Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

Bebaskan Pilot dan 15 Pekerja Proyek, Kekerasan di Papua Harus Diakhiri

JAYAPURA – Menanggapi pembakaran pesawat Susi Air dan penyanderaan pilot berkebangsaan Selandia Baru serta 15 pekerja proyek Puskesmas di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegumungan, Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan meminta Bebaskan pilot Susi Air dan 15 pekerja lroyek, serat meminta kekerasan di Papua harus diakhiri

“Kami (Amnesty) mengecam keras serangan terhadap warga dan obyek sipil di Papua. Kami mendesak agar pilot dan sejumlah orang lainnya yang disandera segera dibebaskan dalam keadaan selamat,”Kata Usman kepada Cenderawasih Pos, melalui pesan elektroniknya, Rabu, (8/2).

Usman juga meminta para pihak yang berkonflik untuk segera menghormati hukum hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan internasional.

“Semua pihak harus mengutamakan jalan non-kekerasan demi menyelamatkan warga sipil, karena insiden pembakaran pesawat dan penyanderaan ini sekali lagi menjadi bukti berulangnya kekerasan di wilayah Papua, dan warga sipil kembali menjadi korbannya. Kami menyerukan adanya peninjauan ulang atas pendekatan keamanan yang selama ini dipilih oleh negara,” Ujar Usman.

Baca Juga :  Pemda Nduga Raih WTP dari BPK RI Perwakilan Papua

Ia mengatakan Negara terikat kewajiban internasional hak asasi manusia untuk menjamin keselamatan setiap orang, termasuk warga negara asing, dari segala bentuk kekerasan. Jika terjadi kekerasan, maka negara wajib untuk mengusut dan memastikan tegaknya keadilan dan akuntabilitas, bukan terus melanggengkan pendekatan lama yang selama puluhan tahun ini menimbulkan banyak korban.

“Ketiadaan penghukuman atas kekerasan atau impunitas semacam ini dan berlangsungnya pendekatan keamanan secara terus-menerus hanya akan memperparah kekerasan di sana. Kami mendesak semua pihak untuk menahan diri dan menghormati hak asasi manusia.” ucapnya.

Ia juga menjelaskan yang menjadi latar belakang menurut laporan yang diberitakan di media, pihak TPNPB-OPM mengklaim bahwa pasukan tempur mereka membakar Pesawat Susi Air di Landasan Terbang Paro, Diostrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Selasa pagi, 7 Februari 2023.

Pesawat itu dibakar ketika mendarat di landasan setelah terbang dari Timika pukul 05.33 WIT dan dijadwalkan ke Bandara Moses Kilangin Timika pukul 07.40 WIT

Baca Juga :  40 Kasus Positif Baru di Kota dan Kabupaten Jayapura

Pesawat dikemudikan oleh seorang pilot asal Selandia Baru bernama Phillip Mertens dan dilaporkan membawa lima penumpang bernama Demanus Gwijangge, Minda Gwijangge, Pelenus Gwijangge, Meita Gwijangge, dan Wetina W.

Selanjutnya diberitakan bahwa pihak tersebut mengaku telah menyandera pilot pesawat, namun tidak memberikan keterangan spesifik mengenai nasib para penumpang.

Sementara, kata Usman, dalam keterangan pers, polisi mengungkapkan telah mengirim tim ke lokasi untuk menyelidiki dan mencari tahu keberadaan pilot dan penumpang pesawat.

Pada hari yang sama, laporan media juga memberitakan penyanderaan terhadap 15 pekerja pembangunan puskesmas di Paro, Kabupaten Nduga.

“Ini bukan kali pertama penyanderaan terjadi di Papua. Salah satu peristiwa penyanderaan sebelumnya terjadi pada November 2017 ketika sekitar 1.300 orang di Desa Kimbely dan Desa Banti, Mimika, Papua, menjadi korban,” Katanya.(oel/gin).

JAYAPURA – Menanggapi pembakaran pesawat Susi Air dan penyanderaan pilot berkebangsaan Selandia Baru serta 15 pekerja proyek Puskesmas di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegumungan, Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan meminta Bebaskan pilot Susi Air dan 15 pekerja lroyek, serat meminta kekerasan di Papua harus diakhiri

“Kami (Amnesty) mengecam keras serangan terhadap warga dan obyek sipil di Papua. Kami mendesak agar pilot dan sejumlah orang lainnya yang disandera segera dibebaskan dalam keadaan selamat,”Kata Usman kepada Cenderawasih Pos, melalui pesan elektroniknya, Rabu, (8/2).

Usman juga meminta para pihak yang berkonflik untuk segera menghormati hukum hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan internasional.

“Semua pihak harus mengutamakan jalan non-kekerasan demi menyelamatkan warga sipil, karena insiden pembakaran pesawat dan penyanderaan ini sekali lagi menjadi bukti berulangnya kekerasan di wilayah Papua, dan warga sipil kembali menjadi korbannya. Kami menyerukan adanya peninjauan ulang atas pendekatan keamanan yang selama ini dipilih oleh negara,” Ujar Usman.

Baca Juga :  Mama Risma, Mensos Kedua yang ke Kampung Skouw Yambe

Ia mengatakan Negara terikat kewajiban internasional hak asasi manusia untuk menjamin keselamatan setiap orang, termasuk warga negara asing, dari segala bentuk kekerasan. Jika terjadi kekerasan, maka negara wajib untuk mengusut dan memastikan tegaknya keadilan dan akuntabilitas, bukan terus melanggengkan pendekatan lama yang selama puluhan tahun ini menimbulkan banyak korban.

“Ketiadaan penghukuman atas kekerasan atau impunitas semacam ini dan berlangsungnya pendekatan keamanan secara terus-menerus hanya akan memperparah kekerasan di sana. Kami mendesak semua pihak untuk menahan diri dan menghormati hak asasi manusia.” ucapnya.

Ia juga menjelaskan yang menjadi latar belakang menurut laporan yang diberitakan di media, pihak TPNPB-OPM mengklaim bahwa pasukan tempur mereka membakar Pesawat Susi Air di Landasan Terbang Paro, Diostrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Selasa pagi, 7 Februari 2023.

Pesawat itu dibakar ketika mendarat di landasan setelah terbang dari Timika pukul 05.33 WIT dan dijadwalkan ke Bandara Moses Kilangin Timika pukul 07.40 WIT

Baca Juga :  Pj Wali Kota: Jaga Kebersamaan di Tengah Majemuknya Masyarakat Kota Jayapura

Pesawat dikemudikan oleh seorang pilot asal Selandia Baru bernama Phillip Mertens dan dilaporkan membawa lima penumpang bernama Demanus Gwijangge, Minda Gwijangge, Pelenus Gwijangge, Meita Gwijangge, dan Wetina W.

Selanjutnya diberitakan bahwa pihak tersebut mengaku telah menyandera pilot pesawat, namun tidak memberikan keterangan spesifik mengenai nasib para penumpang.

Sementara, kata Usman, dalam keterangan pers, polisi mengungkapkan telah mengirim tim ke lokasi untuk menyelidiki dan mencari tahu keberadaan pilot dan penumpang pesawat.

Pada hari yang sama, laporan media juga memberitakan penyanderaan terhadap 15 pekerja pembangunan puskesmas di Paro, Kabupaten Nduga.

“Ini bukan kali pertama penyanderaan terjadi di Papua. Salah satu peristiwa penyanderaan sebelumnya terjadi pada November 2017 ketika sekitar 1.300 orang di Desa Kimbely dan Desa Banti, Mimika, Papua, menjadi korban,” Katanya.(oel/gin).

Berita Terbaru

Artikel Lainnya