Kasus KLB di Asmat Jadi 47 kasus
JAYAPURA-Kepala Bidang Pencegahan dan pengendalian penyakit (Kabid P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Papua dr Aaron Rumainum sudah berada di Kabupaten Asmat dengan membawa beberapa peralatan untuk mengantisipasi meningkatnya kasus demam berdarah dengue (DBD).
Kepada Cenderawasih Pos, dr Aaron mengaku dirinya ke Asmat seorang diri menggunakan uang pribadi membawa alat pembunuh jentik-jentik nyamuk sebanyak 300 botol, buku buku pedoman, alat untuk periksa DBD sebanyak 120 alat dan kartu pemantau jentik.
“Minggu depan tim dari Dinas Kesehatan Provinsi ke lapangan setelah dana cair. Sementara dari Kementrian Kesehatan dimungkinkan tiba di Asmat pada 17 Juli mendatang,” ungkap dr Aaron kepada Cenderawasih Pos, Minggu (10/7).
Untuk alat DBD sendiri menurut dr Aaron sudah dilakukan percobaan dengan mengampil sampel darah dari dua pasien DBD yang sedang dirawat di rumah sakit. Selain itu, pihaknya juga melakukan pemantauan jentik-jentik nyamuk di rumah sakit.
Sementara untuk memastikan seberapa berbahayanya tablet yang membunuh jentik-jentik nyamuk. dr Aaron sendiri melakukan percobaan di depan warga yang ada di Asmat.
“Untuk memastikan seberapa berbahayanya tablet pembunuh jentik nyamuk, saya meminum tablet pembunuh jentik nyamuk yang telah dicampur dengan air dan itu tidak berbahaya. Kami melakukan percobaan sebab sempat ada kekhawatiran, sehingga saya melakukan percobaan dan saya sendiri yang meminumnya,” bebernya.
Dikatakan dr Aaron, beberapa barang yang dibawanya dari Kota Jayapura berkaitan dengan DBD telah diserahkan ke rumah sakit dan Puskesmas yang ada di Asmat. Pihaknya juga berbicara dengan tokoh agama, TNI-Polri untuk antisipasi timbulnya KLB seperti campak sembari sosialisasi alat pembunuh jentik nyamuk ke warga.
“Kita harus punya persenjataan lengkap, artinya alat tes harus lengkap, pembunuh jentik harus lengkap dan perlunya sosialisasi ke warga,” kata dr Aaron.
Ia berharap KLB DBD yang terjadi di Asmat saat ini tidak seperti campak dan gizi buruk yang pernah terjadi sebelumnya di Asmat. “Namun tidak ada salahnya perlu langkah antisipatif. Terlebih sudah 43 kasus dan satu orang meninggal duni,” ucapnya.
Lanjut dr Aaron, kendati belum nampak tanda-tanda berbahaya karena memang sebagian besar 33 kasus sembuh sendiri dan 1 meninggal. Namun bukan berarti kasus ini dianggap remeh.
“Harus persiapan sejak dini. Persiapan bukan ada api baru kita padamkam api. Kami ingin membangkitkan kesadaran masyarakat supaya setiap satu rumah ada satu pemantau jentik nyamuk, karena lebih baik kita bunuh jentik nyamuknya ketimbang disemprot,” tambahnya.
Terkait dengan KLB di Asmat, pihaknya melakukan penyuluhan PSN 3 M Plus dan Jumantik komunikasi risiko, praktek cek jentik, praktek taburkan larvasida tablet BTI Monson ke penampungan air yang ada jentik, ke BKO Apter TNI, pendeta Gereja Protestan Indonesia dan Wakil Ketua Majelis GKI, Minggu (10/7).
“Agats hujan terus, kasus bertambah terus dari 43 ke 47 per hari ini. Berharap Dinkes, Puskesmas dan RS yang kerja sendiri, pasti kelelahan,” ucapnya.
Menurut dr Aaron, perlunya pemberdayaan masyarakat dan pelibatan sebanyak mungkin lintas sektor dalam penanggulangan KLB DBD sangat diperlukan. Terutama dalam hal pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus dan gerakan satu rumah satu juru pemantau jentik. (fia/nat)