Timotius Murib: Keadilan Ada di Pundak Hakim MK
JAYAPURA-Majelis Rakyat Papua (MRP) akhirnya resmi menyerahkan berkas berisi kesimpulan dari langkah uji materi atas UU Nomor 2 tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Terhadap UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (25/5).
Bersama tim kuasa hukum DPN Peradi, Ketua MRP Timotius Murib beserta Wakil Ketua I Yoel Luiz Mulait, dan sejumlah anggota MRP menyerahkan langsung berkas tersebut di Gedung MK dan diterima tepat pada pukul 11.07 WIB.
“Sekarang harapan terakhir keadilan terletak di pundak para hakim konstitusi. Kami telah berusaha melakukan yang terbaik agar tidak ada perubahan kebijakan yang merugikan hak-hak konstitusional orang asli Papua,” kata Timotius melalui rilis yang diterima Cenderawasih Pos, Kamis (26/5).
Timotius menjelaskan bahwa langkah uji materi tersebut merupakan upaya untuk menyalurkan aspirasi rakyat Papua melalui jalur yang terhormat dan bermartabat.
“Kami ingin menyalurkan ekspresi protes dan aspirasi rakyat Papua tersebut melalui jalan yang terhormat dan bermartabat. Kami tidak ingin ekspresi-ekspresi protes rakyat Papua hanya dilihat sebagai ekspresi jalanan yang kerap disikapi secara berlebihan. Kami tidak ingin ada lagi korban. MK adalah tempat yang tepat untuk menyampaikan keberatan kami atas UU tersebut,” katanya.
Kepada pers, perwakilan kuasa hukum dari DPN Peradi Roy Rening menyampaikan terima kasih kepada Mahkamah Konstitusi yang sedari awal mendengarkan apa yang menjadi permasalahan dari revisi kedua UU Otonomi Khusus. Kami juga amat berterima kasih kepada semua pihak yang membantu, termasuk media massa. Para saksi, ahli, dan jajaran pemerintah provinsi Papua serta lembaga negara seperti Komnas HAM yang turut memberikan pendapat dalam perkara ini,” kata Roy.
Sejak tahun lalu, MRP mengajukan keberatan atas sejumlah pasal dalam UU No. 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Terhadap UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Di antaranya, MRP mempersoalkan dihapusnya ketentuan Pasal 28 tentang pendirian partai politik lokal oleh orang asli Papua hingga perubahan atas ketentuan Pasal 76 yang akhirnya membuat kewenangan untuk melakukan pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi tidak lagi membutuhkan persetujuan MRP.
Dalam kesempatan yang sama, Yoel menambahkan bahwa MRP telah menemui pimpinan partai politik nasional, sejumlah menteri dan juga Presiden.
“Banyak dari mereka sangat memberi perhatian terhadap situasi Papua. Mereka semua memberikan penghormatan kepada MK untuk mengambil keputusan atas perkara ini. Mereka setuju jika keputusan apa pun, termasuk daerah otonomi baru, agar ditunda setelah putusan MK. Kami juga lega ketika Presiden mengatakan akan patuh pada putusan MK,” kata Yoel.
Pada pertengahan April lalu MRP melakukan kunjungan keliling menemui pimpinan partai-partai politik nasional. Di antaranya MRP bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Ahmad Syaikhu.
Ia menambahkan pada tanggal 26 April pimpinan MRP bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Presiden didampingi oleh Menkopolhukam Mahfud MD dan Mendagri Tito Karnavian.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden mengatakan akan patuh pada putusan MK. Presiden juga mempersilakan MRP untuk membicarakan keberatan atas kebijakan pemerintah pusat melalui menteri terkait. Ketika diminta untuk berkunjung ke kantor MRP, Jokowi langsung menyanggupi.
“Saya sudah 14 kali datang ke Papua. Mengenai undangan hadir ke Kantor MRP, saya siap memenuhinya,” kata Jokowi ketika itu. (oel/nat)