Wednesday, December 25, 2024
26.7 C
Jayapura

Pro Kontra DOB, Gubernur Diminta Turun Tangan

RHP: Kita Duduk dan Berbicara, Bagaimana Keinginan Masyarakat tentang Pemekaran

JAYAPURA-Adanya pro kontra di tengah masyarakat terkait pembentukan daerah otonom baru (DOB) hingga mengakibatkan tewasnya dua warga dalam aksi demo penolakan DOB yang berujung rusuh di Dekai, ibukota Kabupaten Yahukimo, Selasa (15/3) mengundang keprihatinan Wakil Ketua Asosiasi Bupati se-Pegunungan Tengah, Ricky Ham Pagawak, SH., M.Si.

Ricky Ham Pagawak (RHP) yang saat ini menjabat sebagai Bupati Mamberamo Tengah menyampaikan turut berdukacita atas jatuhnya korban jiwa dalam aksi demo penolakan pembentukan DOB Pegunungan Tengah Papua di Dekai.

Kondisi ini menurut RHP tidak bisa dibiarkan oleh pemerintah. Untuk itu, pihaknya meminta kepada Gubernur Papua, ketua DPR Papua, ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) serta seluruh bupati dan wali kota se-Provinsi Papua untuk duduk bersama membicarakan hal ini.

“Kalau boleh pak gubernur dalam waktu dekat ini mengundang. Bisa mengundang seluruhnya di lima wilayah adat atau masing-masing wilayah adat. Undang para bupati, DPR juga mungkin elemen masyarakat seperti tokoh gereja, tokoh adat, pemuda, perempuan dan juga mahasiswa. Kita duduk dan berbicara, bagaimana keinginan masyarakat tentang pemekaran ini,” ungkapnya kepada awak media, Rabu (16/3).

Terkait DOB di Provinsi Papua, diakuinya kondisi di tengah masyarakat saat ini ada yang menerima dan ada yang menolak. Pemerintah menurut RHP tentunya tidak bisa membiarkan kondisi ini terus terjadi hingga mengakibatkan jatuhnya korban.

“Kalau kita sebagai pemerintah membiarkan hal ini, yang korban adalah masyarakat dan juga anggota TNI-Polri. Ini merupakan kerugian besar bagi rakyat Indonesia dan rakyat Papua. Oleh sebab itu, sebagai wakil ketua Asosiasi Bupati se-Pegununga Tengah Papua, merasa hal ini penting untuk kita duduk bersama-sama. Tidak bisa kita bicara sendiri-sendiri, apalagi masyarakat turun dan kita biarkan,” tuturnya.”

Baca Juga :  Kurang Transparan, Dana Otsus Rawan Dikorupsi

RHP menegaskan bahwa dalam polemik DOB di tanah Papua, masyarakat baik itu yang menolak maupun yang menerima, tidak mempunyai kepentingan. “Yang punya kepentingan saya dan teman-teman para bupati juga DPR. Kita ini yang punya kepentingan. Masa kita yang punya kepentingan tetapi diam, terus masyarakat yang menjadi korban. Oleh sebab itu, saya mengusulkan dengan hormat, pak gubernur. Kalau merasa ini penting, mari mengundang kami bupati di seluruh wilayah adat, DPR. Kita duduk tidak terlalu lama, bisa satu dua hari kita selesaikan,” ujarnya.

“Begitu kita duduk, kita tanya rakyat. Rakyat maunya apa. Tidak mungkin rakyat tidak mau, pemerintah setuju atau sebaliknya pemerintah tidak mau, rakyat setuju. Dari sini kita bisa tahu apa alasan rakyat menolak atau menerima daerah otonom baru. Ini akan terlihat kalau kita duduk bersama,” sambungnya.

Dalam pertemuan ini, RHP juga berharap bisa menghadirkan pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri untuk menjelaskan apakah pembentukan daerah otonom baru ini kewenangannya diusulkan oleh masyarakat atau oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat.

“Kalau memang ada revisi otonomi khusus, kewenangannya oleh pemerintah pusat, harus disampaikan kepada masyarakat. Sebab sampai hari ini masyarakat belum tahu. Masyarakat menolak karena mereka juga ukur, provinsi datang mereka bisa dapat tempat atau tidak. Masyarakat tentunya butuh pembangunan, namun pelaksana pembangunan itu tidak diisi oleh orang asli dan ini rill terjadinya,” ucapnya.

Baca Juga :  Tokoh Agama Sepakat Bantu TNI-Polri Bebaskan Sandera dari KKB

Oleh sebab itu, RHP kembali berharap, gubernur, ketua DPR Papua, ketua MRP, Kapolda Papua, Pangdam dan semua perangkat pemerintah di tingkat provinsi untuk mengundang semua perangkat pemerintah di tingkat kabupaten dan kota untuk duduk bersama dengan rakyat.

“Ini kepentingan kita bersama. Jangan masyarakat menilai bahwa ini para bupati yang sudah dua periode punya kepentingan karena mengakhiri masa jabatan jadi maunya provinsi. Saya kira tidak salah anggapan mereka itu. Tapi di sisi lain, kami di pemerintahan utamanya kami para bupati atau mereka  yang urus pemekaran, mungkin juga punya pandangan lain. Mungkin untuk lebih mempermudah pembangunan dan bisa dirasakan oleh masyarakat termasuk membuka lapangan kerja. Saya kira semua itu oke, namun harus dibicarakan,” tambahnya.

Semua pandangan-pandangan ini menurut RHP harus dibicarakan secara bersama-sama sehingga tidak lagi menjadi polemik di tengah masyarakat yang bisa kembali menimbulkan korban di sisi masyarakat maupun aparat keamanan.

“Oleh sebab itu saya berharap sebagai pemimpin di tanah ini yang sudah Tuhan percayakan melalui rakyat, kita punya tugas untuk menjaga rakyat. Kita punya tugas juga membangun daerah ini. Oleh sebab itu, mari kita duduk bersama  sama-sama membatasi korban berikut,” tutupnya. (nat)

RHP: Kita Duduk dan Berbicara, Bagaimana Keinginan Masyarakat tentang Pemekaran

JAYAPURA-Adanya pro kontra di tengah masyarakat terkait pembentukan daerah otonom baru (DOB) hingga mengakibatkan tewasnya dua warga dalam aksi demo penolakan DOB yang berujung rusuh di Dekai, ibukota Kabupaten Yahukimo, Selasa (15/3) mengundang keprihatinan Wakil Ketua Asosiasi Bupati se-Pegunungan Tengah, Ricky Ham Pagawak, SH., M.Si.

Ricky Ham Pagawak (RHP) yang saat ini menjabat sebagai Bupati Mamberamo Tengah menyampaikan turut berdukacita atas jatuhnya korban jiwa dalam aksi demo penolakan pembentukan DOB Pegunungan Tengah Papua di Dekai.

Kondisi ini menurut RHP tidak bisa dibiarkan oleh pemerintah. Untuk itu, pihaknya meminta kepada Gubernur Papua, ketua DPR Papua, ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) serta seluruh bupati dan wali kota se-Provinsi Papua untuk duduk bersama membicarakan hal ini.

“Kalau boleh pak gubernur dalam waktu dekat ini mengundang. Bisa mengundang seluruhnya di lima wilayah adat atau masing-masing wilayah adat. Undang para bupati, DPR juga mungkin elemen masyarakat seperti tokoh gereja, tokoh adat, pemuda, perempuan dan juga mahasiswa. Kita duduk dan berbicara, bagaimana keinginan masyarakat tentang pemekaran ini,” ungkapnya kepada awak media, Rabu (16/3).

Terkait DOB di Provinsi Papua, diakuinya kondisi di tengah masyarakat saat ini ada yang menerima dan ada yang menolak. Pemerintah menurut RHP tentunya tidak bisa membiarkan kondisi ini terus terjadi hingga mengakibatkan jatuhnya korban.

“Kalau kita sebagai pemerintah membiarkan hal ini, yang korban adalah masyarakat dan juga anggota TNI-Polri. Ini merupakan kerugian besar bagi rakyat Indonesia dan rakyat Papua. Oleh sebab itu, sebagai wakil ketua Asosiasi Bupati se-Pegununga Tengah Papua, merasa hal ini penting untuk kita duduk bersama-sama. Tidak bisa kita bicara sendiri-sendiri, apalagi masyarakat turun dan kita biarkan,” tuturnya.”

Baca Juga :  Pemprov Papua Akui Minat Petani Kurang Tanam Kacang Kedelai

RHP menegaskan bahwa dalam polemik DOB di tanah Papua, masyarakat baik itu yang menolak maupun yang menerima, tidak mempunyai kepentingan. “Yang punya kepentingan saya dan teman-teman para bupati juga DPR. Kita ini yang punya kepentingan. Masa kita yang punya kepentingan tetapi diam, terus masyarakat yang menjadi korban. Oleh sebab itu, saya mengusulkan dengan hormat, pak gubernur. Kalau merasa ini penting, mari mengundang kami bupati di seluruh wilayah adat, DPR. Kita duduk tidak terlalu lama, bisa satu dua hari kita selesaikan,” ujarnya.

“Begitu kita duduk, kita tanya rakyat. Rakyat maunya apa. Tidak mungkin rakyat tidak mau, pemerintah setuju atau sebaliknya pemerintah tidak mau, rakyat setuju. Dari sini kita bisa tahu apa alasan rakyat menolak atau menerima daerah otonom baru. Ini akan terlihat kalau kita duduk bersama,” sambungnya.

Dalam pertemuan ini, RHP juga berharap bisa menghadirkan pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri untuk menjelaskan apakah pembentukan daerah otonom baru ini kewenangannya diusulkan oleh masyarakat atau oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat.

“Kalau memang ada revisi otonomi khusus, kewenangannya oleh pemerintah pusat, harus disampaikan kepada masyarakat. Sebab sampai hari ini masyarakat belum tahu. Masyarakat menolak karena mereka juga ukur, provinsi datang mereka bisa dapat tempat atau tidak. Masyarakat tentunya butuh pembangunan, namun pelaksana pembangunan itu tidak diisi oleh orang asli dan ini rill terjadinya,” ucapnya.

Baca Juga :  Kurang Transparan, Dana Otsus Rawan Dikorupsi

Oleh sebab itu, RHP kembali berharap, gubernur, ketua DPR Papua, ketua MRP, Kapolda Papua, Pangdam dan semua perangkat pemerintah di tingkat provinsi untuk mengundang semua perangkat pemerintah di tingkat kabupaten dan kota untuk duduk bersama dengan rakyat.

“Ini kepentingan kita bersama. Jangan masyarakat menilai bahwa ini para bupati yang sudah dua periode punya kepentingan karena mengakhiri masa jabatan jadi maunya provinsi. Saya kira tidak salah anggapan mereka itu. Tapi di sisi lain, kami di pemerintahan utamanya kami para bupati atau mereka  yang urus pemekaran, mungkin juga punya pandangan lain. Mungkin untuk lebih mempermudah pembangunan dan bisa dirasakan oleh masyarakat termasuk membuka lapangan kerja. Saya kira semua itu oke, namun harus dibicarakan,” tambahnya.

Semua pandangan-pandangan ini menurut RHP harus dibicarakan secara bersama-sama sehingga tidak lagi menjadi polemik di tengah masyarakat yang bisa kembali menimbulkan korban di sisi masyarakat maupun aparat keamanan.

“Oleh sebab itu saya berharap sebagai pemimpin di tanah ini yang sudah Tuhan percayakan melalui rakyat, kita punya tugas untuk menjaga rakyat. Kita punya tugas juga membangun daerah ini. Oleh sebab itu, mari kita duduk bersama  sama-sama membatasi korban berikut,” tutupnya. (nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya