Thursday, April 25, 2024
28.7 C
Jayapura

Wilayah Pegunungan Terancam Cuaca Ekstrim

Masyarakat Distrik Kuyawage yang mengungsi di Distrik Malagaineri, Kabupaten Lanny Jaya akibat cuaca ekstrem embun beku yang terjadi November 2015 lalu. ( FOTO : Ginting/Cepos)

WAMENA-Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Wamena meminta pemerintah daerah dan masyarakat di tiga kabupaten di Pegunungan Tengah Papua yaitu Jayawijaya, Lanny Jaya dan Nduga untuk mewaspadai perubahan cuaca yang dinilai cukup ekstrim dari Juli hingga September 2019. 

Forkester atau Prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Wamena, Laura Silfa Maharet Ronggiare mengatakan, saat ini cuaca memasuki musim kemarau yang diawali dengan pancaroba, dimana peralihan dari musim hujan ke kemarau yang cukup ekstrim.

“Ekstrimnya seperti penurunan suhu. Angin yang kencang dan tidak seperti suhu normal yang terjadi di Wamena” ungkapnya saat ditemui di Kantor BMKG Wamena, Sabtu (13/7).

Kata Laura Silfa, normalnya suhu di Wamena mulai dari 16-28 derajat celcius, tetapi dalam tiga hari terakhir terpantau, Sabtu Sabtu (13/7) pukul 06.00 WIT, pagi hari suhu tercatat 11,4 derajat celcius dan maksimum 25 derajat di Wamena. 

“Perubahan suhu cuaca ini juga berpengaruh terhadap kabupaten lain di pegunungan seperti Lanny Jaya, Nduga, Mamberamo Tengah dan Yalimo. Namun kewaspadaan yang lebih ditingkatkan ialah untuk Kabupaten Lanny Jaya dan Nduga,” bebernya.

Baca Juga :  AMAN Dorong Kader Masyarakat Adat Berpartisipasi di Politik

 Menurut Laura, Kabupaten Lanny Jaya dan Nduga  pada masa pancaroba saat ini suhunya lebih esktrim dibandingkan Wamena. Suhunya, lebih rendah 2 derajat dari suhu di Wamena. 

Laura Silfa Maharet Ronggiare ( FOTO : Denny/ Cepos)

“Khusus untuk Lanny Jaya dan Nduga lebih ekstrim dari kita di Wamena sekira kurang dua derajat. Kalau di Wamena sudah 11 derajat, di Lanny Jaya dan sejumlah daerah di Nduga seperti Mbua bisa 8-9 derajat celcius,”jelasnya.

Untuk kecepatan angin juga selama beberapa hari yang terpantau. BMKG menurutnya melihat ada terjadi pengaruh angin monsun dingin dari Australia yang aktif pada Juni-September 2019. Dimana  saat ini di Australia sedang dalam musim dingin, sehingga angin itu bertiup ke arah Asia sehingga dataran tinggi di Pegunungan Tengah Papua juga terasa.

“Angin itu bertiup membawa monsun udara yang sifatnya kering dan dingin. Sekarang posisi di Australia lagi musim dingin, dimana aktifnya Juni-Juli-Agustus yang membawa angin ke Asia melewati Indonesia. Karena Papua termasuk dalam daerah dengan ekuator sehingga terkena dampaknya dari angin monsun Australia tersebut,”paparnya.

Baca Juga :  Dr. Anthon Raharusun:  Seharusnya Plt Bupati Mimika Diberhentikan Sementara

Laura menjabarkan bahwa angin monsun ini juga berdampak di wilayah Wamena. Karena topografi di dataran tinggi , dan diperkirakan puncaknya akan terjadi di September 2019. Bahkan diprediksi terjadi angin kencang dan bisa saja memengaruhi untuk penerbangan di Wamena.

“Untuk saat ini kecepatan angin masih belum mengganggu penerbangan karena belum terlalu signifikan. Khusus  di pagi hari angin masih normal 5-10 knot dan masih aman untuk penerbangan. Namun masuk di siang hingga malam hari rata-rata kecepatan angin bisa sampai 30 knot,” bebernya.

Untuk intensitas hujan, lanjut Laura, dalam 10 hari terakhir di Wamena ini berkurang. Dari pantauan BMKG pada tujuh hari hujan dengan intensitas 45,0 mili meter dimana menurun di awal Juli ini.

“Kemungkinan ke depannya bisa di bawah 10 derajat celcius penurunan suhu di Wamena, dimana hal seperti ini pernah terjadi di Wamena pada 2015 hingga 6 derajat celcius, sehingga memang perlu kewaspadaan pemerintah dan masyarakat,” pungkasnya. (jo/nat)

Masyarakat Distrik Kuyawage yang mengungsi di Distrik Malagaineri, Kabupaten Lanny Jaya akibat cuaca ekstrem embun beku yang terjadi November 2015 lalu. ( FOTO : Ginting/Cepos)

WAMENA-Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Wamena meminta pemerintah daerah dan masyarakat di tiga kabupaten di Pegunungan Tengah Papua yaitu Jayawijaya, Lanny Jaya dan Nduga untuk mewaspadai perubahan cuaca yang dinilai cukup ekstrim dari Juli hingga September 2019. 

Forkester atau Prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Wamena, Laura Silfa Maharet Ronggiare mengatakan, saat ini cuaca memasuki musim kemarau yang diawali dengan pancaroba, dimana peralihan dari musim hujan ke kemarau yang cukup ekstrim.

“Ekstrimnya seperti penurunan suhu. Angin yang kencang dan tidak seperti suhu normal yang terjadi di Wamena” ungkapnya saat ditemui di Kantor BMKG Wamena, Sabtu (13/7).

Kata Laura Silfa, normalnya suhu di Wamena mulai dari 16-28 derajat celcius, tetapi dalam tiga hari terakhir terpantau, Sabtu Sabtu (13/7) pukul 06.00 WIT, pagi hari suhu tercatat 11,4 derajat celcius dan maksimum 25 derajat di Wamena. 

“Perubahan suhu cuaca ini juga berpengaruh terhadap kabupaten lain di pegunungan seperti Lanny Jaya, Nduga, Mamberamo Tengah dan Yalimo. Namun kewaspadaan yang lebih ditingkatkan ialah untuk Kabupaten Lanny Jaya dan Nduga,” bebernya.

Baca Juga :  Dr. Anthon Raharusun:  Seharusnya Plt Bupati Mimika Diberhentikan Sementara

 Menurut Laura, Kabupaten Lanny Jaya dan Nduga  pada masa pancaroba saat ini suhunya lebih esktrim dibandingkan Wamena. Suhunya, lebih rendah 2 derajat dari suhu di Wamena. 

Laura Silfa Maharet Ronggiare ( FOTO : Denny/ Cepos)

“Khusus untuk Lanny Jaya dan Nduga lebih ekstrim dari kita di Wamena sekira kurang dua derajat. Kalau di Wamena sudah 11 derajat, di Lanny Jaya dan sejumlah daerah di Nduga seperti Mbua bisa 8-9 derajat celcius,”jelasnya.

Untuk kecepatan angin juga selama beberapa hari yang terpantau. BMKG menurutnya melihat ada terjadi pengaruh angin monsun dingin dari Australia yang aktif pada Juni-September 2019. Dimana  saat ini di Australia sedang dalam musim dingin, sehingga angin itu bertiup ke arah Asia sehingga dataran tinggi di Pegunungan Tengah Papua juga terasa.

“Angin itu bertiup membawa monsun udara yang sifatnya kering dan dingin. Sekarang posisi di Australia lagi musim dingin, dimana aktifnya Juni-Juli-Agustus yang membawa angin ke Asia melewati Indonesia. Karena Papua termasuk dalam daerah dengan ekuator sehingga terkena dampaknya dari angin monsun Australia tersebut,”paparnya.

Baca Juga :  Kamtibmas di Boven Digoel Berangsur Aman

Laura menjabarkan bahwa angin monsun ini juga berdampak di wilayah Wamena. Karena topografi di dataran tinggi , dan diperkirakan puncaknya akan terjadi di September 2019. Bahkan diprediksi terjadi angin kencang dan bisa saja memengaruhi untuk penerbangan di Wamena.

“Untuk saat ini kecepatan angin masih belum mengganggu penerbangan karena belum terlalu signifikan. Khusus  di pagi hari angin masih normal 5-10 knot dan masih aman untuk penerbangan. Namun masuk di siang hingga malam hari rata-rata kecepatan angin bisa sampai 30 knot,” bebernya.

Untuk intensitas hujan, lanjut Laura, dalam 10 hari terakhir di Wamena ini berkurang. Dari pantauan BMKG pada tujuh hari hujan dengan intensitas 45,0 mili meter dimana menurun di awal Juli ini.

“Kemungkinan ke depannya bisa di bawah 10 derajat celcius penurunan suhu di Wamena, dimana hal seperti ini pernah terjadi di Wamena pada 2015 hingga 6 derajat celcius, sehingga memang perlu kewaspadaan pemerintah dan masyarakat,” pungkasnya. (jo/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya