Friday, April 26, 2024
27.7 C
Jayapura

Tak Salah Jika Masyarakat Sebut Hanya Kepentingan Elit Politik

Yunus Wonda: Banyak Kepala Daerah yang Hampir Selesai Semangat Dorong DOB

JAYAPURA-Penasehat Fraksi Demokrat Provinsi Papua , Dr. Yunus Wonda, SH., MH., mengungkapkan bahwa pemerintah pusat  jangan menutup mata soal banyaknya aspirasi penolakan  lahirnya daerah otonomi baru (DOB) di Papua.

Yunus Wonda meminta pemerintah pusat melihat aksi-aksi yang terjadi di Yahukimo, Wamena, Nabire dan Timika dan Kota Jayapura yang beberapa di antaranya menimbulkan korban jiwa. Menurutnya, ini bukan sesuatu yang mengada-ngada tapi sepatutnya menjadi pertimbangan khusus.

“Melihat dinamika ini, seharusnya pemerintah pusat merespon dengan baik. Ini tanda bahwa bukan rakyat yang meminta pemekaran tapi hanya elit-elit politik yang paling bersemangat menyuarakan ini,” kata Yunus Wonda melalui ponselnya, Minggu (3/4).

Malah ia menyinggung bahwa yang mendorong pemekaran terkesan dilakukan oknum-oknum kepala daerah yang hampir selesai masa kepemimpinanya. Untuk itu, dirinya meminta masyarakat mencoba melihat ini agar DOB tidak akhirnya mengorbankan rakyat karena kepentingan elit tadi.

Baca Juga :  Buntut Penangkapan, Negara Federal Siapkan  Pengacara Internasional

Hanya Yunus enggan menyebut siapa saja pejabat yang hampir berakhir masa kepemimpinannya. “Coba lihat saja sendiri. Yang jelas selain elit lokal ada jua elit pusat yang bermain,” bebernya.

Yunus menekankan bahwa soal pemekaran ini, pemerintah pusat jangan berpikir semua urusan selesai dan tak ada lagi konflik jika Papua sudah dimekarkan menjadi beberapa provinsi. Pasalnya persoalan di Papua itu sejak 1960-an dan hingga hari ini.

“Berapa banyak orang Papua yang meninggal. Berapa banyak anak-anak yang akhirnya bersatus yatim piatu setelah orang tuanya meninggal. Berapa banyak OPM yang meninggal tertembak dan berapa banyak TNI-Polri yang meninggal akibat konflik ini. Artinya bisa dibilang ada 1.000-an orang yang korban sejak 1960-an. Artinya jangan pusat berpikir dengan pemekaran semua selesai. Pendapat saya negara jangan kehabisan akal. Negara harus hadir  untuk orang asli maupun non Papua. Harus ada keputusan berani yang diambil  sebab ada banyak  orang hebat di negeri ini,” sarannya.

Baca Juga :  Situasi di Papua Tidak Semudah di Jakarta

Orang – orang hebat ini menurutnya bisa dimintai usulan soal apa yang tepat untuk Papua dan sekali lagi ini tidak bicara Papua merdeka atau NKRI harga mati.

“Jadi pendapat saya jika bercermin dari yang sudah-sudah. Pemekaran bukan jawaban dan bukan solusi. Namun yang ada orang Papua akan tersisih, cari cara lain untuk aman dulu baru bicara pembangunan,” tambahnya.

Demo yang dilakukan itu, menurut Yunus sebagai tanda orang Papua tak butuh pemekaran tapi kedamaian dan ekonomi yang lebih baik. “Mengapa 33 provinsi berjalan baik sedangkan di Papua setiap minggu ada saja konflik. Presiden harus memikirkan baik – baik dan sekali lagi negara jangan kehabisan akal. Lalu kabupaten jangan alergi dengan demo, sebab disitulah demokrasi apalagi demo bukan hanya untuk 1 suku tapi untuk kepentingan seluruh orang Papua,” tutupnya. (ade/nat)

Yunus Wonda: Banyak Kepala Daerah yang Hampir Selesai Semangat Dorong DOB

JAYAPURA-Penasehat Fraksi Demokrat Provinsi Papua , Dr. Yunus Wonda, SH., MH., mengungkapkan bahwa pemerintah pusat  jangan menutup mata soal banyaknya aspirasi penolakan  lahirnya daerah otonomi baru (DOB) di Papua.

Yunus Wonda meminta pemerintah pusat melihat aksi-aksi yang terjadi di Yahukimo, Wamena, Nabire dan Timika dan Kota Jayapura yang beberapa di antaranya menimbulkan korban jiwa. Menurutnya, ini bukan sesuatu yang mengada-ngada tapi sepatutnya menjadi pertimbangan khusus.

“Melihat dinamika ini, seharusnya pemerintah pusat merespon dengan baik. Ini tanda bahwa bukan rakyat yang meminta pemekaran tapi hanya elit-elit politik yang paling bersemangat menyuarakan ini,” kata Yunus Wonda melalui ponselnya, Minggu (3/4).

Malah ia menyinggung bahwa yang mendorong pemekaran terkesan dilakukan oknum-oknum kepala daerah yang hampir selesai masa kepemimpinanya. Untuk itu, dirinya meminta masyarakat mencoba melihat ini agar DOB tidak akhirnya mengorbankan rakyat karena kepentingan elit tadi.

Baca Juga :  Buntut Penangkapan, Negara Federal Siapkan  Pengacara Internasional

Hanya Yunus enggan menyebut siapa saja pejabat yang hampir berakhir masa kepemimpinannya. “Coba lihat saja sendiri. Yang jelas selain elit lokal ada jua elit pusat yang bermain,” bebernya.

Yunus menekankan bahwa soal pemekaran ini, pemerintah pusat jangan berpikir semua urusan selesai dan tak ada lagi konflik jika Papua sudah dimekarkan menjadi beberapa provinsi. Pasalnya persoalan di Papua itu sejak 1960-an dan hingga hari ini.

“Berapa banyak orang Papua yang meninggal. Berapa banyak anak-anak yang akhirnya bersatus yatim piatu setelah orang tuanya meninggal. Berapa banyak OPM yang meninggal tertembak dan berapa banyak TNI-Polri yang meninggal akibat konflik ini. Artinya bisa dibilang ada 1.000-an orang yang korban sejak 1960-an. Artinya jangan pusat berpikir dengan pemekaran semua selesai. Pendapat saya negara jangan kehabisan akal. Negara harus hadir  untuk orang asli maupun non Papua. Harus ada keputusan berani yang diambil  sebab ada banyak  orang hebat di negeri ini,” sarannya.

Baca Juga :  Negara Harus Beri Keadilan Kepada Korban!

Orang – orang hebat ini menurutnya bisa dimintai usulan soal apa yang tepat untuk Papua dan sekali lagi ini tidak bicara Papua merdeka atau NKRI harga mati.

“Jadi pendapat saya jika bercermin dari yang sudah-sudah. Pemekaran bukan jawaban dan bukan solusi. Namun yang ada orang Papua akan tersisih, cari cara lain untuk aman dulu baru bicara pembangunan,” tambahnya.

Demo yang dilakukan itu, menurut Yunus sebagai tanda orang Papua tak butuh pemekaran tapi kedamaian dan ekonomi yang lebih baik. “Mengapa 33 provinsi berjalan baik sedangkan di Papua setiap minggu ada saja konflik. Presiden harus memikirkan baik – baik dan sekali lagi negara jangan kehabisan akal. Lalu kabupaten jangan alergi dengan demo, sebab disitulah demokrasi apalagi demo bukan hanya untuk 1 suku tapi untuk kepentingan seluruh orang Papua,” tutupnya. (ade/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya