Saturday, April 27, 2024
33.7 C
Jayapura

Saya Bosan Sekali di Pengungsian

Kegembiraan Anak-Anak Wamena Bisa Kembali Bersekolah 

Marcellina Yogobi (kiri), Mutmainah, dan Yalihe Walianggen siswi SMPN 1 Wamena bermain Burung

Kembali bertemu teman-teman dan bermain bersama turut mengikis trauma para siswa akibat kerusuhan. Tapi, orang tua murid tetap berharap ada aparat yang berjaga di tiap sekolah.   

SAHRUL YUNIZAR, Wamena, Jawa Pos

JOVAN Parebong terus merangkul kawan satu kelasnya, Lionel Adimas Dani. Mereka berjalan beriringan. Dari gerbang sekolah sampai ruang kelas. 

”Rindu bermain bersama-sama,” ungkap dua siswa kelas VII SMPN 1 Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, itu kompak. 

Dua pekan mengungsi akibat kerusuhan membuat Jovan dan Lionel tidak bisa bertemu. Tidak heran, momen pertama sekolah kemarin (7/10) terasa istimewa bagi keduanya. 

Walau hanya 7 di antara total 41 teman sekelas Jovan dan Lionel yang hadir, mereka tetap bungah. ”Saya bosan sekali tinggal di pengungsian,” kata Jovan. 

Pagi itu, serupa siswa lain, tugas pertama untuk Jovan dan Lionel adalah bersih-bersih kelas. Begitu selesai, mereka bergegas ke lapangan sekolah. ”Sekarang waktunya bermain,” kata Jovan seraya menarik tangan Lionel. 

Pemerintah Kabupaten Jayawijaya memang sudah menginstruksi semua sekolah agar kembali memulai proses belajar mengajar, Senin (7/10) kemarin. Sejak kerusuhan yang menelan 33 nyawa dan mengakibatkan ribuan warga mengungsi itu meletus dua pekan lalu, mayoritas sekolah di sana tutup. Selain akibat kekhawatiran atau trauma akan kondisi keamanan, juga karena tak sedikit guru dan anak didik yang mengungsi. 

Sampai kemarin pun belum semua guru dan murid hadir di sekolah masing-masing. Di ruang kelas XI IPS 4 SMAN 1 Wamena, misalnya, Natalia Satia harus bersih-bersih ruangan tersebut sendiri. 

Tapi, itu sama sekali tak mengurangi kegembiraan Natalia karena bisa kembali bersekolah. ”Tak apa, nanti juga datang,” kata Natalia kepada Jawa Pos tentang teman-teman sekelas yang belum satu pun menampakkan diri kemarin pagi. 

Jadilah, Natalia harus mengerjakan semua sendiri. Mulai mengumpulkan kaca-kaca yang berserakan, menata meja dan bangku, sampai memunguti dan merapikan lembar-lembar kertas bekas ujian yang berceceran. ”Saya senang mengerjakan semua ini. Supaya semua teman-teman bisa belajar bersama lagi,” katanya. 

Baca Juga :  Varian Delta Masih Tetap Jadi Ancaman

Menurut Kepala SMAN 1 Wamena Yosep Wibisono, total siswa di sekolah yang dipimpinnya 947 orang. Yang hadir kemarin baru 200-an siswa. Sementara itu, jumlah guru yang datang kemarin 34 orang di antara keseluruhan 52 pengajar.

Informasi yang dihimpun Yosep, ada guru yang kini mengungsi di Jayapura. Ada juga yang sudah sampai ke Jawa. ”Mereka menenangkan diri,” ujar pria asal Jogjakarta itu. 

Saat kerusuhan meletus, lanjut Yosep, pelajar yang mengajak siswanya berdemonstrasi masuk sampai lapangan. Mereka kemudian melempari kelas dengan bantu. Tidak sedikit pula anak didiknya yang terluka. 

Karena itu, Yosep mengakui, semester ini tidak akan maksimal untuk siswa SMAN 1 Wamena. Sangat mungkin proses belajar mengajar akan berlangsung singkat sampai waktu ujian akhir semester beberapa bulan lagi. ”Pertama kami persiapan-persiapan pemulihan dulu saja,” kata dia. 

Kerusuhan Wamena dipicu kabar tindakan rasis di SMA PGRI Wamena, meski belakangan pemerintah menyebut kabar tersebut tidak benar. Yang jelas, api kemarahan lantas menjalar ke berbagai titik di ibu kota Kabupaten Jayawijaya tersebut. 

Kemarin, saat semua sekolah –dari SD sampai SMA– kembali beraktivitas, SMA PGRI tampak sepi. Sampai di sana sekitar pukul 07.30 WIT, Jawa Pos tidak mendapati adanya kegiatan belajar mengajar. Seperti juga yang terjadi di SMP YPPK dan SMA YPPK. 

Pagar sekolah terkunci, ruang-ruang kelas kosong. Katanya, sempat ada sejumlah guru dan murid yang datang. Namun, tidak lama kemudian mereka pulang. Sementara di SD YPPK Santo Yakobus Honai Lama baru ada dua siswa yang hadir di antara total 490 murid.

Sebagian besar siswa di SD YPPK Santo Yakobus Honai Lama memang berasal dari luar Jayawijaya. Ada yang berasal dari Nduga, Tolikara, Lanny Jaya, Yalimo, dan Yahukimo. Sisanya baru dari Wamena. 

Baca Juga :  Tahun 2021, 34 Orang Tewas Akibat Aksi KKB

Kepala SD YPPK Santo Yakobus Honai Lama Efren Yerwuan mengakui, belum ada aktivitas apa pun di sekolahnya. Selain siswa masih minim, guru pun demikian. ”Persiapan guru tujuh ditambah dengan komite sekolah,” kata dia kemarin. 

Alhasil, aktivitas yang bisa dilakukan dia bersama para guru dan siswa hanya mengobrol. Sembari melihat-lihat kondisi di tiap kelas.

Sebelumnya, aparat kepolisian sempat menyatakan bahwa semua sekolah di Wamena bakal diamankan dengan ditempatkan personel keamanan dari TNI dan Polri. Namun, kemarin masih ada wali murid yang sangsi.  

Arman Ponto salah satunya. Kemarin pagi dia sibuk bolak-balik di jalanan Wamena. Maklum, ada anaknya yang masih SD, ada pula yang sudah SMP dan SMA. ”Saya tadi antar anak-anak. Tapi, petugas keamanan tidak ada,” keluhnya. 

Bagi Arman, itu sangat mengganggu. Dia ingin ada jaminan keamanan untuk anak-anaknya, juga anak-anak yang lain tentunya. ”Supaya kami orang tua ini bisa tenang juga,” ucapnya. 

Kondisi Wamena memang sudah lebih kondusif sekarang. Tapi, sangatlah wajar kalau kerusuhan berdarah dua pekan lalu itu masih menyisakan jejak trauma di sana-sini.  

Karena itulah, Kepala SMPN 1 Wamena Yemima Kopeuw tidak mempersoalkan walau hanya sebagian kecil siswa yang hadir kemarin. Di antara total 1.090 murid, baru 190 yang datang ke sekolah. Sedangkan dari 43 guru, baru 27 yang hadir. 

”Sifatnya hari ini (kemarin) pendataan dan mengajak siswa bermain untuk menghilangkan resah dan rasa takut,” kata Yemima. 

Karena itu, begitu selesai bersih-bersih, Yemima mengajak semua anak didik ke halaman sekolah. Bermain bersama. Berlari, menari, menyanyi.  ”Ayo, kita main burung terbang (pesawat kertas),” ajak Yemima. ”Ayoooo,” jawab para siswa.

Dan, serentak terbanglah ”burung-burung” itu. Dengan harapan, ikut terbang pula segala trauma, ketakutan, dan kebencian. Agar Wamena kembali damai. (*/c10/ttg)

Kegembiraan Anak-Anak Wamena Bisa Kembali Bersekolah 

Marcellina Yogobi (kiri), Mutmainah, dan Yalihe Walianggen siswi SMPN 1 Wamena bermain Burung

Kembali bertemu teman-teman dan bermain bersama turut mengikis trauma para siswa akibat kerusuhan. Tapi, orang tua murid tetap berharap ada aparat yang berjaga di tiap sekolah.   

SAHRUL YUNIZAR, Wamena, Jawa Pos

JOVAN Parebong terus merangkul kawan satu kelasnya, Lionel Adimas Dani. Mereka berjalan beriringan. Dari gerbang sekolah sampai ruang kelas. 

”Rindu bermain bersama-sama,” ungkap dua siswa kelas VII SMPN 1 Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, itu kompak. 

Dua pekan mengungsi akibat kerusuhan membuat Jovan dan Lionel tidak bisa bertemu. Tidak heran, momen pertama sekolah kemarin (7/10) terasa istimewa bagi keduanya. 

Walau hanya 7 di antara total 41 teman sekelas Jovan dan Lionel yang hadir, mereka tetap bungah. ”Saya bosan sekali tinggal di pengungsian,” kata Jovan. 

Pagi itu, serupa siswa lain, tugas pertama untuk Jovan dan Lionel adalah bersih-bersih kelas. Begitu selesai, mereka bergegas ke lapangan sekolah. ”Sekarang waktunya bermain,” kata Jovan seraya menarik tangan Lionel. 

Pemerintah Kabupaten Jayawijaya memang sudah menginstruksi semua sekolah agar kembali memulai proses belajar mengajar, Senin (7/10) kemarin. Sejak kerusuhan yang menelan 33 nyawa dan mengakibatkan ribuan warga mengungsi itu meletus dua pekan lalu, mayoritas sekolah di sana tutup. Selain akibat kekhawatiran atau trauma akan kondisi keamanan, juga karena tak sedikit guru dan anak didik yang mengungsi. 

Sampai kemarin pun belum semua guru dan murid hadir di sekolah masing-masing. Di ruang kelas XI IPS 4 SMAN 1 Wamena, misalnya, Natalia Satia harus bersih-bersih ruangan tersebut sendiri. 

Tapi, itu sama sekali tak mengurangi kegembiraan Natalia karena bisa kembali bersekolah. ”Tak apa, nanti juga datang,” kata Natalia kepada Jawa Pos tentang teman-teman sekelas yang belum satu pun menampakkan diri kemarin pagi. 

Jadilah, Natalia harus mengerjakan semua sendiri. Mulai mengumpulkan kaca-kaca yang berserakan, menata meja dan bangku, sampai memunguti dan merapikan lembar-lembar kertas bekas ujian yang berceceran. ”Saya senang mengerjakan semua ini. Supaya semua teman-teman bisa belajar bersama lagi,” katanya. 

Baca Juga :  Andika Bakal Teruskan Program Hadi

Menurut Kepala SMAN 1 Wamena Yosep Wibisono, total siswa di sekolah yang dipimpinnya 947 orang. Yang hadir kemarin baru 200-an siswa. Sementara itu, jumlah guru yang datang kemarin 34 orang di antara keseluruhan 52 pengajar.

Informasi yang dihimpun Yosep, ada guru yang kini mengungsi di Jayapura. Ada juga yang sudah sampai ke Jawa. ”Mereka menenangkan diri,” ujar pria asal Jogjakarta itu. 

Saat kerusuhan meletus, lanjut Yosep, pelajar yang mengajak siswanya berdemonstrasi masuk sampai lapangan. Mereka kemudian melempari kelas dengan bantu. Tidak sedikit pula anak didiknya yang terluka. 

Karena itu, Yosep mengakui, semester ini tidak akan maksimal untuk siswa SMAN 1 Wamena. Sangat mungkin proses belajar mengajar akan berlangsung singkat sampai waktu ujian akhir semester beberapa bulan lagi. ”Pertama kami persiapan-persiapan pemulihan dulu saja,” kata dia. 

Kerusuhan Wamena dipicu kabar tindakan rasis di SMA PGRI Wamena, meski belakangan pemerintah menyebut kabar tersebut tidak benar. Yang jelas, api kemarahan lantas menjalar ke berbagai titik di ibu kota Kabupaten Jayawijaya tersebut. 

Kemarin, saat semua sekolah –dari SD sampai SMA– kembali beraktivitas, SMA PGRI tampak sepi. Sampai di sana sekitar pukul 07.30 WIT, Jawa Pos tidak mendapati adanya kegiatan belajar mengajar. Seperti juga yang terjadi di SMP YPPK dan SMA YPPK. 

Pagar sekolah terkunci, ruang-ruang kelas kosong. Katanya, sempat ada sejumlah guru dan murid yang datang. Namun, tidak lama kemudian mereka pulang. Sementara di SD YPPK Santo Yakobus Honai Lama baru ada dua siswa yang hadir di antara total 490 murid.

Sebagian besar siswa di SD YPPK Santo Yakobus Honai Lama memang berasal dari luar Jayawijaya. Ada yang berasal dari Nduga, Tolikara, Lanny Jaya, Yalimo, dan Yahukimo. Sisanya baru dari Wamena. 

Baca Juga :  Varian Delta Masih Tetap Jadi Ancaman

Kepala SD YPPK Santo Yakobus Honai Lama Efren Yerwuan mengakui, belum ada aktivitas apa pun di sekolahnya. Selain siswa masih minim, guru pun demikian. ”Persiapan guru tujuh ditambah dengan komite sekolah,” kata dia kemarin. 

Alhasil, aktivitas yang bisa dilakukan dia bersama para guru dan siswa hanya mengobrol. Sembari melihat-lihat kondisi di tiap kelas.

Sebelumnya, aparat kepolisian sempat menyatakan bahwa semua sekolah di Wamena bakal diamankan dengan ditempatkan personel keamanan dari TNI dan Polri. Namun, kemarin masih ada wali murid yang sangsi.  

Arman Ponto salah satunya. Kemarin pagi dia sibuk bolak-balik di jalanan Wamena. Maklum, ada anaknya yang masih SD, ada pula yang sudah SMP dan SMA. ”Saya tadi antar anak-anak. Tapi, petugas keamanan tidak ada,” keluhnya. 

Bagi Arman, itu sangat mengganggu. Dia ingin ada jaminan keamanan untuk anak-anaknya, juga anak-anak yang lain tentunya. ”Supaya kami orang tua ini bisa tenang juga,” ucapnya. 

Kondisi Wamena memang sudah lebih kondusif sekarang. Tapi, sangatlah wajar kalau kerusuhan berdarah dua pekan lalu itu masih menyisakan jejak trauma di sana-sini.  

Karena itulah, Kepala SMPN 1 Wamena Yemima Kopeuw tidak mempersoalkan walau hanya sebagian kecil siswa yang hadir kemarin. Di antara total 1.090 murid, baru 190 yang datang ke sekolah. Sedangkan dari 43 guru, baru 27 yang hadir. 

”Sifatnya hari ini (kemarin) pendataan dan mengajak siswa bermain untuk menghilangkan resah dan rasa takut,” kata Yemima. 

Karena itu, begitu selesai bersih-bersih, Yemima mengajak semua anak didik ke halaman sekolah. Bermain bersama. Berlari, menari, menyanyi.  ”Ayo, kita main burung terbang (pesawat kertas),” ajak Yemima. ”Ayoooo,” jawab para siswa.

Dan, serentak terbanglah ”burung-burung” itu. Dengan harapan, ikut terbang pula segala trauma, ketakutan, dan kebencian. Agar Wamena kembali damai. (*/c10/ttg)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya