Saturday, April 27, 2024
33.7 C
Jayapura

Dianggap Korban Kriminalisasi, PH Minta 7 Tapol Papua Dibebaskan

IKUTI SIDANG – Salah satu tahan politik (Tapol) yang juga merupakan Ketua KNPB, Paskalis Kossay, saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kamis (21/2) lalu. Foto: Emanuel Gobay For Cepos

JAYAPURA- Kuasa Hukum Tujuh Tahanan Politik (Tapol) yang juga Kooordinator Koalisasi Penegak Hukum dan HAM Papua, Emanuel Gobay S.H, M.H menjelaskan, pada perkembangannya semua fakta kriminalisasi pasal makar yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di Papua dan Papua Barat terungkap dengan jelas dalam perumusan surat dakwaan tapol oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada tanggal 6 Februari 2020 di Pengadilan Negeri Balikpapan.

 Fakta kriminalisasi yang dimaksudkan disini terlihat di mana JPU menggunakan dasar pemindahan tempat sidang yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA) RI atas usulan institusi yang tidak diberikan rekomendasi berdasarkan Pasal 84 KUHP untuk memindahkan tempat persidangan di atas situasi persidangan Papua sejak bulan Oktober 2019 sampai dengan Februari 2020 yang berjalan dengan aman dan damai.

” Dalam perumusan waktu kejadian saudara JPU menguraikan waktu sejak tahun 2008 hingga 2019 kepada beberapa Tapol Papua padahal jelas-jelas tujuh Tapol Papua ditahan pasca aksi tanggal 29 Agustus 2019. Dalam perumusan pasal saudara JPU terlihat ragu-ragu bahkan salah satu menggunakan pasal makar yang didakwakan kepada tujuh Tapol Papua,” jelasnya dalam siaran pers yang diterima Cenderawasih Pos, Sabtu (22/2).

  Gobay mengatakan, pada prinsipnya melalui dalil dalam surat dakwaan di atas secara langsung kembali menegaskan bahwa tujuh Tapol Papua adalah korban kriminalisasi pasal makar secara struktural dan sistematik yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, mulai dari pernyataan Menkopolhukam yang diikuti oleh Polri dan diterima sebagai Pemerintah tugas oleh Polda Papua dan Papua Barat di lapangan dan ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Tinggi Papua dan Kejaksaan Negeri Jayapura, bahkan Pengadilan Negeri Jayapura dan Mahkamah Agung (MA) dengan menggunakan sistem peradilan pidana. 

Baca Juga :  Akui Krisis Pemain

  Lebih lanjut Gobay mengatakan, melalui fakta juga kembali mempertegas bahwa Melkopolhukam, Polri, Polda Papua, Kejaksaan Tinggi Papua, Kejaksaan Negeri Jayapura, Pengadilan Negeri Jayapura dan Mahkamah Agung secara bersama-sama telah mengabaikan arahan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Suharyo yang membacakan pertimbangan putusan uji materi dua gugatan delik makar KUHP masing-masing bernomor 7/PUU-XV/2017 dan 28 PUU-XV/2017.

  “Jauh sebelum semua ini terjadi, untuk mengakhiri kriminalisasi pasal makar terhadap aktivis Papua pada tanggal 23 September 2019 LBH Papua telah mengeluarkan siaran pers Nomor 07/SP-LBH Papua/2019 tentang segera terbitkan surat perintah penghentian penyelidikan (SP3) untuk menghentikan kriminalisasi pasal makar terhadap aktivis Papua, pasca aksi anti rasisme di Papua, sebab tidak terdapat cukup bukti sesuai dengan arahan Pasal 109 Ayat 2 KUHP, tetapi diabaikan oleh aparat penegakan hukum ,” katanya.

Baca Juga :  Permintaan Test PCR Meningkat

 “Akhirnya secara struktural telah menyeret semua institusi yang ikut adil dalam kasus ini secara sistematik menggunakan sistem peradilan pidana mengkriminalisasi pasal makar terhadap tujuh Tapol Papua yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Balikpapan,” tambahnya.

  Gobay menegaskan kepada Ketua MA RI untuk melakukan pengawasan terhadap proses peradilan tujuh Tapol Papua dalam rangka menyelamatkan sistem peradilan dari pelaku kriminalisasi pasal makar di Papua sesuai dengan ketentuan Pasal 39 Ayat 1, UU Nomir 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

  Kepada Komisi Yudisial RI untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keseluruhan martabat serta perilaku hakim dalam memeriksa tujuh Tapol Papua korban kriminalisasi pasal makar di Pengadilan Negeri Balikpapan sesuai dengan ketentuan Pasal 13, UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

“Kepada Majelis Hakim (MH) pemeriksa segera membebaskan tujuh Tapol Papua korban kriminalisasi pasal makar aparat penegak hukum menggunakan sistem peradilan pidana di Papua,” tegasnya. (bet).

IKUTI SIDANG – Salah satu tahan politik (Tapol) yang juga merupakan Ketua KNPB, Paskalis Kossay, saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kamis (21/2) lalu. Foto: Emanuel Gobay For Cepos

JAYAPURA- Kuasa Hukum Tujuh Tahanan Politik (Tapol) yang juga Kooordinator Koalisasi Penegak Hukum dan HAM Papua, Emanuel Gobay S.H, M.H menjelaskan, pada perkembangannya semua fakta kriminalisasi pasal makar yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di Papua dan Papua Barat terungkap dengan jelas dalam perumusan surat dakwaan tapol oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada tanggal 6 Februari 2020 di Pengadilan Negeri Balikpapan.

 Fakta kriminalisasi yang dimaksudkan disini terlihat di mana JPU menggunakan dasar pemindahan tempat sidang yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA) RI atas usulan institusi yang tidak diberikan rekomendasi berdasarkan Pasal 84 KUHP untuk memindahkan tempat persidangan di atas situasi persidangan Papua sejak bulan Oktober 2019 sampai dengan Februari 2020 yang berjalan dengan aman dan damai.

” Dalam perumusan waktu kejadian saudara JPU menguraikan waktu sejak tahun 2008 hingga 2019 kepada beberapa Tapol Papua padahal jelas-jelas tujuh Tapol Papua ditahan pasca aksi tanggal 29 Agustus 2019. Dalam perumusan pasal saudara JPU terlihat ragu-ragu bahkan salah satu menggunakan pasal makar yang didakwakan kepada tujuh Tapol Papua,” jelasnya dalam siaran pers yang diterima Cenderawasih Pos, Sabtu (22/2).

  Gobay mengatakan, pada prinsipnya melalui dalil dalam surat dakwaan di atas secara langsung kembali menegaskan bahwa tujuh Tapol Papua adalah korban kriminalisasi pasal makar secara struktural dan sistematik yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, mulai dari pernyataan Menkopolhukam yang diikuti oleh Polri dan diterima sebagai Pemerintah tugas oleh Polda Papua dan Papua Barat di lapangan dan ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Tinggi Papua dan Kejaksaan Negeri Jayapura, bahkan Pengadilan Negeri Jayapura dan Mahkamah Agung (MA) dengan menggunakan sistem peradilan pidana. 

Baca Juga :  Pertama di Indonesia, KPU dan Bawaslu Pegubin Gelar Rakornis Bersama

  Lebih lanjut Gobay mengatakan, melalui fakta juga kembali mempertegas bahwa Melkopolhukam, Polri, Polda Papua, Kejaksaan Tinggi Papua, Kejaksaan Negeri Jayapura, Pengadilan Negeri Jayapura dan Mahkamah Agung secara bersama-sama telah mengabaikan arahan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Suharyo yang membacakan pertimbangan putusan uji materi dua gugatan delik makar KUHP masing-masing bernomor 7/PUU-XV/2017 dan 28 PUU-XV/2017.

  “Jauh sebelum semua ini terjadi, untuk mengakhiri kriminalisasi pasal makar terhadap aktivis Papua pada tanggal 23 September 2019 LBH Papua telah mengeluarkan siaran pers Nomor 07/SP-LBH Papua/2019 tentang segera terbitkan surat perintah penghentian penyelidikan (SP3) untuk menghentikan kriminalisasi pasal makar terhadap aktivis Papua, pasca aksi anti rasisme di Papua, sebab tidak terdapat cukup bukti sesuai dengan arahan Pasal 109 Ayat 2 KUHP, tetapi diabaikan oleh aparat penegakan hukum ,” katanya.

Baca Juga :  Akui Krisis Pemain

 “Akhirnya secara struktural telah menyeret semua institusi yang ikut adil dalam kasus ini secara sistematik menggunakan sistem peradilan pidana mengkriminalisasi pasal makar terhadap tujuh Tapol Papua yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Balikpapan,” tambahnya.

  Gobay menegaskan kepada Ketua MA RI untuk melakukan pengawasan terhadap proses peradilan tujuh Tapol Papua dalam rangka menyelamatkan sistem peradilan dari pelaku kriminalisasi pasal makar di Papua sesuai dengan ketentuan Pasal 39 Ayat 1, UU Nomir 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

  Kepada Komisi Yudisial RI untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keseluruhan martabat serta perilaku hakim dalam memeriksa tujuh Tapol Papua korban kriminalisasi pasal makar di Pengadilan Negeri Balikpapan sesuai dengan ketentuan Pasal 13, UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

“Kepada Majelis Hakim (MH) pemeriksa segera membebaskan tujuh Tapol Papua korban kriminalisasi pasal makar aparat penegak hukum menggunakan sistem peradilan pidana di Papua,” tegasnya. (bet).

Berita Terbaru

Artikel Lainnya