Friday, March 29, 2024
29.7 C
Jayapura

Lindungi Cenderawasih Harusnya Bisa Diperdakan 

JAYAPURA – Ketua Lembaga Masyarakat Adat Port Numbay, George Awi berpendapat bahwa dengan populasi Burung Cenderawasih yang hingga kini tidak diketahui, maka dirasa sudah waktunya Papua memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang berkaitan  tentang perlindungan. Selama ini kata Awi, yang digembar gemborkan hanyalah soal Surat Edaran Gubernur Papua Nomor :660.1/6501/SE tentang pelarangan penggunaan burung Cenderawasih asli sebagai asesoris dan cenderamata.

   Hanya kata Awi, semua tahu bahwa isi surat edaran tak lebih seperti sebuah imbauan sehingga sepatutnya jika berbicara soal satwa dilindungi maka sebaiknya pemerintah daerah mendorong agar ada Perda agar  memiliki kekuatan hukum.

   “Saya sendiri berharap Cenderawasih yang menjadi kebanggaan orang Papua ini akan selalu ada dan menjadi warisan bagi anak cucu. Kalau hanya dikaitkan dengan surat edaran saja saya pikir itu hanya seperti imbauan. Harusnya bisa menjadi Perda,” jelasnya dalam diskusi yang digelar EcoNusa belum lama ini di Jayapura.

Baca Juga :  Presiden Negara Federal Instruksikan Bintang Kejora Dikibarkan

  Kata pria yang juga menjabat sebagai Ondoafi ini, perlindungan Cenderawasih menjadi sebuah keharusan yang dipahami secara masif. Pasalnya ada kaitan langsung dengan sosok Ondoafi, yang mengenakan mahkota Cenderawasih. Meski soal ini masih banyak yang belum paham, namun George Awi kembali menegaskan bahwa sepatutnya tidak ada yang boleh menggunakan mahkota tersebut selain Ondoafi.

  “Itu identitas seorang raja yang memiliki rakyat dan itu turun temurun, bukan  pilihan politik yang hanya 5 tahun. Tidak sembarang orang boleh menggunakan mahkota itu,” tegasnya.

  Jadi ia meminta agar Cenderawasih tidak hanya dibahas dalam tataran surat edaran melainkan dibahas dalam sebuah Perda. “Kita tidak menunggu punah baru perda itu dibuat,” sindirnya.

  Hal lain disampaikan Muhammad Ikbal dari EcoDefender yang menyinggung bahwa pejabat jika di depan publik banyak yang mengaku peduli dengan satwa ini, namun nyatanya tak jarang para pejabat juga yang memelihara atau memesan.

Baca Juga :  Pelita Air Disiapkan Gantikan Garuda

  “Lapak di atas gapura wali kota itu ada yang menjual mahkota dan juga asesoris lainnya. Kekuatan Perda hanya bisa cuap cuap tanpa ada sanksi. Kami juga mendengar lapak PKL itu banyak menerima pesanan dari para pejabat, makanya tetap eksis sampai sekarang. Kalau kondisinya begini bagaimana aturan mau ditegakkan,” sindirnya.

   Namun kata Ikbal sejatinya ada Undang – undang nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAE yang konkrit menyebut soal perlindungan satwa dilindungi. Hanya sayangnya menurut Ikbal regulasi ini  lebih terlihat seperti sebuah aturan yang setelah dibacakan lalu disimpan.

  “Kami bertanya, berapa pelaku pelanggar undang – undang ini yang sudah pernah diproses hukum? Kalau tidak ada ya kami juga bertanya apakah undang – undang ini sudah dijalankan atau sebatas tulisan di atas kertas,” sindirnya. (ade/tri)

JAYAPURA – Ketua Lembaga Masyarakat Adat Port Numbay, George Awi berpendapat bahwa dengan populasi Burung Cenderawasih yang hingga kini tidak diketahui, maka dirasa sudah waktunya Papua memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang berkaitan  tentang perlindungan. Selama ini kata Awi, yang digembar gemborkan hanyalah soal Surat Edaran Gubernur Papua Nomor :660.1/6501/SE tentang pelarangan penggunaan burung Cenderawasih asli sebagai asesoris dan cenderamata.

   Hanya kata Awi, semua tahu bahwa isi surat edaran tak lebih seperti sebuah imbauan sehingga sepatutnya jika berbicara soal satwa dilindungi maka sebaiknya pemerintah daerah mendorong agar ada Perda agar  memiliki kekuatan hukum.

   “Saya sendiri berharap Cenderawasih yang menjadi kebanggaan orang Papua ini akan selalu ada dan menjadi warisan bagi anak cucu. Kalau hanya dikaitkan dengan surat edaran saja saya pikir itu hanya seperti imbauan. Harusnya bisa menjadi Perda,” jelasnya dalam diskusi yang digelar EcoNusa belum lama ini di Jayapura.

Baca Juga :  Rustan Saru: Jaga Loyalitas Agar Tetap Satu Hati

  Kata pria yang juga menjabat sebagai Ondoafi ini, perlindungan Cenderawasih menjadi sebuah keharusan yang dipahami secara masif. Pasalnya ada kaitan langsung dengan sosok Ondoafi, yang mengenakan mahkota Cenderawasih. Meski soal ini masih banyak yang belum paham, namun George Awi kembali menegaskan bahwa sepatutnya tidak ada yang boleh menggunakan mahkota tersebut selain Ondoafi.

  “Itu identitas seorang raja yang memiliki rakyat dan itu turun temurun, bukan  pilihan politik yang hanya 5 tahun. Tidak sembarang orang boleh menggunakan mahkota itu,” tegasnya.

  Jadi ia meminta agar Cenderawasih tidak hanya dibahas dalam tataran surat edaran melainkan dibahas dalam sebuah Perda. “Kita tidak menunggu punah baru perda itu dibuat,” sindirnya.

  Hal lain disampaikan Muhammad Ikbal dari EcoDefender yang menyinggung bahwa pejabat jika di depan publik banyak yang mengaku peduli dengan satwa ini, namun nyatanya tak jarang para pejabat juga yang memelihara atau memesan.

Baca Juga :  Jika Lolos ke Wamena, Memicu Gangguan Kamtibmas

  “Lapak di atas gapura wali kota itu ada yang menjual mahkota dan juga asesoris lainnya. Kekuatan Perda hanya bisa cuap cuap tanpa ada sanksi. Kami juga mendengar lapak PKL itu banyak menerima pesanan dari para pejabat, makanya tetap eksis sampai sekarang. Kalau kondisinya begini bagaimana aturan mau ditegakkan,” sindirnya.

   Namun kata Ikbal sejatinya ada Undang – undang nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAE yang konkrit menyebut soal perlindungan satwa dilindungi. Hanya sayangnya menurut Ikbal regulasi ini  lebih terlihat seperti sebuah aturan yang setelah dibacakan lalu disimpan.

  “Kami bertanya, berapa pelaku pelanggar undang – undang ini yang sudah pernah diproses hukum? Kalau tidak ada ya kami juga bertanya apakah undang – undang ini sudah dijalankan atau sebatas tulisan di atas kertas,” sindirnya. (ade/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya