mulai dari online shop hingga ojek online.

Menyikapi hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI, Rudiantara, menyampaikan permohonan maafnya saat ditemui awak media usai menghadiri Rapat Terbatas (Ratas) di Istana Negara, Senin (26/8) petang kemarin.

“Saya juga minta maaf kepada teman-teman yang terdampak ini. Tapi ini untuk kepentingan bangsa,” sebut Rudiantara kepada para jurnalis di Istana Negara, Senin (26/8) kemarin.
Menkominfo Rudiantara mengaku bahwa pembatasan terhadap data akses internet di Papua dan Papua Barat bukan hanya diputuskan oleh Kominfo saja. Sebaliknya, pemerintah pada umumnya mempertimbangkan perihal ini dari berbagai sisi dan diputuskan masih dilakukan pembatasan terhadap data di dua provinsi tersebut.

Baca Juga :  Penerbangan Subsidi Nduga di Mulai, Bupati Namia Ikut Terbang Perdana

“Kalau pembatasan, saya harapkan secepatnya dipulihkan kembali. Ini pembatasan ya, bukan pemblokiran total, karena masih bisa telepon dan sms. Tapi, tiap kebijakan memang ada yang dukungdan ada yang tidak dukung. Kembali ke pernyataan Presiden bahwa ini untuk kepentingan bersama,” terangnya.

Ditanya urgensi terkait pembatasan terhadap data di Papua dan Papua Barat, Menkominfo Rudiantara menjawab bahwa terdapat lebih dari 230 ribu URL yang menyebarkan hoaks di dunia maya, di mana yang paling masif ialah melalui media sosial twitter.

“Artinya, hoaks ini termasuk berita bohong, menghasut, bahkan mengadu domba. Demikian, Kemkominfo melakukan ini dengan dasar UU ITE yang mengacu pada UUD, yang mana menghormati hak asasi manusia di pasal 28J, dan itu memang diperbolehkan dilakukannya pembatasan dengan mengacu pada undang-undang yang berlaku. Nah, di UU ITE itu, justru pemerintah, dalam hal ini Kemen Kominfo, memiliki kewajiban untuk membatasi penyebaran konten yang sifatnya negatif. Saya memiliki kewajiban karena diberi kewenangan. Justru sebaliknya kalau saya tidak lakukan, malah saya yang akan melanggar undang-undang,” pungkasnya. (gr/nat)

Baca Juga :  Diserang OTK, Penambang Emas Tewas di Pegunungan Bintang

Berita Terbaru

Artikel Lainnya