Menurutnya, tindakan KKB saat ini bukan sekedar perjuangan ideologis, melainkan ingin menunjukkan eksistensi diri di mata publik internasional.
“Tujuan mereka sebenarnya tidak jelas. Mereka hanya ingin dunia internasional melihat bahwa situasi keamanan di Papua sedang tidak baik. Jadi tindakan kekerasan itu hanyalah upaya mencari perhatian,” kata Yusuf.
Yusuf mengakui bahwa Kabupaten Yahukimo saat ini termasuk wilayah dengan tingkat kekerasan yang tinggi di Tanah Papua.
Berdasarkan data yang dihimpun Operasi Damai Cartenz, sepanjang tahun 2025 telah terjadi serangkaian aksi kekerasan yang menimbulkan banyak korban jiwa. Pada Maret 2025, terjadi penyerangan terhadap guru dan tenaga kesehatan di Distrik Anggruk yang menewaskan seorang guru bernama Almarhumah Rosalia.
Kemudian pada April 2025, 17 pendulang emas menjadi korban penyerangan KKB di lokasi pendulangan di Distrik Seradala. Dari jumlah itu, 15 orang tewas dan dua lainnya selamat setelah bersembunyi di hutan. Memasuki September 2025, tujuh pendulang emas kembali dibunuh oleh kelompok KKB pimpinan Elkius Kobak di Yahukimo, Papua Pegunungan.
Sementara pada Oktober ini, kekerasan kembali terjadi. Seorang guru bernama Melani Waema tewas diserang orang tak dikenal (OTK), dan disusul pembunuhan terhadap sopir Bahar bin Saleh di halaman Gereja GIDI Siloam. “Rangkaian kejadian ini menunjukkan bahwa aksi kekerasan yang dilakukan KKB semakin brutal dan tidak manusiawi,” ujarnya.