Sunday, September 8, 2024
26.7 C
Jayapura

Belasan Kali ke Papua, Jokowi Ibarat Pengembara Tanpa Jejak

JAYAPURA-Sejak menjabat sebagai  Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo termasuk Presiden yang sering menginjakan kaki di Tanah Papua. Dari data yang dihimpun Cendrawasih pos, Jokowi telah 19 kali datang ke Papua.

  Meski demikian Direktur POHR Papua Thomas Ch. Syufy menilai Jokowi seperti pengembara yang tidak meninggalkan jejak. Karena belum menyentuh pada akar permasalahan yang ada di Papua.

Thomas Ch. Syufy, Direktur Eksekutif Papuan Observator For Human Rights. (Ceposonlne.com/Karel)

  Diakuinya Jokowi cukup masif membangun Papua melalui pembangunan infrastruktur. Akan tetapi itu hanya bagian kulit yang dapat dilakukan Jokowi. Sementara persoalan lain yang masih mengakar belum dapat tersentuh sama sekali.

  “Misalnya baru baru ini meski jelang HAN, tapi aksi pembakaran sekolah justru terjadi di Papua, ini artinya Jokowi belum mampu menyelesaikan masalah pendidikan di Papua,” kata Thomas, Rabu (24/7).

  Kunjungan Jokowi di Papua, hanya sekadar wisata atau safari ekonomi yang tidak dapat mengubah keadaan Papua yang sekian lama terkungkung berbagai persoalan hak asasi manusia, sumber daya manusia, dan kesehatan. Bagaimana mungkin masyarakat mau menggerakan ekonomi jika sumber daya manusianya belum siap dan kesehatannya saja terancam karena minimnya sarana dan prasarana.

Baca Juga :  Calon Sekda Papua, Tinggal Tunggu Keputusan Jokowi

   “Jadi kunjungan Jokowi 19 kali itu saya anggap hanya forum kongkow-kongkow,” tandasnya.

  Kata dia program yang digalakkan Jokowi selama ini tidak memberi dampak untuk kesejahteraan orang Papua. Hal itu terjadi karena sumber dayanya belum didorong secara maksimal. Hal lain karena masih digerogoti dengan persoalan  mendasar yaitu HAM.

   Hal inilah yang mesti diperhatikan pemerintah pusat, sehingga mesti adanya dialog, karena dengan dialog, masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya secara baik.

  Menurutnya keberhasilan seorang pemimpin tidak dapat diukur dengan safari politik, tapi bagaimana ia mampu mendorong kesejahtraan masyarakatnya. Dan Papua hari ini masih digerogoti dengan tangisan dan air mata kepedihan. Itu terjadi karena pemerintah pusat selalu mendorong persoalan di Papua dengan sistem militerisasi. “Jadi saya pikir kunjungan memperingati HAN hanya safari politik saja,” kata Thomas.

Baca Juga :  77 Tahun jadi Momentum bagi Papua Bangkit dari Keterpurukan

   Lebih lanjut aspek dasar pembangunan daerah adalah pendidikan, ekonomi dan kesehatan. 10 tahun jabatan Presiden Jokowi belum mampu membawa Papua keluar dari pesoalaan yang mendasar ini.

  Di dalam konstitusi jelas menjabarkan dua hal yaitu melindungi hak asai manusia kemudian mensejahterakan rakyatnya. Dua hal penting ini belum diwujudkan oleh presiden. “Kita lihat Jokowi hanya fokus di ekonomi saja, tapi meninggalkan aspek lain, jadi ini perlu diperhatikan pemerintah pusat kedepan,” bebernya.

JAYAPURA-Sejak menjabat sebagai  Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo termasuk Presiden yang sering menginjakan kaki di Tanah Papua. Dari data yang dihimpun Cendrawasih pos, Jokowi telah 19 kali datang ke Papua.

  Meski demikian Direktur POHR Papua Thomas Ch. Syufy menilai Jokowi seperti pengembara yang tidak meninggalkan jejak. Karena belum menyentuh pada akar permasalahan yang ada di Papua.

Thomas Ch. Syufy, Direktur Eksekutif Papuan Observator For Human Rights. (Ceposonlne.com/Karel)

  Diakuinya Jokowi cukup masif membangun Papua melalui pembangunan infrastruktur. Akan tetapi itu hanya bagian kulit yang dapat dilakukan Jokowi. Sementara persoalan lain yang masih mengakar belum dapat tersentuh sama sekali.

  “Misalnya baru baru ini meski jelang HAN, tapi aksi pembakaran sekolah justru terjadi di Papua, ini artinya Jokowi belum mampu menyelesaikan masalah pendidikan di Papua,” kata Thomas, Rabu (24/7).

  Kunjungan Jokowi di Papua, hanya sekadar wisata atau safari ekonomi yang tidak dapat mengubah keadaan Papua yang sekian lama terkungkung berbagai persoalan hak asasi manusia, sumber daya manusia, dan kesehatan. Bagaimana mungkin masyarakat mau menggerakan ekonomi jika sumber daya manusianya belum siap dan kesehatannya saja terancam karena minimnya sarana dan prasarana.

Baca Juga :  Satu Tahun Kinerja Pj Kepala Daerah Akan Dievaluasi, Lanjut Atau Ganti

   “Jadi kunjungan Jokowi 19 kali itu saya anggap hanya forum kongkow-kongkow,” tandasnya.

  Kata dia program yang digalakkan Jokowi selama ini tidak memberi dampak untuk kesejahteraan orang Papua. Hal itu terjadi karena sumber dayanya belum didorong secara maksimal. Hal lain karena masih digerogoti dengan persoalan  mendasar yaitu HAM.

   Hal inilah yang mesti diperhatikan pemerintah pusat, sehingga mesti adanya dialog, karena dengan dialog, masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya secara baik.

  Menurutnya keberhasilan seorang pemimpin tidak dapat diukur dengan safari politik, tapi bagaimana ia mampu mendorong kesejahtraan masyarakatnya. Dan Papua hari ini masih digerogoti dengan tangisan dan air mata kepedihan. Itu terjadi karena pemerintah pusat selalu mendorong persoalan di Papua dengan sistem militerisasi. “Jadi saya pikir kunjungan memperingati HAN hanya safari politik saja,” kata Thomas.

Baca Juga :  77 Tahun jadi Momentum bagi Papua Bangkit dari Keterpurukan

   Lebih lanjut aspek dasar pembangunan daerah adalah pendidikan, ekonomi dan kesehatan. 10 tahun jabatan Presiden Jokowi belum mampu membawa Papua keluar dari pesoalaan yang mendasar ini.

  Di dalam konstitusi jelas menjabarkan dua hal yaitu melindungi hak asai manusia kemudian mensejahterakan rakyatnya. Dua hal penting ini belum diwujudkan oleh presiden. “Kita lihat Jokowi hanya fokus di ekonomi saja, tapi meninggalkan aspek lain, jadi ini perlu diperhatikan pemerintah pusat kedepan,” bebernya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya