Wednesday, August 20, 2025
22.6 C
Jayapura

ULMWP: Masyarakat Harus Siap Melawan

Dari Peringatan New York Agreement 15 Agustus

JAYAPURA – Pada 15 Agustus 2025 Papua memperingati 63 tahun perjanjian New York Agreement (Perjanjian New York) yang ditandatangani oleh kerajaan Belanda dan pemerintah Indonesia yang dimediasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kantor Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat.

Hanya saja bagi masyarakat Papua perjanjian ini merupakan hal yang melecehkan. Ini ditambah pelaksanaan penentuan pendapat rakyat (PEPERA) dengan cara yang dipraktekan pada 1969, menjadi pelengkap derita masyarakat.

Menurut Markus Haluk selaku Sekretaris Eksekutif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) selama 63 tahun ada 26 operasi besar dilancarkan aparat diberbagai tempat. Saat ini, konflik terus terjadi dan eskalasinya terus meningkat. Ia mencatat bahwa ada 75.000 warga sipil sedang mengungsi di 9 Wilayah konflik di West Papua.

Baca Juga :  Koordinator KNPB Penggagas Aksi Demo Ditandai

Banyak warga sipil, termasuk hamba Tuhan, anak-anak, kaum ibu di Intan Jaya, Nduga, Puncak Papua, Maybrat, Pegunungan Bintang, Puncak Jaya, Lany Jaya, Yahukimo, Paniai, Dogiyai, Timika dan Wamena.

Menase Tabuni, Presiden Eksekutif ULMWP menegaskan Kembali bahwa Orang Papua tidak mempunyai masa depan hidup bersama Indonesia.

“Karena itu kami menyerukan kepada rakyat Papua untuk melindungi dan menjaga diri. Kami juga menyerukan untuk menolak setiap kebijakan kolonial Indonesia dan bersiap melakukan aksi protes perlawanan demi membela harga diri, bangsa dan tanah air,” jelas Menase.

Dari Peringatan New York Agreement 15 Agustus

JAYAPURA – Pada 15 Agustus 2025 Papua memperingati 63 tahun perjanjian New York Agreement (Perjanjian New York) yang ditandatangani oleh kerajaan Belanda dan pemerintah Indonesia yang dimediasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kantor Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat.

Hanya saja bagi masyarakat Papua perjanjian ini merupakan hal yang melecehkan. Ini ditambah pelaksanaan penentuan pendapat rakyat (PEPERA) dengan cara yang dipraktekan pada 1969, menjadi pelengkap derita masyarakat.

Menurut Markus Haluk selaku Sekretaris Eksekutif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) selama 63 tahun ada 26 operasi besar dilancarkan aparat diberbagai tempat. Saat ini, konflik terus terjadi dan eskalasinya terus meningkat. Ia mencatat bahwa ada 75.000 warga sipil sedang mengungsi di 9 Wilayah konflik di West Papua.

Baca Juga :  KPU Puncak Jaya  Gelar Debat Publik Kedua Antar Paslon Bupati dan Wakil Bupati

Banyak warga sipil, termasuk hamba Tuhan, anak-anak, kaum ibu di Intan Jaya, Nduga, Puncak Papua, Maybrat, Pegunungan Bintang, Puncak Jaya, Lany Jaya, Yahukimo, Paniai, Dogiyai, Timika dan Wamena.

Menase Tabuni, Presiden Eksekutif ULMWP menegaskan Kembali bahwa Orang Papua tidak mempunyai masa depan hidup bersama Indonesia.

“Karena itu kami menyerukan kepada rakyat Papua untuk melindungi dan menjaga diri. Kami juga menyerukan untuk menolak setiap kebijakan kolonial Indonesia dan bersiap melakukan aksi protes perlawanan demi membela harga diri, bangsa dan tanah air,” jelas Menase.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya