JAYAPURA-Kebijakan pemerintah pusat tentang UU Otsus No. 2 Tahun 2021 berdampak pada berbagai aspek, salah satunya pendidikan. Dimana gejolak terjadi, ketika adanya putusan pemulangan mahasiswa Papua yang belajar di luar negeri oleh pemerintah. Hal ini menjadi sorotan Praktisi Hukum dan Advokat Muda Papua, Thomas Ch Syufi.
Pihaknya menegaskan akan melayangkan gugatan terhadap Surat Pemberhentian bantuan beasiswa mahasiswa Papua di luar negeri ke Pengadilan Tata Usaha Negara(PTUN). “Jika Presiden Jokowi tidak menggubris aspirasi mahasiswa Papua di luar negeri, maka saya dan beberapa teman pengacara akan melayangkan gugatan terhadap Surat Pemberhentian bantuan beasiswa mahasiswa Papua di luar negeri ke Pengadilan Tata Usaha Negara(PTUN),” ujarnya yang tengah berkomunikasi dengan para mahasiswa.
Diharapkan dengan begitu surat tersebut dapat dibatalkan oleh pejabat berwenang berdasar pada Asas Contrarius Actus . “Artinya, siapa pejabat yang mengeluarkan surat pemberhentian atau memberhentikan beasiswa kepada para mahasiswa di luar negeri harus mencabut kembali,” ujarnya.
Upaya ini dilakukan agar semua mahasiswa Papua di luar negeri tetap melanjutkan kuliah mereka. Menurutnya, kebijakan pemerintah pusat mengubah UU No. 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua bersifat parsial. “Padahal tujuan perubahan adalah memulihkan keadaan yang kurang baik menjadi yang lebih konstruktif atau setidaknya manusiawi, terutama mendukung pendidikan mahasiswa Papua di luar negeri,” ujarnya.
Ia menganggap pemerintah pusat terlalu otoriter dan subjektif karena tanpa melakukan dialog terlebih dahulu kepada para mahasiswa. “Pemerintah harus berdialog, dan bertanya langsung kepada para mahasiswa di lokasi kuliah mereka, mengapa tidak tepat waktu menyelesaikan studinya? Mungkin karena kendala-kendala keterlambatan surat sponsor dari pemerintah provinsi Papua yang dikeluarkan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia(BPSDM) di Provinsi Papua,” ujarnya.
Pihaknya menilai perubahan UU Otsus Papua justru berdampak buruk terhadap eksistensi orang Papua di berbagai dimensi kehidupan orang Papua, salah satunya menghambat masa depan generasi muda Papua di bidang pendidikan. Ini bentuk criminal education, kejahatan pendidikan. Bahkan perubahan UU Otsus justru menjauhkan orang Papua untuk menikmati keadilan itu sendiri. Padahal UU(hukum) dibuat harus mencerminkan rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
“Maka sebagai Advokat dengan tegas memohon pemerintah melalui Presiden Jokowi segera membuka ruang untuk berdialog dengan para mahasiswa Papua yang kuliah di luar negeri untuk mencari jalan keluar, biar mereka tetap melanjutkan kuliahnya.”ujarnya.
Disamping itu juga mahasiswa yang kuliah lewat waktu juga perlu diberi toleransi untuk meneruskan studi mereka. Karena pendidikan adalah senjata ampuh yang dapat mengubah peradaban Papua, dan kemajuan Papua akan dinilai berapa banyak anak-anak Papua yang berpendidikan dan berkualitas.”Bukan karena megahnya pembangunan jalan, jembatan, kantor- kantor, atau maraknya pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB), baik provinsi maupun kabupaten/kota,” tandasnya. (Rhy/tri)