Thursday, April 25, 2024
32.7 C
Jayapura

Dinilai Penuhi Unsur Pelanggaran HAM

*Terkait Penolakan Lima RS di Jayapura Terhadap Korban Lakalantas 

JAYAPURA- Pada 24 Juni 2020 lalu, Kota Jayapura dihebohkan dengan pemberitaan terkait penolakan penanganan medis oleh lima rumah sakit di Kota Jayapura, hingga menyebabkan pasien bernama Hanafi Retob meninggal dunia.

Kejadian ini berawal dari adanya peristiwa kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh Hanafi Rettob, di Jalan Raya Dr. Sam Ratulangi, Jayapura Utara, tepatnya di depan Bank Indonesia Wilayah Papua pada 23 Juni 2020.

Frits Ramandey (FOTO: Elfira/Cepos)

Usai kecekalaan, korban langsung dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pertolongan medis karena mengalami luka dan benturan yang cukup parah. Namun beberapa rumah sakit yang didatangi menolak dengan berbagai alasan. Rumah sakit yang menolak untuk melakukan pertolongan medis itu adalah: RS Provita Jayapura, RSUD Jayapura, RS Marthen Indey, RS Bhayangkara dan RSUD Abepura. 

Selanjutnya, korban dibawa ke RS Dian Harapan. Namun, kondisi korban sudah cukup parah hingga akhirnya korban meninggal dunia. Banyak pihak mengecam dan mengutuk keras tindakan ini.

Negara harusnya memberi jaminan kesehatan maksimal bagi setiap warga negara. Apapun alasannya, pihak rumah sakit tidak boleh menolak pasien, apalagi pasien dalam kondisi kritis dan sangat membutuhkan penanganan medis.  

Atas peristiwa ini, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menerima pengaduan dari keluarga korban yang meminta agar Komnas HAM memberi perhatian sesuai kewenangannya. Menanggapi pengaduan keluarga korban, Komnas HAM RI Perwakilan Papua melakukan investigasi pada tanggal 26-29 Juni 2020. 

Baca Juga :  Cari Pasir, Temukan Mayat Bayi di Selokan

Sesuai dengan amanat UU No 39 Tahun 1999, Pasal 89 ayat 3 untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan pengamatan pelaksanaan HAM dan menyusun laporan hasil pengamatan tersebut. Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran HAM.

Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey menyampaikan, dari hasil investigasi, Komnas HAM meminta keterangan keluarga korban dengan bertemu langsung dengan isteri korban.  Komnas HAM meminta klarifikasi dari pihak rumah sakit termasuk Dinas Kesehatan Provinsi Papua.

“Berdasarkan data informasi dan keterangan dari saksi serta pihak rumah sakit, Komnas HAM Papua menemukan bahwa telah terjadi tindakan penolakan oleh lima rumah sakit untuk menangani korban gawat darurat. Alasan penolakan lima rumah sakit tersebut disampaikan dengan kondisi  yang berbeda-beda,” tutur Frits.

Frits memaparkan, keterangan dari Rumah Sakit Provita menyampaikan alasan penolakan karena tidak memiliki dokter spesialis orthopedi. RSUD Jayapura menyampaikan alasan penolakan karena kondisi ruangan perawatan penuh, Rumah Sakit Marthen Indey menyampaikan alasan penolakan karena kondisi ruangan perawatan penuh. Sementara Rumah Sakit Bhayangkara menyampaikan alasan penolakan karena kondisi ruangan perawatan penuh dan Rumah Sakit Abepura menyampaikan alasan penolakan karena RSUD Abepura khusus menangani pasien Covid-19. Sementara Dinas Kesehatan Provinsi Papua mengakui bahwa saat ini sistem rujukan terhadap pasien di Provinsi Papua belum berjalan efektif.

Baca Juga :  Akui Kota Jayapura Unik dan Nyaman, Bawa Beras dan Gas Elpiji

“Akses hak atas pelayanan kesehatan bagi warga negara di Provinsi Papua, khususnya di Kota Jayapura saat ini dipengaruhi oleh kondisi pandemi Covid-19  sehubungan dengan beberapa tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19,” terang Frits.

Terhadap peristiwa ini, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menilai telah memenuhi unsur-unsur pelanggaran HAM dalam rumpun hak ekonomi, sosial dan budaya terkait akses hak atas pelayanan kesehatan yang memadai bagi warga negara. Sebagaimana telah diatur dalam beberapa instrumen HAM dan instrumen hukum lainnya.

Berdasarkan hasil temuan investigasi yang dilakukan, Komnas HAM memberikan rekomendasi dengan meminta manajemen RS Provita, RSUD Jayapura, RS Marthen Indey, RS Bhayangkara, RSUD Abepura memastikan agar tidak mengulangi tindakan penolakan semacam ini dikemudian hari.

Meminta Dinas Kesehatan Provinsi Papua untuk melakukan kontrol terhadap kinerja  rumah sakit untuk memastikan penerapan standar  pelayanan kesehatan yang maksimal bagi warga negara. Menyerahkan sepenuhnya upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak keluarga untuk mencari keadilan.

“Komnas HAM Perwakilan Papua meminta Komite Medik agar segera menyampaikan hasil investigasi kepada public,” pungkasnya. (fia/nat)

*Terkait Penolakan Lima RS di Jayapura Terhadap Korban Lakalantas 

JAYAPURA- Pada 24 Juni 2020 lalu, Kota Jayapura dihebohkan dengan pemberitaan terkait penolakan penanganan medis oleh lima rumah sakit di Kota Jayapura, hingga menyebabkan pasien bernama Hanafi Retob meninggal dunia.

Kejadian ini berawal dari adanya peristiwa kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh Hanafi Rettob, di Jalan Raya Dr. Sam Ratulangi, Jayapura Utara, tepatnya di depan Bank Indonesia Wilayah Papua pada 23 Juni 2020.

Frits Ramandey (FOTO: Elfira/Cepos)

Usai kecekalaan, korban langsung dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pertolongan medis karena mengalami luka dan benturan yang cukup parah. Namun beberapa rumah sakit yang didatangi menolak dengan berbagai alasan. Rumah sakit yang menolak untuk melakukan pertolongan medis itu adalah: RS Provita Jayapura, RSUD Jayapura, RS Marthen Indey, RS Bhayangkara dan RSUD Abepura. 

Selanjutnya, korban dibawa ke RS Dian Harapan. Namun, kondisi korban sudah cukup parah hingga akhirnya korban meninggal dunia. Banyak pihak mengecam dan mengutuk keras tindakan ini.

Negara harusnya memberi jaminan kesehatan maksimal bagi setiap warga negara. Apapun alasannya, pihak rumah sakit tidak boleh menolak pasien, apalagi pasien dalam kondisi kritis dan sangat membutuhkan penanganan medis.  

Atas peristiwa ini, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menerima pengaduan dari keluarga korban yang meminta agar Komnas HAM memberi perhatian sesuai kewenangannya. Menanggapi pengaduan keluarga korban, Komnas HAM RI Perwakilan Papua melakukan investigasi pada tanggal 26-29 Juni 2020. 

Baca Juga :  Jaga Peluang, Tiga Poin Harga Mati

Sesuai dengan amanat UU No 39 Tahun 1999, Pasal 89 ayat 3 untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan pengamatan pelaksanaan HAM dan menyusun laporan hasil pengamatan tersebut. Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran HAM.

Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey menyampaikan, dari hasil investigasi, Komnas HAM meminta keterangan keluarga korban dengan bertemu langsung dengan isteri korban.  Komnas HAM meminta klarifikasi dari pihak rumah sakit termasuk Dinas Kesehatan Provinsi Papua.

“Berdasarkan data informasi dan keterangan dari saksi serta pihak rumah sakit, Komnas HAM Papua menemukan bahwa telah terjadi tindakan penolakan oleh lima rumah sakit untuk menangani korban gawat darurat. Alasan penolakan lima rumah sakit tersebut disampaikan dengan kondisi  yang berbeda-beda,” tutur Frits.

Frits memaparkan, keterangan dari Rumah Sakit Provita menyampaikan alasan penolakan karena tidak memiliki dokter spesialis orthopedi. RSUD Jayapura menyampaikan alasan penolakan karena kondisi ruangan perawatan penuh, Rumah Sakit Marthen Indey menyampaikan alasan penolakan karena kondisi ruangan perawatan penuh. Sementara Rumah Sakit Bhayangkara menyampaikan alasan penolakan karena kondisi ruangan perawatan penuh dan Rumah Sakit Abepura menyampaikan alasan penolakan karena RSUD Abepura khusus menangani pasien Covid-19. Sementara Dinas Kesehatan Provinsi Papua mengakui bahwa saat ini sistem rujukan terhadap pasien di Provinsi Papua belum berjalan efektif.

Baca Juga :  Tembus 40.805 Kasus, Terbanyak di Nabire

“Akses hak atas pelayanan kesehatan bagi warga negara di Provinsi Papua, khususnya di Kota Jayapura saat ini dipengaruhi oleh kondisi pandemi Covid-19  sehubungan dengan beberapa tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19,” terang Frits.

Terhadap peristiwa ini, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menilai telah memenuhi unsur-unsur pelanggaran HAM dalam rumpun hak ekonomi, sosial dan budaya terkait akses hak atas pelayanan kesehatan yang memadai bagi warga negara. Sebagaimana telah diatur dalam beberapa instrumen HAM dan instrumen hukum lainnya.

Berdasarkan hasil temuan investigasi yang dilakukan, Komnas HAM memberikan rekomendasi dengan meminta manajemen RS Provita, RSUD Jayapura, RS Marthen Indey, RS Bhayangkara, RSUD Abepura memastikan agar tidak mengulangi tindakan penolakan semacam ini dikemudian hari.

Meminta Dinas Kesehatan Provinsi Papua untuk melakukan kontrol terhadap kinerja  rumah sakit untuk memastikan penerapan standar  pelayanan kesehatan yang maksimal bagi warga negara. Menyerahkan sepenuhnya upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak keluarga untuk mencari keadilan.

“Komnas HAM Perwakilan Papua meminta Komite Medik agar segera menyampaikan hasil investigasi kepada public,” pungkasnya. (fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya