Thursday, April 25, 2024
31.7 C
Jayapura

Hentikan Rasisme dan Diskriminasi Mahasiswa Papua!

Lukas Enembe, SIP., MH ( FOTO : Elfira/Cepos)

Masyarakat Diminta Merespon Insiden Surabaya Secara Wajar Tanpa Ada Tindakan yang Merugikan 

JAYAPURA-Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe mengecam insiden kekerasan yang menimpa mahasiswa Papua di Kota Surabaya, Jawa Timur, Kota Semarang dan Kota Malang, Jawa Tengah, yang terjadi bertepatan moment Hari Kemerdekaan Indonesia ke-74.

Kecaman itu ditegaskan Gubernur dalam keterangan pers di Gedung Negara Papua, Minggu (18/8).

Total ada lima poin penting yang disampaikan berkaitan dengan insiden tersebut. Salah satunya meminta agar menghentikan rasisme dan diskriminasi mahasiswa Papua di seluruh wilayah Indonesia. 

Saat memberikan keterangan pers, Gubernur Lukas Enembe atas nama Pemerintah Provinsi Papua menyampaikan prihatin dan empati terhadap insiden yang terjadi di Kota Surbaya, Malang dan Semarang yang berakibat penangkapan atau pengosongan asrama mahasiswa Papua di Kota Surabaya yang notabene adalah Kota Pahlawan yang dilakukan oleh aparat keamanan.

Pemerintah Papua menurutnya menghargai upaya hukum yang dilakuan aparat keamanan sepanjang dilakukan secara proporsional dan profesional serta berkeadilan. Aparat diminta tidak melakukan pembiaran atas tindakan persekusi dan main hakim oleh kelompok atau individu orang yang dapat melukai hati masyarakat Papua.

“Hindari adanya tindakan represif yang dapat menyebabkan korban jiwa, kegaduan politik dan rasa nasionalisme sesama anak bangsa,”  tegas Enembe.

Dikatakan, Provinsi Papua merupakan wilayah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dikenal sebagai miniatur Indonesia. 

Penduduk Provinsi Papua menurutnya beragam dan multi etnis, multi agama dan multi budaya yang hidup secara berdampingan 

“Masyarakat asli Papua menyambut baik masyakat non Papua secara terhormat bahkan sejajar. Untuk itu, kami berharap kehadiran Masyarakat Papua di berbagai wilayah di Provinsi Indonesia harus diberlakukan sama,” tegasnya.

“Hal ini merupakan komitmen kita bersama sebagai anak bangsa yang mewujudkan Indonesia yang damai berdaulat,” sambungnya.

Selaku Pemerintah Provinsi Papua, Gubernur Lukas Enembe menyampaikan kepada seluruh masyarakat Papua yang ada di Papua maupun di luar Papua untuk merespon insiden Surabaya secara wajar, tanpa ada tindakan yang merugikan. 

Baca Juga :  Data Peserta BPJS Benar-Benar Bocor

Sementara kepada masyarakat non Papua di seluruh Indonesia, untuk selalu menjaga harmoni kehidupan dan tidak melakukan tindakan yang inkontitusional seperti persekusi, main hakim sendiri, bertindak rasis dan diskriminatif yang dapat melukai masyarakat Papua serta mengganggu harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Kita sudah 74 tahun merdeka, seharusnya tindakan-tindakan intoleran, rasis dan dikrimantif  tidak terjadi di negara Pancasila yang kita junjung bersama,” ucap Gubernur Enembe.

Selaku Gubernur Papua, dirinya mengajak para gubernur, wali kota dan bupati di seluruh Indonesia untuk ikut melakukan pembinaan kepada pelajar dan mahasiswa Papua di wilayah masing-masing. “Sebagaimana kami juga bertanggung jawab untuk melakukan pembinaan  kepada pelajar, mahasiswa dan masyarakat Papua yang berasal dari luar Papua,” tuturnya, 

 Hal ini menurutnya merupakan upaya pemerintah untuk mencegah insiden serupa di masa yang akan datang sekaligus merajut rasa nasionalisme, persatuan, kebersamaan sebagai anak bangsa.

“Sudah 74 tahun kita merdeka, karakter dan tabiat harus berubah. Jangan kita berada  dalam budaya dulu, apa yang dilakukan di Surabaya sangat menyakitkan. Kami bukan bangsa monyet, kami manusia Papua yang punya harga diri dan martabat. Sama dengan bangsa-bangsa lainnya,” tegasnya.

Terkait dengan kejadian di Surabaya tersebut, pihaknya akan menurunkan tim guna melihat secara langsung kondisi mahasiswa Papua yang ada di Surabaya Jawa Timur.

“Nanti akan ada tim yang kami bentuk yang melibatkan Pemerintah Provinsi Papua, Kodam XVII/Cenderawasih, Polda Papua, MRP serta DPRP. Bahkan kami libatkan wartawan, Apakah nanti mahasiswa kami pulangkan atau tidak nanti kita lihat situasinya lagi,” pungkasnya. 

Sementara sehubungan dengan situasi kasus aksi kekerasan, tindakan main hakim sendiri dan penggerudukan asrama mahasiswa Papua di Surabaya   yang diduga melibatkan ormas setempat, DPC GAMKI Kota Jayapura  mengeluarkan enam pernyataan.

Pertama GAMKI Kota Jayapura menyayangkan peristiwa kekerasan fisik  yang dilakukan oleh segelintir Ormas yang terjadi di kota Surabaya dan Kota Malang terhadap mahasiswa asal Papua yang sedang kuliah. GAMKI menganggap ada tindakan persekusi, brita dan main hakim sendiri. 

Baca Juga :  Guru dan Murid Tolak Penempatan Pos TNI di Kampung Titigi

Kedua GAMKI Kota Jayapura mengimbau untuk menghentikan aksi kekerasan fisik, pengusiran dan  yang dilakukan oleh segelintir Ormas di kota Surabaya dan Malang. Pasalnya dikhawatirkan tindakan ini  justru akan memicu gesekan sosial yang lebih besar di kota-kota lain di Papua, sebagai bentuk solidaritas dan sentimen sesama orang Papua. “GAMKI Kota Jayapura mengimbau kepada Gubernur Provinsi Papua, pemerintah, DPR Papua, MRP, gereja, untuk melakukan mediasi memberikan penguatan kepada adik-adik mahasiswa yang mengalami tindakan persekusi, dan mengharapkan supaya mahasiswa yang sedang mengalami tindakan kekerasan untuk tetap tenang untuk tidak melakukan tindakan apapun,” jelas Ketua DPC GAMKI,  Jhon Y. Betaubun, SH., MH didampingi Dominggus B. Stanley Noya, SE selaku sekretaris GAMKI Kota Jayapura dalam rilis yang dikirim ke Cenderawasih Pos, Minggu (18/8). 

Selain itu menilai bahwa selama ini masyarakat non Papua dari luar tanah Papua dapat bekerja dan hidup berdampingan dan harmonis dengan masyakat asli Papua dan masyarakat Papua, juga tidak mempersoalkan. “Kami dapat menerima dengan baik masyakarat dari luar Papua. Oleh sebab itu hentikan semua aksi yang merugikan  karena bisa berdampak luas,” sambungnya. 

GAMKI melihat meski sudah berusia 74 tahun namun Indonesia belum benar-benar merdeka sebagai sebuah komunitas bangsa, sebagai satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa. “Kami berharap  semua menahan diri, dan menyerahkan semua proses ini kepada pihak kepolisian  termasuk apabila dalam tindakan ada kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa Papua di Pulau Jawa,  tidak sepantasnya mereka diperlakukan demikian. Kami mengharapkan aparat kepolisian dapat memperlakukan mahasiswa Papua dengan baik.  Kami menyerahkan sepenuhnya proses pemeriksaan kepada aparat hukum,” pungkas Jhon. (fia/ade/nat)

Lukas Enembe, SIP., MH ( FOTO : Elfira/Cepos)

Masyarakat Diminta Merespon Insiden Surabaya Secara Wajar Tanpa Ada Tindakan yang Merugikan 

JAYAPURA-Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe mengecam insiden kekerasan yang menimpa mahasiswa Papua di Kota Surabaya, Jawa Timur, Kota Semarang dan Kota Malang, Jawa Tengah, yang terjadi bertepatan moment Hari Kemerdekaan Indonesia ke-74.

Kecaman itu ditegaskan Gubernur dalam keterangan pers di Gedung Negara Papua, Minggu (18/8).

Total ada lima poin penting yang disampaikan berkaitan dengan insiden tersebut. Salah satunya meminta agar menghentikan rasisme dan diskriminasi mahasiswa Papua di seluruh wilayah Indonesia. 

Saat memberikan keterangan pers, Gubernur Lukas Enembe atas nama Pemerintah Provinsi Papua menyampaikan prihatin dan empati terhadap insiden yang terjadi di Kota Surbaya, Malang dan Semarang yang berakibat penangkapan atau pengosongan asrama mahasiswa Papua di Kota Surabaya yang notabene adalah Kota Pahlawan yang dilakukan oleh aparat keamanan.

Pemerintah Papua menurutnya menghargai upaya hukum yang dilakuan aparat keamanan sepanjang dilakukan secara proporsional dan profesional serta berkeadilan. Aparat diminta tidak melakukan pembiaran atas tindakan persekusi dan main hakim oleh kelompok atau individu orang yang dapat melukai hati masyarakat Papua.

“Hindari adanya tindakan represif yang dapat menyebabkan korban jiwa, kegaduan politik dan rasa nasionalisme sesama anak bangsa,”  tegas Enembe.

Dikatakan, Provinsi Papua merupakan wilayah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dikenal sebagai miniatur Indonesia. 

Penduduk Provinsi Papua menurutnya beragam dan multi etnis, multi agama dan multi budaya yang hidup secara berdampingan 

“Masyarakat asli Papua menyambut baik masyakat non Papua secara terhormat bahkan sejajar. Untuk itu, kami berharap kehadiran Masyarakat Papua di berbagai wilayah di Provinsi Indonesia harus diberlakukan sama,” tegasnya.

“Hal ini merupakan komitmen kita bersama sebagai anak bangsa yang mewujudkan Indonesia yang damai berdaulat,” sambungnya.

Selaku Pemerintah Provinsi Papua, Gubernur Lukas Enembe menyampaikan kepada seluruh masyarakat Papua yang ada di Papua maupun di luar Papua untuk merespon insiden Surabaya secara wajar, tanpa ada tindakan yang merugikan. 

Baca Juga :  87 Kantong Darah Terkumpul, Berbagai Pihak Beri Apresiasi

Sementara kepada masyarakat non Papua di seluruh Indonesia, untuk selalu menjaga harmoni kehidupan dan tidak melakukan tindakan yang inkontitusional seperti persekusi, main hakim sendiri, bertindak rasis dan diskriminatif yang dapat melukai masyarakat Papua serta mengganggu harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Kita sudah 74 tahun merdeka, seharusnya tindakan-tindakan intoleran, rasis dan dikrimantif  tidak terjadi di negara Pancasila yang kita junjung bersama,” ucap Gubernur Enembe.

Selaku Gubernur Papua, dirinya mengajak para gubernur, wali kota dan bupati di seluruh Indonesia untuk ikut melakukan pembinaan kepada pelajar dan mahasiswa Papua di wilayah masing-masing. “Sebagaimana kami juga bertanggung jawab untuk melakukan pembinaan  kepada pelajar, mahasiswa dan masyarakat Papua yang berasal dari luar Papua,” tuturnya, 

 Hal ini menurutnya merupakan upaya pemerintah untuk mencegah insiden serupa di masa yang akan datang sekaligus merajut rasa nasionalisme, persatuan, kebersamaan sebagai anak bangsa.

“Sudah 74 tahun kita merdeka, karakter dan tabiat harus berubah. Jangan kita berada  dalam budaya dulu, apa yang dilakukan di Surabaya sangat menyakitkan. Kami bukan bangsa monyet, kami manusia Papua yang punya harga diri dan martabat. Sama dengan bangsa-bangsa lainnya,” tegasnya.

Terkait dengan kejadian di Surabaya tersebut, pihaknya akan menurunkan tim guna melihat secara langsung kondisi mahasiswa Papua yang ada di Surabaya Jawa Timur.

“Nanti akan ada tim yang kami bentuk yang melibatkan Pemerintah Provinsi Papua, Kodam XVII/Cenderawasih, Polda Papua, MRP serta DPRP. Bahkan kami libatkan wartawan, Apakah nanti mahasiswa kami pulangkan atau tidak nanti kita lihat situasinya lagi,” pungkasnya. 

Sementara sehubungan dengan situasi kasus aksi kekerasan, tindakan main hakim sendiri dan penggerudukan asrama mahasiswa Papua di Surabaya   yang diduga melibatkan ormas setempat, DPC GAMKI Kota Jayapura  mengeluarkan enam pernyataan.

Pertama GAMKI Kota Jayapura menyayangkan peristiwa kekerasan fisik  yang dilakukan oleh segelintir Ormas yang terjadi di kota Surabaya dan Kota Malang terhadap mahasiswa asal Papua yang sedang kuliah. GAMKI menganggap ada tindakan persekusi, brita dan main hakim sendiri. 

Baca Juga :  PH Minta Hakim Melihat Peranan Para Terdakwa

Kedua GAMKI Kota Jayapura mengimbau untuk menghentikan aksi kekerasan fisik, pengusiran dan  yang dilakukan oleh segelintir Ormas di kota Surabaya dan Malang. Pasalnya dikhawatirkan tindakan ini  justru akan memicu gesekan sosial yang lebih besar di kota-kota lain di Papua, sebagai bentuk solidaritas dan sentimen sesama orang Papua. “GAMKI Kota Jayapura mengimbau kepada Gubernur Provinsi Papua, pemerintah, DPR Papua, MRP, gereja, untuk melakukan mediasi memberikan penguatan kepada adik-adik mahasiswa yang mengalami tindakan persekusi, dan mengharapkan supaya mahasiswa yang sedang mengalami tindakan kekerasan untuk tetap tenang untuk tidak melakukan tindakan apapun,” jelas Ketua DPC GAMKI,  Jhon Y. Betaubun, SH., MH didampingi Dominggus B. Stanley Noya, SE selaku sekretaris GAMKI Kota Jayapura dalam rilis yang dikirim ke Cenderawasih Pos, Minggu (18/8). 

Selain itu menilai bahwa selama ini masyarakat non Papua dari luar tanah Papua dapat bekerja dan hidup berdampingan dan harmonis dengan masyakat asli Papua dan masyarakat Papua, juga tidak mempersoalkan. “Kami dapat menerima dengan baik masyakarat dari luar Papua. Oleh sebab itu hentikan semua aksi yang merugikan  karena bisa berdampak luas,” sambungnya. 

GAMKI melihat meski sudah berusia 74 tahun namun Indonesia belum benar-benar merdeka sebagai sebuah komunitas bangsa, sebagai satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa. “Kami berharap  semua menahan diri, dan menyerahkan semua proses ini kepada pihak kepolisian  termasuk apabila dalam tindakan ada kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa Papua di Pulau Jawa,  tidak sepantasnya mereka diperlakukan demikian. Kami mengharapkan aparat kepolisian dapat memperlakukan mahasiswa Papua dengan baik.  Kami menyerahkan sepenuhnya proses pemeriksaan kepada aparat hukum,” pungkas Jhon. (fia/ade/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya