Akademisi Khawatir Papua Bernasib Sama Seperti Sumatera
JAYAPURA – Hutan adalah paru-paru dunia, rumah bagi jutaan spesies, dan penjaga keseimbangan iklim. Namun, setiap tahunnya, jutaan hektar hutan raib akibat terjadi deforestasi. Kondisi ini mengakibatkan dibeberapa daerah di Indonesia telah merasakan dampak dari kerusakan hutan itu sendiri. Termasuk di Papua
Tak sedikit yang memprediksikan Papua dimasa yang akan datang akan terjadi bencana besar apabila hutan dan tanahnya terus diambil demi kepentingan korporasi. Padahal Papua bisa dibilang menjadi benteng terakhir keanekaragamanhayati dunia. Jutaan hektar hutan telah dialihfungsikan bukan dikarenakan aktivitas masyarakat kecil yang mencari kayu untuk memasak, membangun rumah sederhana, atau membuka ladang kecil untuk bertahan hidup. Melainkan deforestasi atas kepentingan negara atau perusahaan.
Rakyat selalu saja dijadikan kambing hitam. Padahal, di balik hilangnya jutaan hektare hutan, terdapat jejaring raksasa, korporasi yang diberi izin lewat jalur gelap, pejabat yang menutup mata terhadap pembalakan liar skala industri, hukum yang tidak tegak dan pemegang kekuasaan yang menikmati bagian dari keuntungan haram itu.
Deforestasi besar selalu dimulai dari meja perizinan, bukan dari rakyat kecil. Karena kerusakan ekologis sebesar itu tidak memiliki dasar logika disebabkan oleh rakyat kecil. Skala kehancuran hanya dapat terjadi ketika kekuasaan, kebijakan, dan izin berada di tangan yang salah di tangan pemerintah yang korup, yang menjual masa depan hutan dan generasi bangsa demi keuntungan jangka pendek.
Demikian dijelaskan Kepala Pusat Studi Sumber Daya Alam dan Energi/PussDae Universitas Cenderawasih (Uncen), Dr. Alfred Antoh,S.Hut.,M.Si, kepada Cenderawasih Pos via telepon, Kamis (18/12). Ungkapnya hutan tropis di Indonesia terutama di Papua saat ini sudah mengalami pengurangan akibat deforestasi.
Akademisi Khawatir Papua Bernasib Sama Seperti Sumatera
JAYAPURA – Hutan adalah paru-paru dunia, rumah bagi jutaan spesies, dan penjaga keseimbangan iklim. Namun, setiap tahunnya, jutaan hektar hutan raib akibat terjadi deforestasi. Kondisi ini mengakibatkan dibeberapa daerah di Indonesia telah merasakan dampak dari kerusakan hutan itu sendiri. Termasuk di Papua
Tak sedikit yang memprediksikan Papua dimasa yang akan datang akan terjadi bencana besar apabila hutan dan tanahnya terus diambil demi kepentingan korporasi. Padahal Papua bisa dibilang menjadi benteng terakhir keanekaragamanhayati dunia. Jutaan hektar hutan telah dialihfungsikan bukan dikarenakan aktivitas masyarakat kecil yang mencari kayu untuk memasak, membangun rumah sederhana, atau membuka ladang kecil untuk bertahan hidup. Melainkan deforestasi atas kepentingan negara atau perusahaan.
Rakyat selalu saja dijadikan kambing hitam. Padahal, di balik hilangnya jutaan hektare hutan, terdapat jejaring raksasa, korporasi yang diberi izin lewat jalur gelap, pejabat yang menutup mata terhadap pembalakan liar skala industri, hukum yang tidak tegak dan pemegang kekuasaan yang menikmati bagian dari keuntungan haram itu.
Deforestasi besar selalu dimulai dari meja perizinan, bukan dari rakyat kecil. Karena kerusakan ekologis sebesar itu tidak memiliki dasar logika disebabkan oleh rakyat kecil. Skala kehancuran hanya dapat terjadi ketika kekuasaan, kebijakan, dan izin berada di tangan yang salah di tangan pemerintah yang korup, yang menjual masa depan hutan dan generasi bangsa demi keuntungan jangka pendek.
Demikian dijelaskan Kepala Pusat Studi Sumber Daya Alam dan Energi/PussDae Universitas Cenderawasih (Uncen), Dr. Alfred Antoh,S.Hut.,M.Si, kepada Cenderawasih Pos via telepon, Kamis (18/12). Ungkapnya hutan tropis di Indonesia terutama di Papua saat ini sudah mengalami pengurangan akibat deforestasi.