
JAYAPURA-Ratusan mahasiswa/mahasiswi dan dosen Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) melakukan aksi mogok kuliah dan demo damai di lapangan merah hijau Kampus USTJ, Kamis (9/5).
Aksi mogok kuliah dan demo ini dilakukan untuk menuntut hak mahasiswa/i dan dosen USTJ yang tidak disediakan pihak Yayasan Bhinneka Tunggal Ika dan kampus.
Dari pantauan Cenderawasih Pos, dalam aksinya mahsiswa membakar ban dan melakukan pemalangan di kampus. Mahasiswa/i juga terlihat membawa sejumlah pamflet yang bertuliskan aspirasi mereka seperti “Lengkapi Fasilitas Kampus,” “Berikan hak dosen sesuai upah minumum provinsi dan tulisan lainnya.
Dalam aksi demo kemarin masing- masing mahasiswa dari setiap jurusan memaparkan sejumlah fasilitas yang tidak dilengkapi oleh pihak kampus, seperti alat praktek, ruangan dan hak dosen.
“Untuk perbaikan ruang gambar sipil, kita minta satu juta ke pihak kampus. Mereka tidak kasih. Setiap kegiatan dari jurusan disuruh masukkan proposal tetapi tidak pernah dijawab,” ungkap Yohana Tinta Naungan saat berorasi.
Mewakili mahasiwa Teknik Sipil, Saleh mengatakan bahwa kampus harus memperhatikan kegiatan kemahasiwaan dan bangunan Fakultas Teknik Ilmu Kebumian (FTIK). Pasalnya, dari 2015 sampai sekarang tidak jelas pembangunannya sedangkan bantuan dari Provinsi Papua sudah diberikan gubernur.
“Dosen sampai saat ini hak-haknya belum dibayar. Kasihan dosen-dosen kita, mereka makan dari mana ? Jangan tunda-tunda. Kita bayar SPP untuk bayar dosen bukan untuk orang di Jakarata saja,” tegasnya.
Sementara itu, Presiden Mahasiswa USTJ, Alex Gobai mengatakan ini merupakan aksi lanjutan dari demo sebelumnya.
“Tujuan kami meminta ketua yayasan Drs. Ali Kastela, M.MT., memberikan kepastian pembinaan kampus dan fasilitas juga gaji dosen harus dibayar. Juga SPP naik terus itu kenapa, sementara fasilitas tidak ada perubahan. Kampus ini suda menipu mahasiswa dan orang tua kami,” katanya.
“Di kampus ini semua mahasiswa dan dosen mengalami banyak masalah, maka kami mogok dan minta ketua yayasan harus tiba di kampus berikan kepastian,” sambungnya.
Alex Gobai mengklaim bahwa aksi yang mereka lakukan ini juga didukung dosen yang menuntut hak mereka yang tidak diberikan secara baik.
Mewakili mahasiswi Jurusan Akuntansi, Margareta Daga mengatakan bahwa sejak masuk, dirinya berpikir bisa mendapat ilmu yang baik tapi nyatanya tidak.
“Bagaimana kita punya akreditasi, tapi fasilitas pendukung tidak ada. Kita mau untuk berubah bukan untuk kita tapi juga untuk dosen dan adik-adik kami yang ingin masuk kuliah,” ujarnya.
Sementara itu, Dosen Hubungan Internasional Hendri Baktri dalam puisinya menyampaikan bahwa dengan bersuara mahasiwa menuntut hak – hak bersama di kampus.
“Suara ku adalah senjata dan suara ku adalah hak- hak ku. Kami menuntut hak – hak dan kewajiban bongkar- bongkar,” paparnya.
Menanggapi hal itu, Pelaksana Harian Yayasan Bhinneka Tunggal Ika, Silvester Kudiai mengungkapkan bahwa pihak yayasan telah mendiskusikan setiap usulan mahasiswa dan direncanakan minggu depan yayasan akan hadir untuk memberikan penjelasan kepada mahasiswa.
“Ketua yayasan akan hadir Rabu depan. Hari ini beliau tidak bisa hadir karena ada kegiatan di tempat lain yang waktunya bersamaan. Untuk itu, beliau berharap aktivitas perkuliahan tetap berjalan karena pembicaraan ini akan dibicarakan setelah dirinya dating,” jelasnya.
Di tempat yang sama Wakil Rektor IIIm Ishak Rumbara memberikan apresiasi atas sejumlah keluhan dan permasalahan yang disampaikan oleh mahasiswa. Namun dirinya berharap aksi demo ini tidak mengganggu aktivitas perkuliahan dan merugikan mahasiswa dalam memenuhi haknya untuk belajar.
“Kami apresiasi demo ini untuk membahas sejumlah persoalan di kampus, namun kami harapkan jangan sampai merugikan mahasiswa itu sendiri. Kami harapkan proses kuliah tetap berjalan sambil kita menunggu tanggapan dari pihak yayasan sehingga ada perubahan di kampus ini sesuai yang diharapkan,” pintanya.
Ia juga mengungkapkan untuk Papua, kampus ini mungkin bisa dibilang mahal. Tetapi secara nasional untuk kampus teknik USTJ sudah sangatlah murah.
“Kita lihat saja kampus-kampus teknik di luar Papua seperti di Jawa, harganya juga cukup mahal. Kampus ini sudah memberikan yang cukup murah, sedangkan untuk hak dosen akan dibicarakan,” pungkasnya. (oel/nat)