JAYAPURA – Sekelompok masyarakat adat yang mengatasnamakan Ondoafi Besar Tobati Enggros mengelar aksi penyampaian aspirasi dan melakukan pemalangan terhadap kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Jayapura di Abepura, Pada Jumat (14/11/).
Kantor tersebut berada di Jl Otonom, Koaraja. Aksi yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat adat tersebut buntut tidak kepastian atas tanah milik masyarakat adat Tobati-Enggros yang bersengketa dengan PT. Bintang Emas.
Berdasarkan data yang dihimpun Cenderawasih Pos, aksi dipimpin oleh Yeri Stenly Hamadi (Masyarakat Adat Tobati Enggros) dan diikuti sekira 25 orang. Masa aksi membawa sejumlah spanduk bertuliskan ‘Tanah Adat Milik Ahli Waris’ Alm. Yahe Petrus Hamadi Ondo Afi Besar Tobati Enggros, BPN Kota Jayapura jangan melindungi mafia tanah, dan BPN kota jayapura jangan melakukan pengukuran ulang tanah adat yang sudah masyarakat adat dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap sesuai dengan hasil putusan Mahkamah Agung.
Dalam keterangannya Yeri Stenly Hamadi mengatakan bahwa tanah yang dipermasalahkan itu telah memiliki dasar hukum atas putusan perkara diantaranya; Putusan Pengadilan Negeri: Nomor 50/PDT.G/1988/PN.JPR, Putusan Pengadilan Tinggi: Nomor 21/PDT/1989/PT.JPR Putusan Kasasi: Nomor 3152 K/Pdt/1989 Putusan Mahkamah Agung: Nomor 35.PK/PDT/1994.
“Bahwa perkara tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht) yang telah dimenangkan oleh tergugat (I) Ernes Lareung Lango Mana dan tergugat (V) Yahe Petrus Hamadi sebagai Amat Petrus Hamadi menolak seluruh gugatan penggugat G. D. Pt. Skiankle Kurnia,” jelasnya.
Yeri mengungkapkan bahwa selama kurang lebih 17 tahun pihak mengikuti seluruh alur hukum untuk mencari keadilan. Dari Pengadilan Negeri, naik ke kasasi, hingga keluarnya putusan berkekuatan hukum tetap.
Karena itu pihaknya menegaskan untuk persoalan ini, masyarakat adat Tobati Enggros tidak berbicara tentang mediasi. Bukan karena tidak mau berdialog, tetapi karena prosesnya sudah kami jalani selama bertahun-tahun. “Hari ini kami hanya ingin meminta hak kami. Hak yang sudah diakui melalui proses hukum yang panjang dan melelahkan bagi masyarakat adat,” pintahnya dengan tegas.
JAYAPURA – Sekelompok masyarakat adat yang mengatasnamakan Ondoafi Besar Tobati Enggros mengelar aksi penyampaian aspirasi dan melakukan pemalangan terhadap kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Jayapura di Abepura, Pada Jumat (14/11/).
Kantor tersebut berada di Jl Otonom, Koaraja. Aksi yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat adat tersebut buntut tidak kepastian atas tanah milik masyarakat adat Tobati-Enggros yang bersengketa dengan PT. Bintang Emas.
Berdasarkan data yang dihimpun Cenderawasih Pos, aksi dipimpin oleh Yeri Stenly Hamadi (Masyarakat Adat Tobati Enggros) dan diikuti sekira 25 orang. Masa aksi membawa sejumlah spanduk bertuliskan ‘Tanah Adat Milik Ahli Waris’ Alm. Yahe Petrus Hamadi Ondo Afi Besar Tobati Enggros, BPN Kota Jayapura jangan melindungi mafia tanah, dan BPN kota jayapura jangan melakukan pengukuran ulang tanah adat yang sudah masyarakat adat dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap sesuai dengan hasil putusan Mahkamah Agung.
Dalam keterangannya Yeri Stenly Hamadi mengatakan bahwa tanah yang dipermasalahkan itu telah memiliki dasar hukum atas putusan perkara diantaranya; Putusan Pengadilan Negeri: Nomor 50/PDT.G/1988/PN.JPR, Putusan Pengadilan Tinggi: Nomor 21/PDT/1989/PT.JPR Putusan Kasasi: Nomor 3152 K/Pdt/1989 Putusan Mahkamah Agung: Nomor 35.PK/PDT/1994.
“Bahwa perkara tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht) yang telah dimenangkan oleh tergugat (I) Ernes Lareung Lango Mana dan tergugat (V) Yahe Petrus Hamadi sebagai Amat Petrus Hamadi menolak seluruh gugatan penggugat G. D. Pt. Skiankle Kurnia,” jelasnya.
Yeri mengungkapkan bahwa selama kurang lebih 17 tahun pihak mengikuti seluruh alur hukum untuk mencari keadilan. Dari Pengadilan Negeri, naik ke kasasi, hingga keluarnya putusan berkekuatan hukum tetap.
Karena itu pihaknya menegaskan untuk persoalan ini, masyarakat adat Tobati Enggros tidak berbicara tentang mediasi. Bukan karena tidak mau berdialog, tetapi karena prosesnya sudah kami jalani selama bertahun-tahun. “Hari ini kami hanya ingin meminta hak kami. Hak yang sudah diakui melalui proses hukum yang panjang dan melelahkan bagi masyarakat adat,” pintahnya dengan tegas.