Wednesday, April 24, 2024
27.7 C
Jayapura

Pangdam Sebut Penarikan Pasukan Gampang

Anggota TNI saat mengikuti apel pasukan  di Taman Imbi, Kota Jayapura, April 2021 lalu. (FOTO: Elfira/Cepos)

Perlu Dilihat Konteks yang Lebih Luas

JAYAPURA-Rentetan konflik senjata di Papua yang menimbulkan korban jiwa bagi warga sipil maupun anggota TNI-Polri menjadi perhatian beberapa pihak. Bahkan ada beberapa pihak yang meminta penarikan pasukan anggota non organik dari Papua.

Terkait penarikan pasukan non organik di Papua, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Ignatius Yogo menyampaikan hal itu perlu dilihat konteksnya apa.

“Kita harus lihat dulu konteksnya apa. Kodam akan mengikuti apa yang menjadi kebijakan pimpinan. Kita tunggu saja pimpinan yang baru Panglima TNI dan Kasad seperti apa kebijakannya,” kata Pangdam kepada Cenderawasih Pos, Kamis (18/11).

Menurut Pangdam, terkait penarikan pasukan adalah hal yang gampang. Perlu melihat konteks yang lebih luas. Karena kenyataannya, pasukan organik di Kodam masih kurang.

“Pasukan organik yang ada di Kodam itu masih kurang, sehingga masih diperlukan satuan non organik di Papua untuk membantu  tugas Kodam  XVII/Cenderawasih,” jelasnya.

Pangdam menjelaskan, wilayah Papua sangat luas dan memiliki letak geografis yang sulit. Sehingga perlu pengamanan ekstra dari anggota.

“Faktanya KST yang bersenjata itu  masih ada dan sering melakukan gangguan keamanan. Fakta  itu juga harus kita lihat. Jadi  harus ada pasukan kita untuk mengamankan masyarakat,” kata Pangdam.

Secara terpisah, Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham) Papua Pdt Matheus Adadikam menyampaikan, permintaan  atau harapan masyarakat dari waktu ke waktu meminta penarikan pasukan non organik di Papua.

“Sejak kehadiran pasukan non organik, eskalasi kekerasan bersenjata meningkat dibanding pada saat waktu lalu yang hanya ada pasukan organik di Papua,” terang Pdt Adadikam.

Baca Juga :  Masih Dampingi Tiga KPU DOB di Tanah Papua

Dari pengamatan Elsham, pasukan organik TNI-Polri yang ada di Papua menguasai dan memahami karakteristik dari budaya masyarakat. Sehingga, konflik yang akan timbul bisa diselesaikan, karena adanya pemahaman dan ruang-ruang dimana orang merasa lebih aman dan nyaman.

“Yang kami dapat di lapangan, pasukan non organik yang dikirim ke Papua secara UU dari sisi UU TNI tidak ada centolan hukumnya. Hal itu selalu kita pertanyakan kepihak TNI dan mereka mengatakan pasukan yang dikirim ke Papua untuk mengamankan objek vital negara, tetapi tidak menunjukan mana Kepres  yang memberi dukungan hukum sebuah kelegalan,” terangnya.

Untuk itu, pihaknya patut menyatakan pengiriman pasukan non organik ke Papua secara hukum ilegal. Bahkan menimbulkan eskalasi kekerasan meningkat hingga membuat masyarakat merasa tidak nyaman lagi.

Ia mengambil contoh, kontak senjata antara TNI dan TPNPB di Intan Jaya pada Oktober lalu yang membuat dua balita tertembak hingga satu orang dinyatakan meninggal duni. Lalu ada seorang ibu yang ditembak dan saat ini sedang mendapatkan penanganan medis.

 “Kekerasan demi kekerasan hingga menimbulkan jatuhnya korban jiwa sudah melampaui batas. Padahal ini harusnya tidak boleh terjadi. Ini menunjukkan tanggung jawab negara yang tidak terlaksana dengan baik,” tegas Pdt Adadikam.

Ia berharap, pasukan non organik ditarik dan komando ada di Kodam XVII/Cenderawasih dan Polda Papua. Pdt. Adadikam mengaku, meski sering ada pertanyaan yang berulang jika pasukan non organik ditarik lantas siapa yang memberi jaminan untuk TPNPB tidak bereaksi.

“Memang kami  tidak bisa langsung memberi jaminan. Namun kenyataan, sebelumnya TPNPB sudah ada di lokasi tersebut. OPM dalam ideologi untuk Papua merdeka mereka punya komitmen berjuang dengan damai tanpa kekerasan,” paparnya.

Baca Juga :  Pemda Nduga Serahkan 25 Ton Beras Pada Masyarakat Rentan Inflasi dan Stunting

“Memang sulit kita memberi jaminan, tapi dengan kondisi hari ini. Sulit untuk membedakan mana TPNPB yang sebenarnya dan mana anggota TNI-Polri yang ada di lapangan. Ketika ada korban kedua kelompok ini saling menuduh dan masyarakat jadi korban,” tutupnya.

Sementara itu, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Baliem Barat (KNPB) menyerukan kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk segera menarik pasukan non organik yang dikirim dari beberapa daerah konflik di Papua dan Papua Barat. 

Ketua KNPB Baliem Barat Lanny Jaya, Kapas Tigi Wanimbo mengatakan, dalam momen HUT KNPB ke-13, pihaknya meminta Presiden RI agar segera manarik semua pasukan non organik yang tersebar di seluruh wilayah konflik di Papua.

Pasalnya Kapas Wanimbo menuding, kehadiran TNI-Polri di Papua bukan mengejar TNPN-PB, tetapi melakukan teror, intimindasi, menangkap dan menahan semena-mena. Bahkan menurutnya sampai melakukan pembunuhan terhadap rakyat sipil yang bukan bagian dari anggota TPNPB.

Hal senada juga disampaikan Sekretaris Umum KNPB Baliem Barat, Yefron Wanimbo yang menyebutkan bahwaselama tinggal dalam bingkai NKRI, Papua tidak akan selalu aman dan bebas melakukan segala aktivitas diatas tanah sendiri.

“Semua gerak-gerik kami selalu dicurigai, dipantau, diteror dan intimindasi. Untuk itu, daripada kita menderita dan mati habis di tangan kolonial Indonesia lebih baik kita harus merdeka dan keluar dari bingkai NKRI,” tuturnya. 

Terkait hal itu, dirinya meminta Presiden RI untuk mearik pasukan non organik di sejumlah daerah konflik di Papua dan Papua Barat.(fia/oel/nat)

Anggota TNI saat mengikuti apel pasukan  di Taman Imbi, Kota Jayapura, April 2021 lalu. (FOTO: Elfira/Cepos)

Perlu Dilihat Konteks yang Lebih Luas

JAYAPURA-Rentetan konflik senjata di Papua yang menimbulkan korban jiwa bagi warga sipil maupun anggota TNI-Polri menjadi perhatian beberapa pihak. Bahkan ada beberapa pihak yang meminta penarikan pasukan anggota non organik dari Papua.

Terkait penarikan pasukan non organik di Papua, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Ignatius Yogo menyampaikan hal itu perlu dilihat konteksnya apa.

“Kita harus lihat dulu konteksnya apa. Kodam akan mengikuti apa yang menjadi kebijakan pimpinan. Kita tunggu saja pimpinan yang baru Panglima TNI dan Kasad seperti apa kebijakannya,” kata Pangdam kepada Cenderawasih Pos, Kamis (18/11).

Menurut Pangdam, terkait penarikan pasukan adalah hal yang gampang. Perlu melihat konteks yang lebih luas. Karena kenyataannya, pasukan organik di Kodam masih kurang.

“Pasukan organik yang ada di Kodam itu masih kurang, sehingga masih diperlukan satuan non organik di Papua untuk membantu  tugas Kodam  XVII/Cenderawasih,” jelasnya.

Pangdam menjelaskan, wilayah Papua sangat luas dan memiliki letak geografis yang sulit. Sehingga perlu pengamanan ekstra dari anggota.

“Faktanya KST yang bersenjata itu  masih ada dan sering melakukan gangguan keamanan. Fakta  itu juga harus kita lihat. Jadi  harus ada pasukan kita untuk mengamankan masyarakat,” kata Pangdam.

Secara terpisah, Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham) Papua Pdt Matheus Adadikam menyampaikan, permintaan  atau harapan masyarakat dari waktu ke waktu meminta penarikan pasukan non organik di Papua.

“Sejak kehadiran pasukan non organik, eskalasi kekerasan bersenjata meningkat dibanding pada saat waktu lalu yang hanya ada pasukan organik di Papua,” terang Pdt Adadikam.

Baca Juga :  Hilang Keseimbangan, Pemotor Tewas Terlindas Truk

Dari pengamatan Elsham, pasukan organik TNI-Polri yang ada di Papua menguasai dan memahami karakteristik dari budaya masyarakat. Sehingga, konflik yang akan timbul bisa diselesaikan, karena adanya pemahaman dan ruang-ruang dimana orang merasa lebih aman dan nyaman.

“Yang kami dapat di lapangan, pasukan non organik yang dikirim ke Papua secara UU dari sisi UU TNI tidak ada centolan hukumnya. Hal itu selalu kita pertanyakan kepihak TNI dan mereka mengatakan pasukan yang dikirim ke Papua untuk mengamankan objek vital negara, tetapi tidak menunjukan mana Kepres  yang memberi dukungan hukum sebuah kelegalan,” terangnya.

Untuk itu, pihaknya patut menyatakan pengiriman pasukan non organik ke Papua secara hukum ilegal. Bahkan menimbulkan eskalasi kekerasan meningkat hingga membuat masyarakat merasa tidak nyaman lagi.

Ia mengambil contoh, kontak senjata antara TNI dan TPNPB di Intan Jaya pada Oktober lalu yang membuat dua balita tertembak hingga satu orang dinyatakan meninggal duni. Lalu ada seorang ibu yang ditembak dan saat ini sedang mendapatkan penanganan medis.

 “Kekerasan demi kekerasan hingga menimbulkan jatuhnya korban jiwa sudah melampaui batas. Padahal ini harusnya tidak boleh terjadi. Ini menunjukkan tanggung jawab negara yang tidak terlaksana dengan baik,” tegas Pdt Adadikam.

Ia berharap, pasukan non organik ditarik dan komando ada di Kodam XVII/Cenderawasih dan Polda Papua. Pdt. Adadikam mengaku, meski sering ada pertanyaan yang berulang jika pasukan non organik ditarik lantas siapa yang memberi jaminan untuk TPNPB tidak bereaksi.

“Memang kami  tidak bisa langsung memberi jaminan. Namun kenyataan, sebelumnya TPNPB sudah ada di lokasi tersebut. OPM dalam ideologi untuk Papua merdeka mereka punya komitmen berjuang dengan damai tanpa kekerasan,” paparnya.

Baca Juga :  Semangat Bhinneka Tunggal Ika Warnai Perayaan Natal di Mamberamo Tengah

“Memang sulit kita memberi jaminan, tapi dengan kondisi hari ini. Sulit untuk membedakan mana TPNPB yang sebenarnya dan mana anggota TNI-Polri yang ada di lapangan. Ketika ada korban kedua kelompok ini saling menuduh dan masyarakat jadi korban,” tutupnya.

Sementara itu, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Baliem Barat (KNPB) menyerukan kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk segera menarik pasukan non organik yang dikirim dari beberapa daerah konflik di Papua dan Papua Barat. 

Ketua KNPB Baliem Barat Lanny Jaya, Kapas Tigi Wanimbo mengatakan, dalam momen HUT KNPB ke-13, pihaknya meminta Presiden RI agar segera manarik semua pasukan non organik yang tersebar di seluruh wilayah konflik di Papua.

Pasalnya Kapas Wanimbo menuding, kehadiran TNI-Polri di Papua bukan mengejar TNPN-PB, tetapi melakukan teror, intimindasi, menangkap dan menahan semena-mena. Bahkan menurutnya sampai melakukan pembunuhan terhadap rakyat sipil yang bukan bagian dari anggota TPNPB.

Hal senada juga disampaikan Sekretaris Umum KNPB Baliem Barat, Yefron Wanimbo yang menyebutkan bahwaselama tinggal dalam bingkai NKRI, Papua tidak akan selalu aman dan bebas melakukan segala aktivitas diatas tanah sendiri.

“Semua gerak-gerik kami selalu dicurigai, dipantau, diteror dan intimindasi. Untuk itu, daripada kita menderita dan mati habis di tangan kolonial Indonesia lebih baik kita harus merdeka dan keluar dari bingkai NKRI,” tuturnya. 

Terkait hal itu, dirinya meminta Presiden RI untuk mearik pasukan non organik di sejumlah daerah konflik di Papua dan Papua Barat.(fia/oel/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya