Thursday, April 25, 2024
25.7 C
Jayapura

Diduga Gunakan Dana Desa

Frits Ramandey ( FOTO: Elfira/Cepos)

Terkait Jual Beli Amunisi dan Senjata

JAYAPURA-Komisi Nasional Hak Asasi Manusia  (Komnas HAM) Perwakilan Provinsi Papua mendesak Polda Papua untuk wajib mengungkap setiap kasus jual beli amunisi dan senjata di Papua.

Pasalnya, dari catatan Komnas HAM  ada potensi uang untuk membeli senjata dan amunisi diduga  menggunakan dana yang ada di kampung-kampung. Oleh sebab itu, tugas Polda Papua untuk melakukan audit secara baik tentang penggunaan dana kampung di wilayah papua.

“Dalam kasus penangkapan pembelian peluru sebanyak 70 butir pada tahun  2017 di Timika,  diduga kuat oknum tertentu yang  dari Yahukimo menggunakan dana kampung. Begitu juga kampung-kampung fiktif yang berpotensi  disalahgunakan  untuk kepentingan jual beli senjata dan amunisi,” Kepala Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, Senin (10/2).

Dalam kasus lain menurut Frits, dimana tiga warga sipil yang diamankan di sekitar Sentani, Kabuaten Jayapura, Senin (27/1) lalu. Dari tiga warga sipil tersebut diamankan senjata api jenis AK 47 dan 12 butir peluru beserta dua magazine.

“Kalau kita lihat dari akhir 2019 dan awal tahun 2020, memang terjadi  beberapa kali  pengungkapan penjualan secara gelap amunisi dan senjata. Tetapi juga ada upaya pembelian senjata dan amunisi,” ucap Menurut Frits, maraknya bisnis jual beli amunisi dan senjata di Papua harus diungkap oleh TNI-Polri dan juga BIN. Menurutnya ada dua hal yang perlu dilakukan yakni memastikan jaringan ini dan apa kepentingannya. Kemudian memastikan jaringan jual beli amunisi dan senjata. Dalam pandangan Frits, yakni siapa yang mensuplay senjata dan peluru ? Apakah ini jaringan besar atau dilakukan secara spontanitas oleh oknum anggota.

Baca Juga :  Delapan Ruko Dieksekusi di Entrop

Karena itu lanjut Frits, setiap oknum TNI-Polri  yang terlibat secara langsung dalam bisnis jahat ini tidak ada ampun baginya, kecuali dia diberi hukuman maksimal dan hukuman tambahan. Sebab ketika oknum anggota tersebut menjual satu senjata dan satu peluru, itu mengancam hak atas rasa aman  dan hak hidup orang lain hilang.

“Jaringan besar itu berhubungan dengan perusahaan-perusahaan yang memproduksi senjata secara resmi, atau kemudian ada jaringan yang berhubungan dengan produksi senjata secara illegal. Di Indonesia berpotensi untuk  produksi  senjata secata illegal  sangat terbuka, sehingga TNI-Polri juga BIN harus punya pemetaan jaringan ini,” tutur Frits.

Dari catatan Komnas HAM, kenapa jual beli senjata dan amunisi beradar luas ? Sebab itu menjanjikan dan harganya cukup fantastis, sehingga tidak bisa dipungkiri dalam kasus jual beli amunisi dan senjata di Papua ada dugaan keterlibatan oknum aparat keamanan.

Dalam laporan Komnas HAM yang sudah diungkap, pengasawan terutama  terhadap peluru  harus dilakukan secara melekat oleh satuan baik TNI maupun Polisi. Sebagaimana dalam kasus  Nabire, pembelian peluru diduga dibeli oleh jaringan OPM dari seorang yang diduga oknum pengurus Perbakin.

Baca Juga :  Dukung Pemkab Keerom Manfaatkan Lahan di Arsopura

“Jual beli senjata dan amunisi juga berhubungan dengan kepentingan  bisnis supaya menciptakan  satu kondisi dimana membuat sebuah wilayah itu menjadi seram,” terangnya.

Menurut Frits, ketika seseorang memegang senjata  secara ilegal di satu wilayah, maka orang tersebut secara semena-mena melakukan apa yang dia inginkan. Mengintimidasi orang lain dan  itu terjadi di beberapa wilayah di papua.

“Komnas HAM punya peta yang cukup jelas soal kondisi itu. Karena itu tugas TNI-Polri untuk mengejar setiap orang yang memegang senjata secara ilegal. Karena dia akan berpotensi  mengakibatkan HAM orang lain terganggu dan HAM orang lain hilang,” tegasnya.

Frits yakin jika Polda Papua bisa mengungkap jual beli amunisi dan senjata di Papua. Dirinya juga memberi apresiasi kepada Polda Papua yang memiliki kemampuan mengungkap kasus ini sebagaimana yang sudah terjadi di beberapa wilayah di Papua.

Dalam pemetaan Komnas HAM, wilayah potensial untuk penjualan senjata dan amunisi di Papua dengan pintu masuk senjata berada di Kota Sorong Provinsi Papua Barat. Dimana Sorong akan  mendistribusinya ke seluruh wilayah pantai.

Sementara pintu masuk sekaligus menjadi transaksi dan distribusi  amunisi dan senjata yakni wilayah Timika, Nabire dan Jayapura. “Wilayah potensial yang terjadi kehilangan senjata atau penjualan peluru dan senjata berada di wilayah Puncak, Puncak Jaya, Timika dan Paniai,” beber Frits. (fia/nat)

Frits Ramandey ( FOTO: Elfira/Cepos)

Terkait Jual Beli Amunisi dan Senjata

JAYAPURA-Komisi Nasional Hak Asasi Manusia  (Komnas HAM) Perwakilan Provinsi Papua mendesak Polda Papua untuk wajib mengungkap setiap kasus jual beli amunisi dan senjata di Papua.

Pasalnya, dari catatan Komnas HAM  ada potensi uang untuk membeli senjata dan amunisi diduga  menggunakan dana yang ada di kampung-kampung. Oleh sebab itu, tugas Polda Papua untuk melakukan audit secara baik tentang penggunaan dana kampung di wilayah papua.

“Dalam kasus penangkapan pembelian peluru sebanyak 70 butir pada tahun  2017 di Timika,  diduga kuat oknum tertentu yang  dari Yahukimo menggunakan dana kampung. Begitu juga kampung-kampung fiktif yang berpotensi  disalahgunakan  untuk kepentingan jual beli senjata dan amunisi,” Kepala Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, Senin (10/2).

Dalam kasus lain menurut Frits, dimana tiga warga sipil yang diamankan di sekitar Sentani, Kabuaten Jayapura, Senin (27/1) lalu. Dari tiga warga sipil tersebut diamankan senjata api jenis AK 47 dan 12 butir peluru beserta dua magazine.

“Kalau kita lihat dari akhir 2019 dan awal tahun 2020, memang terjadi  beberapa kali  pengungkapan penjualan secara gelap amunisi dan senjata. Tetapi juga ada upaya pembelian senjata dan amunisi,” ucap Menurut Frits, maraknya bisnis jual beli amunisi dan senjata di Papua harus diungkap oleh TNI-Polri dan juga BIN. Menurutnya ada dua hal yang perlu dilakukan yakni memastikan jaringan ini dan apa kepentingannya. Kemudian memastikan jaringan jual beli amunisi dan senjata. Dalam pandangan Frits, yakni siapa yang mensuplay senjata dan peluru ? Apakah ini jaringan besar atau dilakukan secara spontanitas oleh oknum anggota.

Baca Juga :  Aksi Damai Hari Masyarakat Adat Sedunia Dibubarkan

Karena itu lanjut Frits, setiap oknum TNI-Polri  yang terlibat secara langsung dalam bisnis jahat ini tidak ada ampun baginya, kecuali dia diberi hukuman maksimal dan hukuman tambahan. Sebab ketika oknum anggota tersebut menjual satu senjata dan satu peluru, itu mengancam hak atas rasa aman  dan hak hidup orang lain hilang.

“Jaringan besar itu berhubungan dengan perusahaan-perusahaan yang memproduksi senjata secara resmi, atau kemudian ada jaringan yang berhubungan dengan produksi senjata secara illegal. Di Indonesia berpotensi untuk  produksi  senjata secata illegal  sangat terbuka, sehingga TNI-Polri juga BIN harus punya pemetaan jaringan ini,” tutur Frits.

Dari catatan Komnas HAM, kenapa jual beli senjata dan amunisi beradar luas ? Sebab itu menjanjikan dan harganya cukup fantastis, sehingga tidak bisa dipungkiri dalam kasus jual beli amunisi dan senjata di Papua ada dugaan keterlibatan oknum aparat keamanan.

Dalam laporan Komnas HAM yang sudah diungkap, pengasawan terutama  terhadap peluru  harus dilakukan secara melekat oleh satuan baik TNI maupun Polisi. Sebagaimana dalam kasus  Nabire, pembelian peluru diduga dibeli oleh jaringan OPM dari seorang yang diduga oknum pengurus Perbakin.

Baca Juga :  Resmi, Hari ini Uskup Putra Papua Pertama Ditahbiskan

“Jual beli senjata dan amunisi juga berhubungan dengan kepentingan  bisnis supaya menciptakan  satu kondisi dimana membuat sebuah wilayah itu menjadi seram,” terangnya.

Menurut Frits, ketika seseorang memegang senjata  secara ilegal di satu wilayah, maka orang tersebut secara semena-mena melakukan apa yang dia inginkan. Mengintimidasi orang lain dan  itu terjadi di beberapa wilayah di papua.

“Komnas HAM punya peta yang cukup jelas soal kondisi itu. Karena itu tugas TNI-Polri untuk mengejar setiap orang yang memegang senjata secara ilegal. Karena dia akan berpotensi  mengakibatkan HAM orang lain terganggu dan HAM orang lain hilang,” tegasnya.

Frits yakin jika Polda Papua bisa mengungkap jual beli amunisi dan senjata di Papua. Dirinya juga memberi apresiasi kepada Polda Papua yang memiliki kemampuan mengungkap kasus ini sebagaimana yang sudah terjadi di beberapa wilayah di Papua.

Dalam pemetaan Komnas HAM, wilayah potensial untuk penjualan senjata dan amunisi di Papua dengan pintu masuk senjata berada di Kota Sorong Provinsi Papua Barat. Dimana Sorong akan  mendistribusinya ke seluruh wilayah pantai.

Sementara pintu masuk sekaligus menjadi transaksi dan distribusi  amunisi dan senjata yakni wilayah Timika, Nabire dan Jayapura. “Wilayah potensial yang terjadi kehilangan senjata atau penjualan peluru dan senjata berada di wilayah Puncak, Puncak Jaya, Timika dan Paniai,” beber Frits. (fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya