Sembilan Bupati Tandatangan Surat Pernyataan yang Mengikat Warga di Lapago Mengedepankan Proses Hukum
WAMENA-Konflik antara dua kelompok massa yang terjadi di Wouma, minggu lalu akhirnya diselesaikan secara damai oleh pemerintah dengan melibatkan warga Kabupaten Nduga dan Lanny Jaya di halaman Kodim 1702/ Jayawijaya, Sabtu (15/1).
Dalam prosesi perdamaian itu dibacakan pernyataan sikap dari dari Asosiasi Bupati se-Pegunungan Tengah Papua untuk mengikat masyarakat agar tak lagi melakukan konflik di Wamena.
Dalam Prosesi perdamaian itu, perwakilan dari dua kelompok berpelukan dan saling jabat tangan menandai jika perselisihan yang terjadi telah berakhir serta berhenti untuk melakukan konflik sosial.,Sementara dari pemerintah daerah dalam hal ini tiga bupati yang warganya terlibat konflik dan terdampak, berjanji untuk bertanggug jawab atas 47 honai dan rumah warga Wouma yang dibakar dalam konflik tersebut.
Bupati Lanny Jaya, Befa Yigibalom, SE., M.Si., uang juga ketua Asosiasi Bupati se-Pegunungan Tengah Papua menyatakan bahwa dalam waktu seminggu ini masalah konflik saudara yang terjadi bisa diselesaikan semuanya.
Untuk itu, Bupati Befa Yigibalom mengajak masyarakat untuk meninggalkan masa lalu dan melihat masa depan yang telah ditandatangani bersama. Sehingga apa yang menjadi pengikat warga akan disosialisasikan ke seluruh Lanny Jaya.
“Dari poin yang disepakati, hanya ada tiga poin penting. Pertama tidak ada orang yang punya hak di bumi ini untuk menghilangkan nyawa orang lain, sehingga di seluruh Pegunungan Tengah Papua tidak ada lagi bunuh membunuh,” jelas Befa Yigibalom.
Ia menegaskan aturan yang mengikat masyarakat Lapago ini, bagi siapa yang menghilangkan nyawa manusia maka akan dikenakan sangsi 10 sampai dengan 15 tahun penjara dan berlaku untuk seluruh warga.
Pihaknya juga setuju pemerintah menyerahkan mandat kepada aparat TNI-Polri apabila akibat pembunuhan yang berbuntut perang maka saat itu juga aparat akan merampas alat tajam yang digunakan unutuk dimusnahkan.
“Aturan yang ketiga, tidak boleh lagi sekecil apapun anggaran dari pemerintah untuk kompensasi atau apapun. Karena dua hal tadi dilaksanakan, sehingga kesepakatan ini harus diterapkan di seluruh wilayah lapago,” tegasnya.
Befa kembali menegaskan jika ada yang melakukan pembunuhan, aparat keamanan akan mengambil tindakan dengan melakukan proses hukum dengan ancaman hukuman 10-15 tahun penjara. “Penjaranya tidak di Papua, tetapi mungkin di Kalimantan atau pulau Nusakambangan agar tidak lagi ada pembunuhan,” tutupnya.
Di tempat yang sama Bupati Nduga, Wentius Nimiangge, SPd, MM menyatakan konflik yang terjadi bukan perang suku, tetapi ini perang antara keluarga, sehingga dirinya mengingatkan untuk tidak bermain-main dengan hukum. Sebab apa yang sudah disepakati untuk penjara 15 tahun, Wentius Nimiangge mengaku setuju untuk diterapkan kepada warganya yang melakukan pembunuhan.
“Saya ingin sampaikan kalau keluarga itu tidak bisa dibeli dengan uang. Saya sudah tandatangani perdamaian sehingga anak sekolah harus kembali bersekolah lagi seperti biasa. Jangan lagi buat aksi dan lain-lain. Jangan hanya tahu bikin masalah tapi tidak bisa selesaikan,” tambahnya.
Sementara itu, Bupati Yahukimo, Didimus Yahuli, SH menyatakan jika selama ini pihaknya sudah menerapkan penindakan hukum kepada warganya dan kini warga yang melakukan kejahatan semua ada di Lapas Wamena.
Dirinya mencontohkan kasus pengrusakan Bank Papua, dimana pelakunya dipenjara. Demikian pula dengan pelaku pembakaran rumahnya, menurut Bupati Didimus Yahuli pelakunya sudah dimasukan penjara.
“Begitu pula dengan kasus penyerangan di gereja, ada 19 orang sedang diproses hukum. Ketika supremasi hukum ditegakan, orang akan hidup tentram dan kita di Yahukimo sudah membuktikan itu. Pelaku pembunuhan yang mau bayar ternak babi 100 ekor, uang Rp 1 miliar, masuk penjara dulu baru selesaikan secara adat. Tidak ada kompromi, siapapun dia maka proses hukum yang diutamakan,” tegasnya.
Sedangkan Bupati Jayawijaya Jhon Richad Banua, SE, M.Si menyatakan berterima kasih kepada lima bupati yang sudah hadir untuk menyelesaikan masalah yang sempat meramaikan publik. Dimana permasalahan ini sudah dapat diselesaikan dengan baik, dimana kedua kubu yang bertikai sudah berdamai.
“Perdamaian ini penting dilakukan agar ke depan tidak ada konflik lagi di Wamena atau kabupaten induk sebagai mama yang melahirkan kabupaten-kabupaten lain di wilayah Lapago,” pintanya.
Sementara Wakil Ketua Asosiasi Bupati se-Pegunungan Tengah Papua yang juga Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak, SH, M.Si., menyatakan, dalam sejarah budaya orang gunung, kalau konflik sudah jatuh korban biasanya memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan. Tetapi kali ini sejarah baru, karena dengan waktu yang singkat sudah bisa diselesaikan.
“Ini sejarah baru dan yang Tuhan inginkan. Sehingga apa yang tidak baik harus ditinggalkan dan melakukan hal yang baru. Saya juga apresiasi kepada Bupati Jayawijaya, Bupati Nduga dan Lanny Jaya yang warganya terlibat konflik. Bahkan Dandim dan Kapolres Jayawijaya yang sudah bekerja keras menyelesaikan masalah ini,” tuturnya.
Ia mengharapkan dengan adanya perdamaian ini bisa mengakhiri budaya perang dari orang Lapago yang harus ditinggalkan. Karena akibat perang ini kehilangan banyak nyawa dan akibatnya harus pemerintah menanggung beban. Oleh sebab itu, Asosiasi Bupati se-Pegunungan Tengah Papua mengharapkan keputusan yang diambil mewakili keputusan rakyat.
“Parang, tombak, panah memang penting dan itu budaya. Tetapi penting dalam even budaya. Kita tidak perlu tinggalkan itu dan dibasmi juga tidak, tetapi alat perang itu digunakan untuk mengangkat budaya orang Dani. Kalau angkat budaya Dani tidak bisa dengan kayu atau tari-tarian tetapi melekat dengan tombak, panah dan parang. Mungkin praktek yang tidak baik ini yang harus dihilangkan,”tutupnya.(jo/nat)